Berproses Di Bumi Gayatri
Penulis: Arini Triana Suci Rahmadani
Hai, aku Arini Triana Suci Rahmadani biasa dipanggil Arini. Bersama temanku Aksan, tepat seminggu yang lalu dia menghubungiku untuk ikut berangkat menuju ke Tulung Agung atau daerah yang biasa dijuluki Bumi Gayatri untuk mengikuti kegiatan kongres Perhimpunan Pers Mahasiswa ke 16 sekaligus merayakan hari lahir Perhimpunan Pers Mahasiswa yang ke 27.
Pagi dini hari pukul 04:00, setelah semalaman tidak tidur karena memikirkan banyak hal terkait keberangkatan kami aku dan Aksan mulai bersih-bersih diri sebelum menuju Bandara Haluoleo, ya benar sekali kami memutuskan untuk tinggal di kantor UKM-Pers IAIN Kendari semalaman karena jarak rumah tempat tinggalku cukup jauh dari bandara.
Setelah siap, aku dan teman-teman UKM-Pers berkumpul membentuk sebuah lingkaran untuk melakukan sesi berdoa sebelum berangkat menuju Bandara Halu Oleo Kendari, sekalian mengambil gambar bersama-sama. Pukul 05:00 Wita, kami diantar menuju bandara, setelah sampai tak lama kemudian nomor pesawat yang akan kami tumpangi disebut dan itu berarti kami akan segera berangkat menuju Bandara Sultan Hasanuddin di Ujung Pandang.
Selama di pesawat aku hanya duduk sambil melihat ke bawah, mataku menelusuri semua keindahan alam yang ada, dari atas sini pepohonan terlihat seperti karpet hijau yang luas. Sesekali aku menoleh melihat Aksan yang duduk di samping kiri ku sedang asyik mengobrol dengan kenalan barunya, aku juga sesekali menguping pembicaraan mereka. Aku bukan seseorang yang mudah berinteraksi dengan orang baru, tapi tunggu sebentar lagi mulutku tidak akan berhenti berbicara.
Karena ini adalah pengalaman pertama buat kami, sesampainya di Bandara Sultan Hasanudin tentu saja hal utama yang kami lakukan adalah mengambil gambar. Tak lupa pula kami mengabari senior dan teman-teman kami di UKM-Pers. Karena waktu transit yang sempit, aku dan Aksan memutuskan untuk sarapan di Surabaya saja, rasanya konyol kalau harus ketinggalan pesawat karena alasan sarapan.
Penerbangan selanjutnya pukul 09:00 Wita, setibanya di Bandara Djuanda Aksan mengeluarkan satu kalimat yang cukup panjang hari itu. “Jangan jauh-jauh, disini ramai. Kita tidak ada kenalan dan bahaya. Apalagi di terminal nanti, tadi kakak yang disampingku cerita kalau kita tidak boleh interaksi dengan orang lain selain petugas bandara.” Baru berapa menit tiba dikota orang Aksan sudah terlihat seperti orang tua yang posesif terhadap anaknya, aku cuma mengiyakan.
Sambil menunggu Djawatan Angkoetan Motor Repeobblik Indonesia (Damri) yang kami tumpangi jalan aku dan Aksan mengecek smartphone kami masing-masing, satu hal yang aku sadari ternyata senior-senior ku benar-benar mengkhawatirkan ku. Mungkin karena aku perempuan, jadi isi kolom chat Aksan hanya tentang “jaga saudarimu baik-baik.” Aku tersentuh, sedangkan Aksan menghela napas karena dititipkan tanggung jawab besar.
Damri yang kami tumpangi melaju menuju terminal Purabaya, dari terminal Purabaya kami naik bus menuju tempat tujuan kami yakni terminal Gayatri di Kabupaten Tulung Agung. Dengan estimasi waktu sekitar 5 jam, melewati jalan tol. Setelah sampai di Tulung Agung hal pertama yang kami lakukan tentu saja mencari warung untuk memberi nutrisi cacing-cacing diperut. Lelah mengelilingi terminal, kami akhirnya memutuskan untuk makan didepan terminal sembari menghubungi teman-teman LPM yang ada di Tulung Agung, selang beberapa menit setelah makan kami di hampiri dua orang cowo yang akrab di panggil Dadang dan Rizal, mereka adalah teman-teman dari LPM Dimensi UIN Satu Tulung Agung.
Sebelum menuju ke kontrakan LPM Dimensi Dadang dan Rizal mengajak aku dan Aksan untuk singgah ditempat angkringan untuk ngopi dan nyemil. Ditempat itu, kami hanya sedikit bertukar cerita tentang keadaan kota masing-masing, kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju kontrakan LPM Dimensi.
Dikontrakan LPM Dimensi kami disambut dengan ramah oleh beberapa anggota yang masih aku ingat Mba Ria, Mas Panda dan lain-lain. Disana juga aku bertemu dengan Efendi dari LPM Al Fikr Probolinggo. Kami banyak tukar cerita tentang kegiatan yang sering UKM Pers atau LPM lakukan, tidak hanya itu kita juga bercerita terkait budaya bahkan sampai culture shock yang aku rasakan.
Teman-teman LPM Dimensi sangat antusias mendengar ceritaku tentang perjalanan kami yang penuh dengan kebingungan, soto ayam yang di campur langsung dengan nasi sampai rasa teh di sana yang sangat ringan dan wangi.
Malam hari pun tiba aku memutuskan untuk beristirahat di kos Mba Ria, karena kurang etis rasanya harus menginap di kontrakan yang isinya mayoritas laki-laki. Temanku Aksan tetap di kontrakan tersebut, sebelum istirahat aku dan teman-teman memutuskan untuk makan malam diwarung Mak Tik, yang cukup terkenal di daerah sekitar kampus UIN Satu Tulung Agung. Lagi-lagi aku dibuat syok karena harga makanan yang terbilang sangat murah bagiku.
Besok pagi, aku bersih-bersih diri setelah itu menuju kontrakan dimensi untuk sarapan pagi. Sampai pada siang hari, aku bersama Aksan, Dadang dan Mas Shibi memutuskan untuk berangkat ke lokasi kongres duluan. Setelah pamitan, kamipun berangkat. Jarak yang kami tempuh cukup jauh, karena berada dikecamatan yang berbeda.
Sampai ditempat kongres aku dan aksan terlebih dahulu melakukan registrasi, kemudian menuju tempat istirahat kami masing-masing. Karena pada saat itu tempat perempuan dan laki-laki dipisahkan, aku agak kebingungan.
Selang beberapa saat kemudian, aku masuk didalam ruangan luas yang isinya anggota PPMI dari berbagai Dewan Kota, disitu pula aku bertemu kenalan baruku Sanna gadis cantik dan ramah dari LPM Bhaskara.
Berada di dalam ruangan luas yang asing, aku hanya diam sambil sesekali bertukar senyum dengan Sanna, waktu menunjukkan pukul 15:00 kegiatan pertama ku ditempat itu dimulai. Mengikuti kegiatan workshop ‘cek fakta’ ini adalah kegiatan collab PPMI dan AJI.
Setelah kegiatan workshop selesai kami diberi waktu untuk istirahat dan membersihkan diri, aku melewati beberapa anak tangga menuju ruangan istirahat kami sebut saja kamar. Sampai di kamar, aku menelusuri seluruh isi ruangan dengan kedua bola mataku, ternyata teman-teman dari kota lain sudah lebih dulu berkumpul sambil bertukar nomor handphone, ada juga yang berbagi majalah yang mereka bawa.
Rasanya seperti sudah lama kenal mereka, hari itu aku kenalan dengan berbagai macam kepribadian. Febri dengan kepribadian humorisnya, Latifah dengan kepribadian cepat akrabnya karena sedari awal dia yang paling sibuk menemui kami satu persatu sambil meminta nomor telepon dengan tujuan untuk membuat grup, Andhani dengan suara merdunya, dan Shelia Gladia gadis melayu dengan kepribadian ramah dan lemah lembutnya.
Malam hari, kami semua kembali ke Aula tempat kegiatan yang terletak persis diatas kamar kami. Walaupun terbilang hari pertama, tidak sulit bagiku untuk berbaur karena kami telah berkenalan di kamar. Di atas kami mengikuti rangkaian acara pembukaan kongres PPMI sekaligus pemotongan tumpeng dalam rangka merayakan hari jadi PPMI. Setelah beberapa rangkaian acara selesai, hiburan pun dimulai.
Aku yang biasanya menikmati Kpop kali ini berbeda, aku dan teman-teman mendengarkan sebuah band musik menyanyikan lagu-lagu pop Indonesia yang sedang hits dikalangan anak muda. Tak lupa pula Andhani menyumbangkan suara merdunya, sangat merdu.
Kalau boleh jujur, aku bukan seseorang yang begitu menikmati keramaian, seringkali keramaian membuatku merasa lelah. Karena mulai merasa lelah, aku memutuskan untuk bergeser di sudut ruangan menemui Shelia yang sudah lebih dulu berpindah tempat. Sepertinya dia memahami keadaanku, dengan penuh rasa peduli Shelia merangkul.
Sejak saat itu aku banyak menghabiskan waktu bersama Shelia selama ditempat kongres. Kemanapun aku pergi di situ ada Shelia, begitu pula sebaliknya. Masuk pada kegiatan terakhir hari itu kami bincang-bincang terkait kekerasan terhadap jurnalis. Para pemantik menceritakan pengalaman mereka selama menjadi seorang jurnalis, kemudian memberikan saran yang bermanfaat untuk menghindari kekerasan terhadap jurnalis.
Keesokan harinya seperti dejavu, kegiatan yang sama terulang workshop ‘cek fakta’ dengan materi dan pemateri yang sama. Sampai pada kegiatan kami selanjutnya yakni diskusi terkait SOP Kekerasan Seksual terhadap Jurnalis, tidak bisa di pungkiri hal-hal seperti ini sedang marak terjadi. Dalam diskusi yang kami lakukan terjadi perdebatan-perdebatan kecil terkait bentuk hal-hal yang termasuk pelecehan salah satunya catcalling.
Sebagian kubu menganggap bahwa tatapan tidak perlu dimasukkan dalam hal ini sebagai salah satu bentuk pelecehan. Tetapi sebagai seorang perempuan aku bantu menegaskan bahwa hal sepele tatapan yang membuat tidak nyaman sudah termasuk suatu pelecehan, ada pula yang berdalih bahwa bisa saja seseorang menatap karena ingin kenalan?
Sekali lagi teman sesama wanita yang bernama Eka menegaskan bahwa “kalau niat baik untuk kenalan, kenapa tidak langsung ditemui. Dari pada menatap sampai menciptakan perasaan tidak nyaman?”. Setelah melalui perdebatan yang cukup alot, waktu istirahat tiba.
Hari ketiga kegiatan sidang kongres pun dibuka, yang dilanjutkan dengan pemaparan kota oleh setiap sekjen kota atau pun perwakilan-nya. Aku dan Aksan banyak berdebat, karena ini kali pertama kami. Jadi sedikit bingung mau memaparkan apa, tiba saat karateker kota Kendari disebut. Mau tidak mau, siap tidak siap aku harus maju.
Dengan waktu 2 menit aku memaparkan rasa bingung di kepala, “terimaksih atas waktu yang diberikan kepada saya, terkait pemaparan kota. Saya sedikit kebingungan karena kami di kota Kendari masih menjadi karateker atau belum ada Dewan kota. Semoga setelah hadir di sini, kami bisa pulang dan membangun komunikasi yang baik dengan LPM-LPM yang ada di kota kami untuk kemudian fokus membentuk Dewan Kota,” kurang lebih se singkat itu.
Selanjutnya kami membahas tata tertib yang memakan waktu dua hari satu malam. Agak alot, seperti biasa. Apa yang anda harapkan dari sebuah diskusi yang isinya puluhan kepala? Pembahasan tata tertib selesai. Lanjut pada pembahasan LPJ Pengurus PPMI Nasional. Hal yang paling mengejutkan, forum berubah menjadi sesi penghakiman. Semua kesalahan-kesalahan kinerja di perdebatkan. Agak menjengkelkan, padahal yang seharusnya kita lakukan adalah belajar agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Bukannya tiba-tiba menjadi hakim kehidupan.
Kegiatan selanjutnya masuk pada pembahasan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, karena melihat forum yang cukup alot dan waktu yang sempit. Aku berinisiatif, mengefisiensi waktu dengan menyarankan pembahasan AD dan ART Bab per bab. Setelah lobying dengan Mas Luki yang menginginkan pembahasan pasal per pasal bersama Mas Shelo sebagai Pimpinan sidang II, tidak ada jalan keluar. Kami pun melakukan voting, hasil voting membahas bab per bab.
Sehari semalam membahas AD dan ART, paginya kami lanjut membahas GBHO/GBHK sampai tuntas. Lanjut pada pemilihan Sekretaris Jendral PPMI Nasional, agak penuh drama. Para kandidat yang dicalonkan, menolak posisi tersebut dengan berbagai alasan. Setelah melalui kira-kira 3 kali pemilihan bakal calon Sekjend PPMI Nasional, yang berujung gagal. Forum di pending untuk waktu yang cukup lama.
Pada saat forum dipending, perwakilan setiap DK melakukan diskusi secara privat. Para peserta kongres yang lain sibuk dengan urusan masing-masing, karena merupakan malam terakhir kegiatan aku, Shelia dan Anri memutuskan untuk keluar mencari makan sebentar. Setelah kembali di Aula, secara tidak sengaja kami berpapasan dengan beberapa teman dari DK Madura dan DK Jember, kami sedikit bertukar cerita tentang budaya di kota masing-masing.
Sampai pada waktu tengah malam, forum di buka kembali. Karena frustasi, peraturan di dalam AD dan ART. Terkait syarat Sekjend Nasional dikesampingkan terlebih dahulu. Singkat cerita, Primo Rajendra perwakilan dari LPM Satu Kosong ITS, DK Surabaya. Memberanikan diri untuk mengambil alih jabatan Sekjend Nasional. Dengan beberapa pertimbangan, Primo disetujui. Setelah itu masuk pada bagian sidang Rekomendasi seperti rekomendasi BP Nasional dan kota yang akan menjadi tempat pelaksanaan Mukernas.
Saat itu teman-teman menyarankan tiga kota untuk menjadi tempat pelaksanaan Mukernas yakni Kota Kendari, Mataram dan Jogja. Melalui voting forum memutuskan pelaksanaan Mukernas dilaksanakan di Jogja.
Hari terakhir kegiatan, setelah bersih-bersih diri semua peserta berkumpul kembali di Aula untuk melakukan agenda penutupan kongres. Setelah menyetujui hasil diskusi di dalam kongres, dan ditutup.
Note: Arini Triana Suci Rahmadani adalah mahasiswa aktif IAIN Kendari Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah