Anotasi Kecil Sang Demonstran
(Merdeka. Foto: Istimewah) |
Penulis : PH
Dengan hati yang masih rusuh dan luka yang masih mengaga, akankah mahasiswa mematung oleh hegemoni kekuasaan yang mencoba memotong lidah penyambung rakyat? Kemana slogan perjuanganmu? Kemana gerakan kemanusiaan yang kau tanam di sudut-sudut jalanan? Apakah kau lupa bahwa gerakan yang kau tanam harus tumbuh subur dengan gagasan yang dikemas melalui simbol-simbol perlawanan dalam menggulung tirani-tirani kekuasaan! Jangan engkau lalai akan sumpah mahasiswamu kawan.
Baca Juga: Akhirnya Kuliah Offline
Baca Juga: Dicari!!! Hilangnya Presma IAIN Kendari
Mahasiswa mesti berdiri di garda terdepan, dengan anotasi bukan sebagai kaum komprador tetapi sebagai pejuang ploletar. Sudilah kiranya agar mahasiswa tak mengagungkan kekuasaan. Dimanapun ada mulia dan jahat, ada malaikat dan iblis, ada malaikat bermuka iblis, ada iblis bermuka malaikat. Seperti itulah wajah kekuasaan. Satu yang penting, bahwa kekuasaan memiliki segala instrumen negara yang sewaktu-waktu siap untuk melakukan tindakan kriminalitas yang lebih ekstrem. Kalau mahasiswa mengetahui sudah akan keiblisan kekuasaan, ia dibenarkan berbuat apa saja terhadapnya, kecuali bersekutu.
Apakah kau takut kawan? Tentu tidak, sebab ijtihad tertinggi dalam memperjuangkan suatu kebenaran adalah kematian! Bahwa apa yang kemudian dikatakan Soe Hoek Gie dalam buku catatan seorang demonstran “kebenaran cuman ada di langit dan dunia hanyalah palsu, palsu”. Olehnya itu, jangan pernah ada ketakutan atas kematian karena keabadian kebenaran yang sesungguhnya sedang diperjuangkan tak lama lagi akan kita gapai.
Dalam negara demokrasi setiap individu dijamin kebebasannya untuk berkumpul, berserikat, menyatakan pendapat baik secara lisan maupun tulisan. Dengan demikian, tentunya tidak ada ketakutan terhadap diri kita. Apa yang mesti di takutkankan sih? Bahwa sangat jelas tidak hanya dalam konstitusi kita dilegitimasi memberikan interupsi kelaliman, bahkan alampun merestui perlawanan kita terhadap tirani kekuasaan.
Mahasiswa harus pandai membaca bahasa tubuh kekuasaan. Kekuasaan merayakan hak-hak kebebasan tetapi kekuasaan sendiri yang merobek-robek, mencabut akar hak kebebasan itu. Kekuasaan memuji demokrasi tapi kekuasaan juga yang memotong lidah seseorang yang berani menyatakan pendapat. Itulah kekuasaan, penakut dan arogansi.
Reinkarnasi para penghianat negeri yang gugur kini telah mekar dan masih berteriak-teriak menyebarkan kebohongan. Hanya pada kebenaranlah masih kita harapkan. Mahasiswa jangan tergiur dengan rayuan-rayuan, senyum kemunafikan kekuasaan sebab potensi sederhana lahirnya suatu pembungkaman terletak di balik sebuah senyuman.
Mahasiswa harus mampu menghidupkan kembali gerakan ekstra parlementernya yang keras dan bebal terhadap kekuasaan otoritarian sebab rakyat hari ini sedang dirundung krisis multidimensional. Idealis gerakan mahasiswa yang mesti dibangun bukan gerakan politik yang berorientasi terhadap kekuasaan. Namun, orientasi sejati ialah terciptanya nilai-nilai ideal kebenaran, keadilan, humanisme, profesionalitas, dan intelektualitas dalam seluruh aspek pengelolaan negara.
Sebuah istilah mempesona yang selama ini disematkan kepada gerakan mahasiswa. Mempesona karena berbicara tentang moral, berbicara tentang suara hati yang senantiasa merefleksikan kebenaran universal, menolak segala bentuk pelanggaran HAM, penindasan, kesewenang-wenangan, kedzaliman, dan otoritarianisme kekuasaan. Suara hati inilah yang memberi energi konstan dan kontinyu bagi pergerakan mahasiswa. Ya, kekuatan moral adalah kekuatan abadi yang takkan pernah mati selama masih ada manusia yang jujur dengan nuraninya.
Dulu di dalam mitologi Yunani ada seorang dewa yang paling filantropis, pelayan umat manusia sekaligus figur bagi mereka yang sakit akibat penderitaan. Berangkat dari peristiwa tersebut hari ini banyak yang memegang kekuasaan dan seolah-olah ingin mendeskripsikan diri mereka seperti dewa padahal sejatinya mereka adalah hama.
Kau, mahasiswa paling banyak harus selalu berteriak. Tahu kau mengapa di juluki sebagai penyambung lidah rakyat? Karena kau selalu tahu apa yang dibutuhkan, dirasakan, diderita, oleh rakyat. Suara perlawananmu atas tirani kekuasaan takkan pernah padam ditelan zaman, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.
Kekuasaan tidak pernah serius mengatasi konflik, baik konflik horizontal ataupun konflik vertikal yang melebar luas dengan berbagai problematika setiap harinya. Sehingga itulah, yang menafasi gerak perjuangan mahasiswa dalam membongkar kebusukan kekuasaan yang bersembunyi di balik kebhinekaan.
Mahasiswa harus mampu berfikir kritis dan bergerak secara holistic. Jangan sampai gerakan mahasiswa disusupi oleh kepentingan elit politik. Jika hal tersebut, terjadi maka nawa cita dan citra mahasiswa akan rusak dihadapan publik. Tidak sedikit mahasiswa yang gopoh gapah meminta bahkan cenderung mengemis terhadap birokrasi supaya akomodasi isi dapurnya selalu tersedia. Sebagai upaya prefentif, Mahasiswa harus menahan diri agar tidak tersugesti dengan giuran-giuran para elit kekuasaan yang mencoba menggiring mahasiswa masuk kedalam pusaran perbudakan penguasa yang mengakibatkan terbelenggunya analisis berfikir mahasiswa.
Mahasiswa harus tetap pada porosnya untuk menjadi lokomotif perjalanan kaum ploletar menuju kesejahteraan. Secara eksplisit, masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT tidak akan pernah terwujud ketika pelaku intelektualnya mengalami disintegrasi gagasan dalam memetakan berbagai ketimpangan sosial yang terjadi. Tak berhenti sampai di situ, mahasiswa tak patut jika mengganggap diri hanya sebagai fasilitator dalam mendistribusikan gagasan. Lebih dari pada itu mahasiswa harus bisa menjadi pabrik kaderisasi yang bermutu agar tidak putusnya regenerasi pejuang kaum ploletar yang idealis.
Jalan sunyi perjuangan mahasiswa kelak mesti menjadi momentum azamat untuk memberi sinyal perlawanan terhadap angkara murka sang penguasa. Dalam pergerakannya mahasiswa harus lebih progresif lagi dari pergerakan yang sudah-sudah.
Mahasiswa akan terklaim sebagai penghianat rakyat apabila orientasi gerakannya ke arah yang pragmatis dan materialistis. Zaman sekarang kan, banyak mahasiswa selangkangan yang berteriak-teriak atas nama rakyat, tetapi secara paralel juga menghilangkan esensi perjuangan semboyan itu untuk mencari makan terhadap kekuasaan.
Mahasiswa bukan anak muda yang segar tubuhnya tapi mati pikirannya. Mahasiswa harus mampu mengambil resiko, melakukan gebrakan baru dengan penuh keberanian. Melawan segala aktivitas kekuasaan yang selalu mencoba menjerumuskan rakyat ke dalam jurang penderitaan. Terlalu sempit kalau mahasiswa hanya dikonotasikan dalam ruang – ruang perkuliahan saja yang tahunya hanya kuliah, tugas, kos, kampus, tempat foto copy, menghapal nama – nama dosen. Mahasiswa tidak boleh semu dan lupa akan jati dirinya.
Jika aktivitas mahasiswa seperti itu, mau jadi apa kamu sebagai mahasiswa? Agen of change atau agen of kacung? Pengacara, untuk mempertahankan hukum kaum kaya yang secara inheren tidak adil? Guru, untuk mengajar anak-anak kaum kaya, dan melupakan mereka yang tidak bisa bersekolah? Dokter, memberikan resep pola makan teratur dan bergizi terhadap kaum kaya sampai melupakan anak negeri yang terlunta-lunta mengemis di jalanan demi sesuap nasi? Arsitek, untuk membuat rumah nyaman bagi kaum kaya yang memangsa dan merampas tanah para petani sehingga mereka tinggal dan hidup di jalanan? Sekali lagi, sebagai mahasiswa kamu mau jadi apa kalau kerja mu hanya kuliah, tugas, kos, kampus? Perhatikan sekelilingmu dan periksa nuranimu!
Bersekutu dan bekerja sama dengan kaum tertindas untuk menghancurkan sistem yang kejam ini adalah tugas prioritas seorang mahasiswa.
Note : Penulis adalah mahasiswa aktif IAIN Kendari dan Salah satu kader HMI komisariat Al – Ghazali