Objektif.id
Beranda INTERPRETASI Esai Mengenal Animasi dan Alasan Orang Dewasa Masih Senang Menikmatinya

Mengenal Animasi dan Alasan Orang Dewasa Masih Senang Menikmatinya

Ketgam: kumpulan beragam bentuk film animasi. Foto: Tesa Ayu Sri Natari/Objektif.id

Objektif.id – “Tidak usah malu kalau hobimu nonton anime ataupun kartun, karena ribuan orang di luaran sana lebih hobi nonton aib orang lain”- Dodit Mulyanto.

Animasi adalah sebuah seni gambar yang bergerak cepat untuk menciptakan suatu ilusi tertentu. Animasi terbagi menjadi beberapa bagian yaitu; Animasi 2D, Animasi 3D, Infografis (slide PowerPoint), Stop Motion, Motion Graphic (video konten promosi), dan Isometric.

Sebelum kita melangkah lebih jauh untuk mengenal animasi, penulis akan sedikit memaparkan tentang sejarah animasi yang perlu diketahui bahwa dalam perkembangannya melewati proses yang tidak instan. Berawal dari tahun 1900-1930 (The Silent Era). Pada masa ini, manusia sudah mulai bermain ilusi gambar hitam-putih tanpa narasi dan dibuat dengan alat seadanya. Animasi terkenal pada saat itu ialah animasi Mickey Mouse oleh Walt Disney.

Memasuki The Golden Age Of Animation (1930-1960) animasi sudah menggunakan warna, kemudian pada masa The American Television Era (1960-1980), animasi sudah mulai ditayangkan secara komersial yakni pada siaran saluran TV, hingga akhirnya pada Modern Era (1980-now) animasi semakin berkembang pesat dengan adanya teknologi sehingga orang-orang tidak hanya dapat menikmati animasi melalui TV, tetapi juga bisa mengaksesnya dari platform lain seperti YouTube, Disney Hotstar, dan lainnya.

Dampak – Dampak Perubahan Animasi di Era Sekarang

Sering kita kenal animasi merupakan sebuah tontonan yang dikhususkan untuk anak-anak. Namun, apakah kalian tahu? bahwa animasi atau sinema kartun ini ternyata dapat ditonton di seluruh kalangan usia bahkan terkadang ada yang hanya dikhususkan untuk kategori tertentu.

Kita pasti sudah sering melihat sebuah tanda seperti G, PG-13, R, dan D/NC-17. Tanda-tanda ini adalah rating usia dalam sebuah film maupun sinetron. Disinilah perlunya kita mengetahui simbolik-simbolik seperti itu, karena tiap simbolnya memiliki makna yang berbeda-beda jika G (semua usia), PG-13 (usia 13 tahun kebawah), R (usia 17 tahun kebawah), sementara D/NC-17 (usia 18 tahun keatas).

Tidak hanya persoalan tanda rating usia, tetapi yang memprihatinkannya adalah animasi era sekarang ini telah banyak memuat unsur LGBT di dalamnya contohnya animasi Lightyear yang sempat viral di tahun 2022, karena isi ceritanya sangat kental akan LGBT. Tentunya hal seperti ini harus dihindari karena akan berdampak pada psikologis seksualitas pada anak. Jadi, peran orang tua sangat penting dalam memilih tontonan kepada anak-anak meskipun tontonan tersebut hanyalah sebuah animasi semata.

Orang Dewasa dan Kartun

Teman-teman pernah kepikiran tidak sih kenapa orang-orang senang menonton kartun terkhususnya pada orang dewasa? well, ternyata menonton kartun dapat memberikan dampak positif secara psikologis kepada orang dewasa.

Seperti yang kita tahu bahwa orang dewasa terkenal dengan slogannya yaitu “waktu adalah uang”. Saking sibuknya sehingga membuat mereka tidak memiliki waktu yang banyak untuk sekedar refreshing ke tempat-tempat wisata dan pada akhirnya mereka lebih memilih alternatif lain dengan menonton sebuah film di platform nonton online. Namun, bukannya menonton film yang diperankan oleh orang asli sebaliknya beralih menonton film yang berjeniskan animasi untuk menghilangkan kejenuhan yang mereka miliki.

Selain itu, beberapa dari mereka mengaku menonton kartun karena suka dan hobi dalam hal ini yang dimaksudkan adalah anime yang merupakan animasi dari negeri sakura Jepang. Anime ini mempunyai berbagai macam genre beserta alur cerita yang unik, inspiratif, visual yang memanjakan mata, dan jangan lupakan juga yang memang rata-rata ditujukan untuk penonton dewasa. Orang dewasa juga masih senang menonton kartun dikarenakan merasa bernostalgia hanya bermodalkan dengan menonton kartun saja dapat mengingatkan mereka tentang kenangan-kenangan indah di masa kecil dulu.

Penulis : Tesa Ayu Sri Natari
Editor: Melvi Widya

Tesa Ayu Sri Natari

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan