SEMA IAIN Kendari, Bentuk Karakter Pemimpin Melalui Sekolah Legislatif

Reporter  : Muh Aksan

Editor       : Elfirawati

Objektif.Id, KENDARI – Demi meningkatkan pemahaman fungsi legislatif kepada Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari, Senat Mahasiswa (SEMA) IAIN Kendari mengadakan Sekolah Legislatif 2021 di Gedung Auditorium dan Pantai Toronipa. Sabtu, (6/11/2021).

Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 6 -7 November 2021 dan diikuti oleh 100 peserta dari lingkup Mahasiswa IAIN Kendari  dengan mengangkat tema ”Melahirkan Legislator Mahasiswa yang Kompeten serta Paham Tugas dan Fungsi Secara Konstitusi dalam Menyongsong SDGs (Sustainable Development Goals)”.

Muflih Ukhrawi Nasri selaku Ketua Panitia mengatakan dalam sambutannya, tujuan diadakannya kegiatan ini agar mahasiswa terkhusus angkatan 2020 dan 2021 agar paham akan tugas dan fungsi Secara Konstitusi dalam Menyongsong SDGs.

“Untuk melahirkan pemimpin masa depan agar  paham tugas dan fungsi secara Konstitusi dalam Menyongsong SDGs,”ungkapnya

Lanjutnya Muflih mengungkapkan, kegiatan ini diadakan karena melihat mahasiswa angkatan 2020 dan 2021 yang belum paham akan fungsi SEMA-I. Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut dihadiri oleh pemateri yang sangat luar biasa dan mempunyai kapabilitas di bidangnya masing-masing.

“Berhubung adik-adik mulai awal perkuliahan mereka melaksanakan perkulihan secara online. Jadi, kita sepakat bahwa adik-adik belum terlalu paham tugas dan fungsi sema-I atau legislatif ini. Adapun pemateri yang diundang pertama H. Abdurrahman Shaleh, S.H., M.Si selaku Ketua DPRD Prov. Sultra, kedua Muhammad Amsyar S.Sos.I selaku Ketua DPD KNPI Sultra, ketiga  Dr. H. Lukman Abunawas, SH., M.H., M.Si selaku Wakil Gubernur Sultra yang diwakili oleh staff beliau, keempat Ir. Hugua selaku Anggota DPR-RI,” ungkapnya.

Selaras dengan hal itu, Sarman Al Ausy selaku ketua SEMA-I menjelaskan, bahwa masalah pemahaman kelembagaan di IAIN Kendari masih sangat kurang.

“Karena melihat potensi yang ada di IAIN Kendari dan melihat dari kukurangan juga masih banyak mahasiswa IAIN Kendari khususnya mahasiswa angkatan 2020 dan 2021 yang masuknya di IAIN Kendari ataupun PBAK itu melalui jalur online. Jadi, terkait masalah pemahaman kelembagaan IAIN Kendari itu masih sangat kurang  khususnya tugas dan fungsi legislatif itu sendiri makanya, kami berinisiatif menyelenggarakan sekolah legislatif,” jelasnya.

Sarman  berharap besar bahwa setelah diadakannya kegiatan ini mahasiswa dapat aktualisasikan di lapangan.

“Dan mungkin nantinya teman-teman yang akan jadi pemimpin, menjadi Ketua Senat, Ketua Dema dan juga seluruh ketua-ketua yang ada di IAIN Kendari pastinya harus mempelajari, harus mengetahui seperti apa fungsi kelembagaan itu sendiri,” harap Sarman.

Salah satu peserta Ayu Rahmadani membeberkan, ketertarikannya mengapa ia mengikuti kegiatan tersebut.

“saya tertarik ikut begini untuk membuka wawasan. Sebagai mahasiswa tidak hanya di akademik pasti di luar perkuliahan karena 25% persen dari materi yang kita dapat ada dibangku perkuliahan sedangkan 75% itu dari luar atau dari kehidupan kita masing-masing,”bebernya.

Berproses Di Bumi Gayatri

Penulis: Arini Triana Suci Rahmadani

Hai, aku Arini Triana Suci Rahmadani biasa dipanggil Arini. Bersama temanku Aksan, tepat seminggu yang lalu dia menghubungiku untuk ikut berangkat menuju ke Tulung Agung atau daerah yang biasa dijuluki Bumi Gayatri untuk mengikuti kegiatan kongres Perhimpunan Pers Mahasiswa ke 16 sekaligus merayakan hari lahir Perhimpunan Pers Mahasiswa yang ke 27.

Pagi dini hari pukul 04:00, setelah semalaman tidak tidur karena memikirkan banyak hal terkait keberangkatan kami aku dan Aksan mulai bersih-bersih diri sebelum menuju Bandara Haluoleo, ya benar sekali kami memutuskan untuk tinggal di kantor  UKM-Pers IAIN Kendari semalaman karena jarak rumah tempat tinggalku cukup jauh dari bandara.

Setelah siap, aku dan teman-teman UKM-Pers berkumpul membentuk sebuah lingkaran untuk melakukan sesi berdoa sebelum berangkat menuju Bandara Halu Oleo Kendari, sekalian mengambil gambar bersama-sama. Pukul 05:00 Wita, kami diantar menuju bandara, setelah sampai tak lama kemudian nomor pesawat yang akan kami tumpangi disebut dan itu berarti kami akan segera berangkat menuju Bandara Sultan Hasanuddin di Ujung Pandang.

Selama di pesawat aku hanya duduk sambil melihat ke bawah, mataku menelusuri semua keindahan alam yang ada, dari atas sini pepohonan terlihat seperti karpet hijau yang luas. Sesekali aku menoleh melihat Aksan yang duduk di samping kiri ku sedang asyik mengobrol dengan kenalan barunya, aku juga sesekali menguping pembicaraan mereka. Aku bukan seseorang yang mudah berinteraksi dengan orang baru, tapi tunggu sebentar lagi mulutku tidak akan berhenti berbicara.

Karena ini adalah pengalaman pertama buat kami, sesampainya di Bandara Sultan Hasanudin tentu saja hal utama yang kami lakukan adalah mengambil gambar. Tak lupa pula kami mengabari senior dan teman-teman kami di UKM-Pers. Karena waktu transit yang sempit, aku dan Aksan memutuskan untuk sarapan di Surabaya saja, rasanya konyol kalau harus ketinggalan pesawat karena alasan sarapan.

Penerbangan selanjutnya pukul  09:00 Wita, setibanya di Bandara Djuanda Aksan mengeluarkan satu kalimat yang cukup panjang hari itu. “Jangan jauh-jauh, disini ramai. Kita tidak ada kenalan dan bahaya. Apalagi di terminal nanti, tadi kakak yang disampingku cerita kalau kita tidak boleh interaksi dengan orang lain selain petugas bandara.” Baru berapa menit tiba dikota orang Aksan sudah terlihat seperti orang tua yang posesif terhadap anaknya, aku cuma mengiyakan.

Sambil menunggu Djawatan Angkoetan Motor Repeobblik Indonesia (Damri) yang kami tumpangi jalan aku dan Aksan mengecek smartphone  kami masing-masing, satu hal yang aku sadari ternyata senior-senior ku benar-benar mengkhawatirkan ku. Mungkin karena aku perempuan, jadi isi kolom chat Aksan hanya tentang “jaga saudarimu baik-baik.” Aku tersentuh, sedangkan Aksan menghela napas karena dititipkan tanggung jawab besar.

Damri yang kami tumpangi melaju menuju terminal Purabaya, dari terminal Purabaya kami naik bus menuju tempat tujuan kami yakni terminal Gayatri di Kabupaten Tulung Agung. Dengan estimasi waktu sekitar 5 jam, melewati jalan tol. Setelah sampai di Tulung Agung hal pertama yang kami lakukan tentu saja mencari warung untuk memberi nutrisi cacing-cacing diperut. Lelah mengelilingi terminal, kami akhirnya memutuskan untuk makan didepan terminal sembari menghubungi teman-teman LPM yang ada di Tulung Agung, selang beberapa menit setelah makan kami di hampiri dua orang cowo yang akrab di panggil Dadang dan Rizal, mereka adalah teman-teman dari LPM Dimensi UIN Satu Tulung Agung.

Sebelum menuju ke kontrakan LPM Dimensi Dadang dan Rizal mengajak aku dan Aksan untuk singgah ditempat angkringan untuk ngopi dan nyemil. Ditempat itu, kami hanya sedikit bertukar cerita tentang keadaan kota masing-masing, kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju kontrakan LPM Dimensi.

Dikontrakan LPM Dimensi kami disambut dengan ramah oleh beberapa anggota yang masih aku ingat Mba Ria, Mas Panda dan lain-lain. Disana juga aku bertemu dengan Efendi dari LPM Al Fikr Probolinggo. Kami banyak tukar cerita tentang kegiatan yang sering UKM Pers atau LPM lakukan, tidak hanya itu kita juga bercerita terkait budaya bahkan sampai culture shock yang aku rasakan.

Teman-teman LPM Dimensi sangat antusias mendengar ceritaku tentang perjalanan kami yang penuh dengan kebingungan, soto ayam yang di campur langsung dengan nasi sampai rasa teh di sana yang sangat ringan dan wangi.

Malam hari pun tiba aku memutuskan untuk beristirahat di kos Mba Ria, karena kurang etis rasanya harus menginap di kontrakan yang isinya mayoritas laki-laki. Temanku Aksan tetap di kontrakan tersebut, sebelum istirahat aku dan teman-teman memutuskan untuk makan malam diwarung Mak Tik, yang cukup terkenal di daerah sekitar kampus UIN Satu Tulung Agung. Lagi-lagi aku dibuat syok karena harga makanan yang terbilang sangat murah bagiku.

Besok pagi, aku bersih-bersih diri setelah itu menuju kontrakan dimensi untuk sarapan pagi. Sampai pada siang hari, aku bersama Aksan, Dadang dan Mas Shibi memutuskan untuk berangkat ke lokasi kongres duluan. Setelah pamitan, kamipun berangkat. Jarak yang kami tempuh cukup jauh, karena berada dikecamatan yang berbeda.

Sampai ditempat kongres aku dan aksan terlebih dahulu melakukan registrasi, kemudian menuju tempat istirahat kami masing-masing. Karena pada saat itu tempat perempuan dan laki-laki dipisahkan, aku agak kebingungan.

Selang beberapa saat kemudian, aku masuk didalam ruangan luas yang isinya anggota PPMI dari berbagai Dewan Kota, disitu pula aku bertemu kenalan baruku Sanna gadis cantik dan ramah dari LPM Bhaskara.

Berada di dalam ruangan luas yang asing, aku hanya diam sambil sesekali bertukar senyum dengan Sanna, waktu menunjukkan pukul 15:00 kegiatan pertama ku ditempat itu dimulai. Mengikuti kegiatan workshop ‘cek fakta’ ini adalah kegiatan collab PPMI dan AJI.

Setelah kegiatan workshop selesai kami diberi waktu untuk istirahat dan membersihkan diri, aku melewati beberapa anak tangga menuju ruangan istirahat kami sebut saja kamar. Sampai di kamar, aku menelusuri seluruh isi ruangan dengan kedua bola mataku, ternyata teman-teman dari kota lain sudah lebih dulu berkumpul sambil bertukar nomor handphone, ada juga yang berbagi majalah yang mereka bawa.

Rasanya seperti sudah lama kenal mereka, hari itu aku kenalan dengan berbagai macam kepribadian. Febri dengan kepribadian humorisnya, Latifah dengan kepribadian cepat akrabnya karena sedari awal dia yang paling sibuk menemui kami satu persatu sambil meminta nomor telepon dengan tujuan untuk membuat grup, Andhani dengan suara merdunya, dan Shelia Gladia gadis melayu dengan kepribadian ramah dan lemah lembutnya.

Malam hari, kami semua kembali ke Aula tempat kegiatan yang terletak persis diatas kamar kami. Walaupun terbilang hari pertama, tidak sulit bagiku untuk berbaur karena kami telah berkenalan di kamar. Di atas kami mengikuti rangkaian acara pembukaan kongres PPMI sekaligus pemotongan tumpeng dalam rangka merayakan hari jadi PPMI. Setelah beberapa rangkaian acara selesai, hiburan pun dimulai.

Aku yang biasanya menikmati Kpop kali ini berbeda, aku dan teman-teman mendengarkan sebuah band musik menyanyikan lagu-lagu pop Indonesia yang sedang hits dikalangan anak muda. Tak lupa pula Andhani menyumbangkan suara merdunya, sangat merdu.

Kalau boleh jujur, aku bukan seseorang yang begitu menikmati keramaian, seringkali keramaian membuatku merasa lelah. Karena mulai merasa lelah, aku memutuskan untuk bergeser di sudut ruangan menemui Shelia yang sudah lebih dulu berpindah tempat. Sepertinya dia memahami keadaanku, dengan penuh rasa peduli Shelia merangkul.

Sejak saat itu aku banyak menghabiskan waktu bersama Shelia selama ditempat kongres. Kemanapun aku pergi di situ ada Shelia, begitu pula sebaliknya. Masuk pada kegiatan terakhir hari itu kami bincang-bincang terkait kekerasan terhadap jurnalis. Para pemantik menceritakan pengalaman mereka selama menjadi seorang jurnalis, kemudian memberikan saran yang bermanfaat untuk menghindari kekerasan terhadap jurnalis.

Keesokan harinya seperti dejavu, kegiatan yang sama terulang workshop ‘cek fakta’ dengan materi dan pemateri yang sama. Sampai pada kegiatan kami selanjutnya yakni diskusi terkait SOP Kekerasan Seksual terhadap Jurnalis, tidak bisa di pungkiri hal-hal seperti ini sedang marak terjadi. Dalam diskusi yang kami lakukan terjadi perdebatan-perdebatan kecil terkait bentuk hal-hal yang termasuk pelecehan salah satunya catcalling.

Sebagian kubu menganggap bahwa tatapan tidak perlu dimasukkan dalam hal ini sebagai salah satu bentuk pelecehan. Tetapi sebagai seorang perempuan aku bantu menegaskan bahwa hal sepele tatapan yang membuat tidak nyaman sudah termasuk suatu pelecehan, ada pula yang berdalih bahwa bisa saja seseorang menatap karena ingin kenalan?

Sekali lagi teman sesama wanita yang bernama Eka menegaskan bahwa “kalau niat baik untuk kenalan, kenapa tidak langsung ditemui. Dari pada menatap sampai menciptakan perasaan tidak nyaman?”. Setelah melalui perdebatan yang cukup alot, waktu istirahat tiba.

Hari ketiga kegiatan sidang kongres pun dibuka, yang dilanjutkan dengan pemaparan kota oleh setiap sekjen kota atau pun perwakilan-nya. Aku dan Aksan banyak berdebat, karena ini kali pertama kami. Jadi sedikit bingung mau memaparkan apa, tiba saat karateker kota Kendari disebut. Mau tidak mau, siap tidak siap aku harus maju.

Dengan waktu 2 menit aku memaparkan rasa bingung di kepala, “terimaksih atas waktu yang diberikan kepada saya, terkait pemaparan kota. Saya sedikit kebingungan karena kami di kota Kendari masih menjadi karateker atau belum ada Dewan kota. Semoga setelah hadir di sini, kami bisa pulang dan membangun komunikasi yang baik dengan LPM-LPM yang ada di kota kami untuk kemudian fokus membentuk Dewan Kota,” kurang lebih se singkat itu.

Selanjutnya kami membahas tata tertib yang memakan waktu dua hari satu malam. Agak alot, seperti biasa. Apa yang anda harapkan dari sebuah diskusi yang isinya puluhan kepala? Pembahasan tata tertib selesai. Lanjut pada pembahasan LPJ Pengurus PPMI Nasional. Hal yang paling mengejutkan, forum berubah menjadi sesi penghakiman. Semua kesalahan-kesalahan kinerja di perdebatkan. Agak menjengkelkan, padahal yang seharusnya kita lakukan adalah belajar agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Bukannya tiba-tiba menjadi hakim kehidupan.

Kegiatan selanjutnya masuk pada pembahasan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, karena melihat forum yang cukup alot dan waktu yang sempit. Aku berinisiatif, mengefisiensi waktu dengan menyarankan pembahasan AD dan ART Bab per bab. Setelah lobying dengan Mas Luki yang menginginkan pembahasan pasal per pasal bersama Mas Shelo sebagai Pimpinan sidang II, tidak ada jalan keluar. Kami pun melakukan voting, hasil voting membahas bab per bab.

Sehari semalam membahas AD dan ART, paginya kami lanjut membahas GBHO/GBHK sampai tuntas. Lanjut pada pemilihan Sekretaris Jendral PPMI Nasional, agak penuh drama. Para kandidat yang dicalonkan, menolak posisi tersebut dengan berbagai alasan. Setelah melalui kira-kira 3 kali pemilihan bakal calon Sekjend PPMI Nasional, yang berujung gagal. Forum di pending untuk waktu yang cukup lama.

Pada saat forum dipending, perwakilan setiap DK melakukan diskusi secara privat. Para peserta kongres yang lain sibuk dengan urusan masing-masing, karena merupakan malam terakhir kegiatan aku, Shelia dan Anri memutuskan untuk keluar mencari makan sebentar. Setelah kembali di Aula, secara tidak sengaja kami berpapasan dengan beberapa teman dari DK Madura dan DK Jember, kami sedikit bertukar cerita tentang budaya di kota masing-masing.

Sampai pada waktu tengah malam, forum di buka kembali. Karena frustasi, peraturan di dalam AD dan ART. Terkait syarat Sekjend Nasional dikesampingkan terlebih dahulu. Singkat cerita, Primo Rajendra perwakilan dari LPM Satu Kosong ITS, DK Surabaya. Memberanikan diri untuk mengambil alih jabatan Sekjend Nasional. Dengan beberapa pertimbangan, Primo disetujui. Setelah itu masuk pada bagian sidang Rekomendasi seperti rekomendasi BP Nasional dan kota yang akan menjadi tempat pelaksanaan Mukernas.

Saat itu teman-teman menyarankan tiga kota untuk menjadi tempat pelaksanaan Mukernas yakni Kota Kendari, Mataram dan Jogja. Melalui voting forum memutuskan pelaksanaan Mukernas dilaksanakan di Jogja.

Hari terakhir kegiatan, setelah bersih-bersih diri semua peserta berkumpul kembali di Aula untuk melakukan agenda penutupan kongres. Setelah menyetujui hasil diskusi di dalam kongres, dan ditutup.

Note: Arini Triana Suci Rahmadani adalah mahasiswa aktif IAIN Kendari Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah

Guna Meningkatkan Pemahaman Wawasan Kebangsaan, IAIN Kendari Adakan Workshop Kepada Mahasiswa Bidik Misi

Reporter: Andi Ardian Dwi Rahmat

Editor : Elfirawati

Objektif.Id, KENDARI – Sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman wawasan kebangsaan kepada mahasiswa penerima bidik misi.  Institut  Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari mengadakan Workshop dengan mengangkat tema  “Peningkatan Wawasan Kebangsaan Mahasiswa Bidik Misi IAIN Kendari” di Gedung Auditorium. Sabtu, (30/10/2021).

Workshop tersebut merupakan rangakaian program pembinaan kepada mahasiswa penerima bidik misi tahun 2020. Kegiatan itu  diikuti sebanyak 175 peserta yang terdiri dari mahasiswa penerima Bidik Misi tahun 2020.

Ketua Panitia Amin Nasir, mengatakan bahwa tujuan dilaksanakan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa penerima Bidik Misi terkait wawasan kebangsaan.

“Untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa khususnya penerima bidik misi terkait dengan wawasan kebangsaan Yang mana sekarang ini kita tau bahwa mahasiswa saat ini perlu dibina terkait wawasan kebangsaan,” katanya.

Amin juga membeberkan bahwa dalam pelaksanaan workshop tersebut di hadiri oleh tiga pemateri yang sangat luar biasa dan mempunyai kapabilitas di bidangnya masing-masing.

“Pemateri yang di undang pertama AKBP Dr. Sutadi, S.Pd, M.pd dari polda sulawesi tenggara(sultra), kedua Dr. Abdul Halim Momo, M.Si ia adalah ketua Pendidikan Guru Republik Indonesia (PGRI), ketiga pak Kh. Muslim yang merupakan ketua forum komunikasi penanggulangan terorisme dan juga ketua Nahdatul ulama (NU)sultra,” bebernya.

Ia  juga berharap agar  ke depannya  kegiatan-kegiatan tersebut dapat terus terlaksana.

“Saya berharap kegiatan semacam ini terus kita lakukan, tapi ini juga terkait dengan anggaran, kalau anggaran tersedia Insya Allah akan dilaksanakan dan ada di dalam juknis bahwa penerima bidik misi itu memang harus ada pembinaan dan kami berkewajiban membina mahasiswa sampai delapan semester,” pungkasnya.

BPPO Mahiscita Sebut Birokrasi Kampus IAIN Kendari Kurang Merespon Kegiatan Kemahasiswaan

Reporter: Rizal Saputra

Editor: Al-Izar

Objektif.Id, KENDARI Badan Pertimbangan dan Penyelamat Organisasi Mahasiswa Islam Pencinta Alam (BPPO Mahiscita) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari, menilai Birokrasi kampus kurang merespon kegiatan kemahasiswaan.

Mahasiswa dan Birokrasi Kampus merupakan dua pihak yang tidak dapat dipisahkan. Bisa dikatakan seperti itu karena salah satu penyebabnya, adalah saling keterbutuhan diantara keduanya, tak lain adalah karena masalah akademik dan juga kemahasiswaan.

BPPO Mahiscita, Iqbal Manrudda mengatakan meski diundang untuk membuka kegiatan Milad Mahiscita yang Ke-23 tahun, nampak tak ada salah satu respon dari pihak birokrasi.

“Mungkin karna mata saya agak sedikit rabun, tapi saya tidak melihat tanda-tanda kehadiran birokrasi,” ungkapnya saat menyamkpaikan sambutan di Milad Mahiscita IAIN Kendari, Jum’at (29/10/2021).

BPPO Mahiscita IAIN Kendari, Iqbal Manrudda

Menurutnya, Birokrasi Kampus IAIN Kendari sebagai pelindung dan penasehat organisasi Internal Kampus, dan pihak kampus juga adalah orang pertama yang harus mendukung disetiap kegiatan lembaga kemahasiswaan.

“Birokrasi Kampus IAIN Kendari dan selayaknya sebagai pelindung, penasehat semua organisasi dalam lingkup kampus IAIN Kendari ini, mesti selayaknya hadir bersama-sama kita malam ini,” tuturnya.

Iqbal menambahkan bahwa hal seperti ini tidak akan menurunkan semangat, tetapi ini adalah motivasi buat kita agar lebih semangat lagi mengembangkan organisasi.

“Ini bukan berarti membuat turun semangat kita dalam membangun organisasi, tapi ini adalah motivasi buat kita. Semoga kedepannya organisasi yang kita cintai ini mempunyai taring, mempunyai gigi yang tajam, mempunyai kekuatan yang besar. Maka Insya Allah jangankan birokrasi kampus yang hanya lingkup kampus IAIN Kendari saja, tapi presiden Republik Indonesia ini bisa turut adil bersama-sama kita,” tambahnya.

Diakhir sambutanya, Iqbal berharap untuk ke depannya kader-kader Mahiscita tetap semangat dan kreatif, agar kedepannya kegiatan berikutnya bisa direspon oleh pihak birokrasi.

“Satu pesan buat kita semua jangan pernah berpikir bahwa organisasi yang kita cintai ini, hanya berdiam diri tanpa berpikir dan berbuat. Tapi justru jika kita diam dengan perlakuan yang kita rasakan sampai malam ini, untuk membuat sebuah inovasi, agar kedepan kegiatan yang kita selenggarakan setidaknya, birokrasi merespon dan bisa hadir bersama-sama” harap Iqbal Manrudda salah satu alumni Fakultas Syariah IAIN Kendari.

Dosen Sering Sakit Karena Selalu Memikirkan Mahasiswa Berambut Gondrong

Penulis : Tumming 

Dewasa ini, tak jarang kita melihat seorang mahasiswa yang berambut gondrong mendapatkan diskriminasi, baik itu dalam ruang intelektual kemahasiswaan maupun di lingkup masyarakat, mulai dari Rektor, Dekan, Dosen atau bahkan sesama teman-teman mahasiswa itu sendiri.  Oleh karena itu, penulis kemudian mencoba untuk menuangkan persepsinya mengenai fenomena yang masih sangat banyak diperbincangkan saat ini.

Pada kesempatan kali ini, penulis akan lebih terfokus kepada problematika gondrong dalam ruang intelektual saja (Dunia Mahasiswa), karena tekanan yang lebih dominan didapatkan oleh mahasiswa berambut gondrong yaitu pada saat berada didalam ruang lingkup tersebut. Juga kepada dosen yang sering sakit-sakitan karena terlalu sering memikirkan mahasiswa gondrong. Namun sebelum itu, penulis akan sedikit bercerita mengenai gondrong dan sejarahnya di Indonesia.

Sejarah Rambut Gondrong di Era Orde Baru

Berbicara persoalan gondrong, pada masa Orde Baru juga sempat dilarang. Alasannya karena Pemerintah ingin agar anak Indonesia dapat dibentuk menjadi anak yang penurut dan patuh terhadap orang tua seperti layaknya konsep keluarga di Jawa. Selain melarang anak muda berambut gondrong, juga melarang anak muda yang berambut gondrong untuk ikut berbaur dengan politik karena berbagai alasan, salah satunya dikhawatirkan mengancam pemerintahan Orde Baru. (Berarti aturan sebagai pembenaran untuk mempertahankan kedudukan dong? Aduuh RUSAK).

Saking seriusnya, pemerintah kemudian membentuk Badan Koordinasi Pemberantasan Rambut Gondrong (Bakorperagon) yang beroperasi di sudut kota dan daerah di Indonesia untuk merazia pemuda berambut gondrong.

Andi Achidan dalam pengantarnya di buku “Dilarang Gondrong: Praktik Kekuasaan Orde Baru Terhadap Anak Muda Awal 1970-an” (2010: vii), menyebutkan bahwa kebijakan yang melarang rambut gondrong bagi pemuda  pernah ditayangkan di TVRI tanggal 1 Oktober 1997. Selain itu, Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) Jendral Soemitro juga mengumumkan kebijakan itu dalam sebuah acara televisi yang berjudul “Bincang-bincang di TVRI”. Soemitro mengatakan bahwa, fenomena tersebut dapat menyebabkan keadaan acuh tak acuh yang dapat memancing meningkatnya angka kriminalitas di Indonesia.

Kriminalisasi Gondrong di Era Belanda

Aria Wiratma Yudishtira, penulis buku “Dilarang Gondrong: Praktik Kekuasaan Orde Baru terhadap Anak Muda Awal 1970-an” (2010: 107) pernah membahas hal ini. Dia mengungkapkan, kriminalisasi terhadap orang-orang berambut gondrong juga pernah dilakukan oleh Belanda selama periode revolusi pada tahun 1945-1949.

Hal tersebut juga diulas Sejarawan barat bernama Antonie, JS. Reid, dalam bukunya yang berjudul “Revolusi Nasional Indonesia” (1996: 89-92). Sejarawan tersebut menjelaskan, di tengah suasana Revolusi, muncul berbagai elit pejuang Indonesia yang berpenampilan eksentrik, seperti berambut panjang, berpakaian militer, dan menenteng pistol.

Dalam sejarah rambut gondrong disebutkan saat itu, penampilan dengan rambut gondrong dianggap oleh belanda sebagai musuh, bahkan juga diduga teroris  dan ekstrimis yang siap memberontak. Belanda menilai pasukan revolusioner di Indonesia sebagai kaum kriminal yang membahayakan.

Beda halnya dengan pendapat Ali Sastroamijoyo dalam biografinya yang berjudul “Tonggak-tonggak di Perjalananku” (1974: 198). Ali justru menggambarkan pemuda yang berambut gondrong dengan gaya yang urakan di Yogyakarta pada awal tahun 1946 sebagai kekuatan revolusi bangsa.

Gondrong dan Kampus

Berbicara soal pendidikan intelektual, maka substansinya adalah bagaimana kemudian disiplin ilmu yang disampaikan oleh seorang dosen itu dapat tersampaikan dan diterima dengan baik oleh mahasiswa, bukan persoalan bagaimana seharusnya mahasiswa berpenampilan dalam ruang pembelajaran di kelas.

Jika kita membandingkan antara mahasiswa yang bergelut di organisasi dan yang tidak, itu kemudian memiliki perbedaan yang begitu signifikan, baik dalam hal keilmuan, retorika diskusi dan lain-lain. Mengapa demikian? karena organisasi tidak mengungkung kadernya (Mahasiswa) untuk berpenampilan seperti ini dan itu untuk bisa mendapatkan ilmu. Artinya mahasiswa diberikan kemerdekaan dalam berpenampilan (free action).

Jika dikaitkan dengan rambut gondrong, maka tidak ada korelasi antara rambut gondrong dengan perkuliahan. Emangnya rambut gondrong nutupin pandangan mahasiswa yang lain saat kuliah? Kan nggak! Emangnya yang rapih itu bisa serapih pemikirannya? Kan nggak! Toh yang melakukan kasus pelecehan kepada mahasiswi di kampus kan rambutnya rapih,  yang melakukan korupsi proyek dalam kampus juga rambutnya rapih dan dosen yang melakukan provokasi antara mahasiswa dengan pihak fakultas demi satu kepentingan pun rambutnya rapih. Lantas kenapa kemudian yang berambut gondrong masih selalu dipermasalahkan atau para dosen takut akan dibuka kebusukannya oleh para mahasiswa yang berambut gondrong seperti pada masa Soekarno dulu?

Salah satu dosen yang saya temui mengemukakan alasannya, yaitu karena ingin menegakkan kode etik. Tapi ketika kemudian saya bertanya , “Pelarangan gondrong itu diatur dalam bab berapa, pasal berapa dan poin keberapa?” dosen tersebut kalang kabut mencari buku Kode Etik Mahasiswa yang berada di laci mejanya. “gak usah di cari pak, itu dibahas di Bab V, Pasal XIII Tentang Pelanggaran Ringan, Poin ke V” kataku. Lah gimana mau menegakkan kode etik kalau gak tau kode etiknya? Aduuh RUSAK!!!

Dosen Sering Sakit Karena Terlalu Banyak Mikirin Gondrong

Banyak orang yang memisahkan antara penyakit fisik dan mental. Seolah-olah apa yang terjadi di fikiran tidak berpengaruh sama sekali terhadap kondisi fisik kita. Padahal, sudah lama para ilmuan kesehatan menemukan bahwa pikiran dan kesehatan tubuh memiliki hubungan dua arah yang saling mempengaruhi.

Di ilmu Pengobatan Psikosomatis dijelaskan, bahwa apa yang terjadi di otak kita bisa mempengaruhi badan secara keseluruhan. Maka tidak heran ketika ada orang yang stress kemudian mengalami tegang leher. Kalau sakit kepala, bisa kemudian mengalami sakit lambung juga, karena ada interconectinon (keterkaitan).

Kalau kita ke dokter kemudian bertanya “Dok, saya sakit kepala” kemudian dokter berkata “Kamu ini sakit kepala karena banyak mikir”. “Betul, saya lagi mikirin mahasiswa gondrong yang ikut di kelas saya”. Tapi pertanyaannya, kenapa jadi sakit kepala? Karena dengan memikirkan mahasiswa gondrong itu, otak bekerja lebih keras. Stress karena mahasiswa gondrong itu karena persepsi yang muncul di otak kita adalah persepsi negatif. Ketika ada persepsi negatif, otak kita harus bekerja keras untuk beradaptasi dengan persepsi negarif itu. Otak kita selalu berusaha agar segala sesuatu menjadi seimbang. Ketika ada persepsi negatif, maka otak itu akan mencoba beradaptasi.

Jadi, bagaimana stress bisa merusak kesehatan tubuh kita? Ada quote dari Hans Style, “Bukan stress yang membunuh kita, tapi reaksi kita terhadapnya.” Karena masalahnya bukan di stress itu sendiri, tapi persepsi kita. Misalnya “Duh kenapa si gondrong itu masuk di kelas ini lagi?” atau “Kenapa dia belum memotong rambutnya.” Itulah yang menyebabkan badan mengeluarkan zat. Pertama, respon adrenalin meningkat. Adrenalin meningkatkan tekanan darah (Karena jantung menjadi makin berdebar), pembuluh darah menyempit, dan karenanya kepala kita menjadi tegang.

Dalam jangka panjang, kondisi seperti ini akan meningkatkan hormon stress, yang dinamakan koristol. Koristol adalah zat yang sifatnya oksidatif, merusak apapun didalam tubuh kita. Jika dia menempel di pancreas, dia meningkatkan insulin. Makanya, kalau ada orang stress bawaannya mau makan karena berfikir dia sedang membutuhkan energi.

Jika stresnya akut atau sementara, maka reaksinya juga sementara. Tetapi jika stresnya lama, maka reaksi tubuh juga akan lama dan yang lebih parahnya jika seseorang yang stress tidak tahu bahwa dia lagi stress, karena sudah terbiasa hidup stress.

Jika kita stress kelamaan, badan akan merespon dengan hal-hal yang kita tidak tahu sebagai bagian dari stress. Contohnya penyakit Dyspepsia atau gangguan lambung, in the long run, bisa muncul gangguan jantung, hipertensi dan diabetes.

Solusi Untuk Dosen

Jikalau ada dosen yang mengidap penyakit Gondrongphobiya membaca tulisan ini, penulis berharap dan berdo’a agar segera disembuhkan dari penyakit tersebut. Amiin.

Di dalam buku yang berjudul “Filosofi teras (Filosofi Stoa; Yunani-Romawi kuno yang telah ada sejak 2300 tahun yang lalu).” yang ditulis oleh Henri Manampiring mengatakan bahwa, jikalau ingin hidup anda bahagia, terbebas dari stress atau persepsi negativ, maka yang harus dilakukan adalah mengendalikan persepsi pemikiran kita.

Epictetus (Enchiridion) berkata, “ada hal-hal dibawah kendali (tergantung pada) kita, dan ada hal-hal yang tidak dibawah kendali (tidak tergantung pada) kita.” Prinsip ini disebut “Dikotomi kendali (Dichotomy of control). Bisa dibilang semua filsuf Stoa sepakat pada prinsip fundamental ini. Hal-hal apa saja yang masuk kedalam kedua definisi ini menurut Stoisisme?

TIDAK dibawah kendali kita:

  • Tindakan orang lain (Kecuali berada dibawah ancaman kita)
  • Opini orang lain
  • Reputasi/popularitas kita
  • Gaya /penampilan orang lain
  • Kondisi saat kita lahir, seperti jenis kelamin, orang tua, etnis, warna kulit, dan lain-lain.

DI BAWAH kendali kita:

  • Pertimbangan (judgment), opini atau persepsi kita.
  • Keinginan kita.
  • Tujuan kita.
  • Segala sesuatu yang merupakan pikiran dan tindakan kita sendiri.

Lebih lanjut, Epichtetus menjelaskan dalam buku Enciridion, “Hal-hal yang ada dibawah kendali kita bersifat merdeka, tidak terikat, tidak terhambat; tetapi hal-hal tang tidak dibawah kendali kita bersifat lemah dan milik orang lain. Karenanya, ingatlah jika kamu menganggap hal-hal yang merupakan milik orang lain itu sebagai milikmu sendiri… maka kamu akan meratap, dan kamu akan selalu menyalahkan para manusia karena tidak bersikap atau berbuat sebagaimana yang kamu mau.” Dalam bahasa gampangnya: siap-siap saja kecewa kalau kamu terobsesi dengan hal-hal di luar kendali kamu seperti perbuatan orang lain, penampilan orang lain, kekayaan orang lain dan lain sebagainya.

Saya rasa para dosen gak bodoh- bodoh amat ya… jadi gambaran solusinya cukup sampai disini. Bahwa persoalan rambut gondrong itu tidak berada dibawah kendali para dosen. Artinya bahwa anda tidak bisa memaksakan bagaimana mahasiswa berpenampilan sesuai dengan yang para dosen inginkan dan ini salah satu penyebab sehingga pendidikan di Indonesia masih tertinggal jauh dibawah Negara lain. Karena masih mengaitkan penampilan dengan proses pembelajaran.

Alasan klasik yang sering dijadikan pelarian dari realita bahwa dosen tersebut memang tidak suka melihat mahasiswa gondong entah karena ia pernah mendapat pengalaman yang buruk saat bertemu mahasiswa gondrong atau karena masah pribadi dengan mahasiswa gondrong sehingga kemudian menggeneralisasikan bahwa semua mahasiswa gondrong itu tidak baik  ialah  karena ingin menegakkan Kode Etik mahasiswa. pertanyaannya sederhananya adalah, apakah aturan yang termuat dalam kode etik (pelanggaran ringan) itu hanya persoalan rambut gondrong saja?. Nggak kan. Didalamnya juga termuat beberapa poin yang lain. Jadi jikalau ingin menegakkan kode etik, ya jangan setengah-setengah dong pak. Hehehe. Dan sebelum itu baca dan tegakkan dulu kode etik dosen.

Berdasar pada yang pernah penulis pelajari bahwa, salah satu tujuan dibuatnya sebuah aturan yaitu kemanfaatan. Berangkat dari azas kemanfaatan tersebut, Sekarang kita bandingkan poin ke-V (dilarang gondrong) dengan salah satu poin yang lain, yang tertuang dalam Kode Etik Mahasiswa Bab V Pasal XIII tentang Pelanggaran ringan. Contohnya dilarang mengendarai motor ngebut, yang dalam hal ini manfaatnya adalah agar terhindar dari kecelakaan. Lah kalau di larang gondrong manfaatnya apa? Yang dirugikan siapa? kan nggak ada. Penulis menginterpretasikan bahwa aturan ini dibuat atas dasar kerapian saja, sedangkan persepsi orang tentang kerapian itu berbeda beda setiap orangnya.

Yaah saya rasa sampai disini dulu aja yaa, nanti kita sambung di lain kesempatan. Dan semoga dosen bisa bersikap dengan lebih bijak setelah membaca tulisan ini. Amiin.

Note : Tumming adalah salah satu mahasiswa aktif IAIN KENDARI

Upaya Menumbuhkan Kesadaran Lingkungan, Melalui Film Dokumenter “Diam dan Dengarkan”

Reporter : Wahyudin Wahid
Editor : Al-izar

Objektif.id, KENDARI – Unit Kegiatan Mahasiswa Pers UKM-Pers Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari melalui kegiatan Kemah Literasi, menggelar diskusi film dokumenter Diam dan Dengarkan. Kendari, (15/10/2021).

Kegiatan diskusi film dokumenter  tersebut dilaksanakan di lapangan Gedung Olahraga IAIN Kendari, pukul 21.00 – 00.30 WITA.

Muh. Sulhijah selaku pemantik mengatakan, film ini bercerita tentang sejarah umat manusia kemudian masa depan umat manusia serta hubungan manusia dengan alam.

“Jadi, di awal film kita disuguhkan dengan sejarah umat manusia, mulai dari sapiens kemudain menuju homo deus sebagai proses ikhtiar manusia dalam menjaga hubungan antara manusia dengan alam”. Ungkap muh. Sulhijah saat memulai diskusi. Jum’at, (15/10/2021)

Menurutnya, dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, maka tentu ada ekosistem lain yang tergadaikan.

“Tanpa kita sadari, dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia maka merupakan suatu keniscayaan bahwa ada salah satu ekosistem yang tergadaikan, contohnya penambangan batu bara sebagai salah satu bahan utama pembuatan baterai smartphone. Yang artinya, ekosistem yang tergadaikan dalam hal ini adalah Hutan. Oleh karena itu, manusia sebagai konsumen mempunyai tanggung jawab untuk selalu melestarikan alam”. lanjutnya.

Selain itu, slamet fadilah sebagai salah satu peserta diskusi mengatakan, secara substansi ada satu poin penting yaitu, manusia dan alam adalah dua ekosistem yang seharusnya saling menguntungkan.

“Secara substansi general dari film yang telah kita saksikan bersama, saya melihat ada satu poin penting yaitu harus adanya simbiosis mutualisme antara manusia dengan alam. Artinya ketika dua ekosistem ini saling menguntungkan maka akan terjadi kestabilan didalam kehidupan” ungkapnya.

Dekan Fakultas Syariah IAIN Kendari, Bantah Tuduhan Pemalsuan Tanda Tangan Yang Dialamatkan Kepadanya

Reporter : Rizal Saputra
Editor : Elfira Wati

Objektif.id, KENDARI – Dekan Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari.  berikan klarifikasi atas tudingan pemalsuan tanda tangan yang dialamatkan kepadanya melalui media online, Jumat, (15/10/2021).

Dekan Fakultas Syariah mengaku tidak membenarkan tuduhan melakukan pemalsuan tanda tangan tersebut.

“Selama ini kami tidak melihat, bahkan tidak mengetahui adanya pemalsuan itu dan kalau praduga-praduga itu dari luar, kami mohon buktinya itu tunjukan sama kami. Saya yakin pemalsuan itu tidak ada,” kata Ipandang, kepada objiktif.id.

Lanjutnya, ketika pengambilan keputusan ditingkat fakultas, terlebih dahulu dirapatkan bersama.

“Ada refisi anggaran, itu pasti saya panggil semua karena putusan itu berdasarkan hasil rapat,” lanjutnya.

Menurutnya, tuduhan pemalsuan ini, telah mencemarkan nama baik IAIN Kendari.

“Pencemaran nama baik itu, sudah masuk memalsukan tanda tangan. Ini Institut ini yang dicemarkan bukan cuma fakultas syariah,” uangkapnya.

Dia juga sesalkan atas  kinerjanya oknum dosen yang merasa dipalsukan tanda tangannya tersebut, seakan tidak mendukung IAIN Kendari menuju UIN.

“Cuman karena dia kan jarang di fakultas, kita rapat paling lima menit lari lagi. Kamu tau sendiri kita akreditasi sampai jam tiga subuh. Mana dia, nda pernah nongol,” bebernya.

Tidak hanya itu, ketidak terbukaan dosen yang bersangkutan jika ada pemalsuan dalam tanda tangannya.

“Yang saya selalkan selama ini pihak yang bersangkutan tidak pernah menyampaikan kepada kami bahwa terjadi pemalsuan tanda tangannya,” sesalnya.

Sementara itu, Kasubak Adiministrasi Umum dan Keuangan Fakultas Syariah, La Ringga mengatakan kalau untuk pemalsuan tanda tangan wakil dekan itu tidak benar adanya.

“Kalau pemalsuan tanda tangan tidak ada, kalaupun ada tanda tangan wakil dekan itu kami sampaikan, kami koordinasikan, bahwa ada yang mau ditanda-tangan, Setiap kali kami hubungi dia datang sekalian dia paraf,” ungkapnya.

Lanjutnya, seharusnya kalau ada informasi seperti ini pastikan terlebih dahulu kejelasannya informasinya.

“Seharusnya kalau ada seperti ini di konfirmasi dulu, yang lebih tepatnya dibawakan datanya supaya jelas,” lanjut

“Kalaupun ada pemalsuan tanda tangan itu, kami juga bingung dari mana asalnya, siapa yang palsukan tanda tangannya. Hanya ini kan langsung beredar informasinya.

Menurutnya, hal itu secara tidak langsung merusak sendiri medianya.

“Secara tidak lansung sudah merusak citra lembaganya atau medianya sendiri,” tutupnya.

Pengurus LPS HI Fakultas Syariah, Resmi Dilantik

 Reporter : Andika
Editor : Omo

Kendari, Objektif.id – Dalam meningkatkan kualitas kader Lembaga Peradilan Semu Hukum Islam (LPS HI) menyelenggarakan Pelantikan dan Rapat Kerjar di Laboratorium Peradilan Semu, Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri(IAIN) Kendari. Selasa, (5/10/2021).

Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 5 sampai dengan 6 Oktober 2021 dengan mengangkat tema “Meningkatkan Kualitas Kader  Yang Produktik Dalam Mengembangkan  LPS HI”.

Puspita selaku ketua panitia  mengatakan, bahwa dalam mengembangkan LPS HI sebagai langka  awal dalam meningkatatkan kualitas kader yang produktif.

“Perlunya meningkatkan kualitas kader  yang produktif  sehingga bisa berdiskusi dan lain sebagainya untuk  kemudian dengan bekal kader yang berkualitas  sehingga mampu  mengembang LPS HI ini menjadi lembaga yang lebih baik kedepannya,” kata Puspita.

Senada dengan itu Ketua LPS HI Fakultas Syariah Jeklin Dermawan, mengatakan dalam sambutannya, Bahwa, dalam kegiatan ini semoga menjadi langkah awal yang kemudian akan mengkualitas kita sebagai mahasiswa dan kemudian  mengkualitaskan kita sebagai kader-kader dari LPS HI Fukultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari.

“Semoga seluruh pengurus dan anggota dapat bekerja sebagai satu sistem yang saling melengkapi,” kata jekling

Hal senada juga disampaikan oleh Wakil  Dekan III (WADEK III) Fakultas Syariah
Asrianto zainal, S.H, M.Hum. Berharap,  dengan adanya LPS HI ini bisa membuat mahasiswa Fakultas Syariah mahir dalam bidang hukum karena meraka akan dibina dalam lembaga ini.

“Dengan adanya LPS HI ini para mahasiswa Syariah akan mahir berpraktek di pengadilan, karena nantinya mereka akan dibimbing oleh pembina-pembina yang lahir dibidangnya,” harapnya.

Tanggapi Inventaris Hilang, DEMA: Tidak Hilang, Hanya Diamankan

 

Reporter : Rainan

Editor : Opik

KENDARI Objektif.id – Dewan Eksekutif (DEMA) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari membantah bahwa inventaris DEMA hilang. Inventaris tersebut tidak hilang tapi diamankan. Sabtu, (02/10/2021)

Sekretaris Jenderal DEMA IAIN Kendari, Syarif Hidayatulah menerangkan bahwa dirinya mengamankan komputer dikarenakan Sekretariat DEMA sudah tidak aman.

“Komputer itu saya amankan dan atas persetujuan Ketua DEMA karena pintu sekretariat mudah terbuka, kuncinya hilang,” ungkap Syarif.

Baca Juga: Lama Pasif, Inventaris Lenyap Tanpa Jejak

Hal ini dibenarkan oleh Ketua DEMA IAIN Kendari, Buyung M Rantau, Ia mengatakan bahwa sekretariat DEMA beberapa kali di bobol orang dan barang-barang didalamnya sengaja di hamburkan dan dikotori.

“Sekretariat itu selalu bersih dan terkunci. Sekitar bulan 7 ada keanehan, kursi hilang (komputer masih ada), ada yang sengaja buang air kencing di situ, dan ada noda-noda dilantai,” terang Buyung M Rantau.

Ia kemudian menambahkan, setelah dibersihkan sekretariat dikunci kembali karena masih pandemi, akan tetapi beberapa minggu kemudian pintu sekretariat terbuka, kunci dan gemboknya hilang. Maka dari itu Sekjen DEMA berinisiatif untuk mengamankan komputer dan itu atas persetujuannya.

“Bukan hilang atau dicuri tapi komputer diamankan oleh Sekjen dan sebelumnya sudah konfirmasi ke saya,” ujar Buyung.

Terakhir Ia menekankan bahwa kepengurusan Dema masih aktif dan berkegiatan.

“Sekretariat kosong bukan berarti kepengurusan mati,” pungkasnya.

Berdasarkan pantauan perskampusbiru.com sampai berita ini diterbitkan kondisi Sekretariat DEMA telah dibersihkan dengan inventaris lengkap didalamnya dan pintu terkunci.

HMI Se-Komisariat IAIN Kendari Gelar Maperca

(Foto bersama usai kegiatan Maperca. Foto: Muh. Aksan)

Reporter : Muh. Aksan
Editor : Rizal Saputra

Kendari, Objektif.id –Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Se-Komisariat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari menggelar Masa Perkenalan Calon Anggota (MAPERCA) di gedung PKM Lantai II. Sabtu, (2/10/2021).

Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 2 Oktober 2021 dan diikuti oleh 20 peserta ini mengangkat tema “Melahirkan pemimpin berkualitas dalam menjawab tantangan zaman melalui rahim HMI.”.

Ketua panitia Ibnu Qayyim mengatakan, bahwa Tujuan dari tema ini adalah membuka ruang atau rumah kedua kepada mahasiswa.

“Bahwa kami membuka ruang atau rumah kedua buat teman-teman mahasiswa yang ingin bergelut di himpunan mahasiswa islam. Agar calon anggota ini bisa menjawab tantangan zaman dan problematika saat ini,” ucapnya.

Senada dengan itu, Iwan Husein selaku Ketua Umum komisariat  Al-Ghazali mengatakan, tiga poin penting pada kegiatan maperca ini.

“Pertama, Ini sebenarnya terobosan awal yang kita lakukan di IAIN Kendari selama ini HMI di IAIN Kendari belum pernah melaksanakan yang namanya maperca. Padahal, dalam konstitusi jelas bahwa maperca itu harus dilaksanakan setiap komisariat. Kedua, Maperca ini adalah ajang untuk konsolidasi kepada adik-adik seluruh jurusan dan fakultas harus kita rangkul untuk memperkenalkan organisasi sejatinya penting sebagai penunjang akademis dikampus. Ketiga, untuk menyelamatkan adik-adik yang selama ini mereka belajar daring dan mempunyai banyak-banyak kelemahan pembelajaran daring tersebut untuk mengasah potensi mereka kita harus rangkul di maperca ini,” ucapnya.

Ia Juga berharap kegiatan maperca ini Tetap konsisten dan komitmen untuk mengembalikan tujuan mereka menuntut ilmu.

“Tetap konsisten, komitmen mengembalikan tujuan dari mereka belajar di kampus untuk bisa menuntut ilmu dalam hal ini bisa berbicara karna kuliah pada esensinya itu bisa berbicara nah untuk bisa berbicara kita harus berproses diorganisasi,” pungkasnya.

Lama Pasif, Inventaris Lenyap Tanpa Jejak

 

Tampak bagian dalam Sekertariat DEMA IAIN Kendari

 

Reporter : Rainan

Editor : Opik

KENDARI –  Sekretariat Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari kini kosong melompong yang tersisa hanya lemari, meja, dan kursi yang sudah tidak terurus. Jum’at, (01/10/2021).

Menurut kesaksian Harpan Fajar yang merupakan salah satu pengurus UKM Olahraga dan berkantor tepat disamping sekertariat DEMA tersebut mengatakan bahwa kepengurusan DEMA IAIN Kendari sejak lama memang sudah tidak aktif, sekretariat DEMA IAIN Kendari sudah lama tidak digunakan, setiap orang bebas keluar masuk sekretariat hingga kemudian inventaris didalamnya hilang diambil orang.

“Kemarin itu pernah inventaris tidak ada tetapi mungkin karena sempat ada kabar mau diangkat isu hilangnya (inventaris), maka dikembalikan sekitar dua minggu lalu sampai ada yang kerja administrasi di sini (sekretariat dema) tapi beberapa hari setelahnya, hilang kembali itu komputer sampai sekarang,” terang Harpan Fajar, Sekretaris Umum UKM-Olahraga.

Baca Juga : Dicari! Hilangnya Presma IAIN Kendari

Hal ini serupa dengan apa yang disampaikan oleh Ketua Umum UKK Menwa bahwa kepengurusan DEMA sudah tidak aktif dan inventaris di dalam sekretariat itu sudah tidak ada.

“Pokoknya saya datang itu sudah tidak ada mi itu komputer,” ujar Taufik Hidayat.

Tampak luar Sekertariat DEMA IAIN Kendari

 

 

Dilain sisi, Wakil Ketua DEMA IAIN Kendari mengatakan bahwa Ia tidak tahu menahu bagaimana hilangnya inventaris tersebut.

“Saya tidak tahu, tanpa adanya kabar, tiba-tiba saya datang berkantor sudah tidak ada alat (komputer, printer, stempel dll), di grup pengurus juga tidak ada yang membahasnya” terang Hendra Setiawan, Wakil Ketua Dema IAIN Kendari.

Menanggapi hal ini, Ketua Senat Mahasiswa IAIN Kendari, menyatakan bahwa hilangnya inventaris tersebut merupakan pelanggaran yang bahkan telah diketahui oleh pihak SPI. Selanjutnya,  pihaknya akan menyurati Warek III IAIN Kendari untuk segera menindak Dema IAIN Kendari.

“Dengan data dan bukti yang ada itu (DEMA) bisa diberikan sanksi yang sebanding,” ucap Sarman.

Sampai berita ini diterbitkan, Buyung M Rantau selaku Ketua DEMA IAIN Kendari belum bersedia memberi tanggapan.

Perempuan dan Keresahan Sosial

Oleh: Novia Arnila Damayanti

Ini hanya sebuah tulisan yang muncul dari keresahan pikiran dan berkecamuk di ruang rasa yang saya sebut perasaan.  Tulisan ini saya harap dapat merekontruksi kembali pemikiran pembaca, terutama yang bergerak dalam ranah perjuangan, aksi demontrasi maupun hal lainnya. Tetapi ini hanya menyangkut sebuah “ketulusan”.  

Saya hanya menyampaikan sebuah ketidak sukaan terhadap manusia yang bersifat hewani tak terkendalikan, dengan sebuah dalih perjuangan tetapi dengan tega memanfaatkan  orang lain demi kepentingan dirinya sendiri. Sebenarnya itu masalah dia,  tetapi ini akan berhimbas kepada generasi selanjutnya atau kaderisasi selanjutnya. Yang dengan dalih berjuang bersama melakukan konsolidasi massa dan memanfaatkan mereka, demi kepentingan individual atau kelompoknya sendiri.

Persoalan aksi massa atau massa aksi itu sendiri yang berjuang turun dijalanan dengan panas-panasan disertai kelaparan dengan dalih memperjuangkan, baik itu aspirasi rakyat maupun lainnya. ketika diperhadapkan dengan manusia yang bersifat hewani tak terkendalikan akan dengan mudah mengambil kesempatan dalam aksi itu.  Ketika seperti ini terus-menerus aksi yang dibangun hari ini, akan menimbulkan persepsi orang, bahwa  aksi atau perjuangan tersebut  dapat  dengan mudah untuk  dibeli dan orang tersebut dapat dengan mudah dikendalikan.

Mahasiswa  atau pemuda yang dengan perannya sebagai  agent of change, social control,  dan iron stock yang pada subtansinya adalah menjadi manusia yang bermanfaat.

Rosulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”

(HR. Ahmad, ath- Thabrani, ad- Dauqutni. Hadist yang dihasankan oleh al- Albani di dalam shahihul jami’ no:3289).

Pemuda, sadarilah bahwa di pundakmu masa depan bangsa dipertaruhkan. Karena, pemuda memiliki keistimewaan sendiri. Baik dari segi keberanian, semangat, kecerdasan, maupun dari kekuatan jasmaninya.

Pepatah arab  mengatakan: “syubhanul yaom, rijalul ghod” artinya bahwa pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan.

Sekarang permasalahannya adalah bagaimana mau mendapatkan seorang pemimpin yang baik dan mempunyai kapabilitas serta akhlak yang mulia, jikalau setiap tindak tanduknya adalah kepentingan pribadi atau kelompoknya saja, yang expertisenya atau keahliannya yaitu cari uang.

Kembali ke pokok pembahasan, sebenarnya ini hanya sebuah keresahan yang timbul dari gerakan mahasiswa atau  pemuda hari ini yang dengan tega menjual sebuah gerakan masa aksi dengan berdalih gerakan yang di bangun atas dasar  ketulusan  dalam berjuang.

“Tiadakah mereka mengembara di muka bumi sehingga mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka mengerti, dan mempunyai telinga yang dengan itu  mereka mendengar? Sungguh bukanlah matanya yang buta, tetapi yang buta ialah hatinya, yang ada dalam rongga dadanya. Qs Al-Hajj ( 22:46).

Ini adalah pukulan sebuah surah ke 22: 46 yang pada umumnya, hati mereka telah buta. Dengan pandainya mereka mengolah kata, dengan lantangnya mereka teriakkan keadilan, Padahal  diri mereka tidak lain  adalah   sebagai penjilat yang pada hari ini, sedang mengusai megaphone.

Apakah sudah tidak ada lagi sosok seperti  Mahatma Gandhi,  Nelson Mandela atau kita tengok ke Indonesia ada sosok Munir Said Thalib yang sampai akhir hayatnya betul-betul tulus dalam memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM) dan pejuang-pejuang tulus lainnya yang dengan ketulusan dalam berjuang?

Saya yakin masih “ADA”. tetapi sayangnya mereka hanya minoritas yang termarginalkan. saya berharap akan lahir sosok-sosok pejuang lainnya yang benar-benar tulus dalam berjuang. Baik itu menyampaikan aspirasi rakyat,  berjuang untuk kepentingan rakyat atapun mengawal pemerintahan.

Note:

Novia Arnila Damayanti adalah mahasiswa aktif IAIN Kendari Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah.       

Anotasi Kecil Sang Demonstran

(Merdeka. Foto: Istimewah)

Penulis : PH

Dengan hati yang masih rusuh dan luka yang masih mengaga, akankah mahasiswa mematung oleh hegemoni kekuasaan yang mencoba memotong lidah penyambung rakyat? Kemana slogan perjuanganmu? Kemana gerakan kemanusiaan yang kau tanam di sudut-sudut jalanan? Apakah kau lupa bahwa gerakan yang kau tanam harus tumbuh subur dengan gagasan yang dikemas melalui simbol-simbol perlawanan dalam menggulung tirani-tirani kekuasaan! Jangan engkau lalai akan sumpah mahasiswamu kawan.

Baca Juga: Akhirnya Kuliah Offline
Baca Juga: Dicari!!! Hilangnya Presma IAIN Kendari

Mahasiswa mesti berdiri di garda terdepan, dengan anotasi bukan sebagai kaum komprador tetapi sebagai pejuang ploletar. Sudilah kiranya agar mahasiswa tak mengagungkan kekuasaan. Dimanapun ada mulia dan jahat, ada malaikat dan iblis, ada malaikat bermuka iblis, ada iblis bermuka malaikat. Seperti itulah wajah kekuasaan. Satu yang penting, bahwa kekuasaan memiliki segala instrumen negara yang sewaktu-waktu siap untuk melakukan tindakan kriminalitas yang lebih ekstrem. Kalau mahasiswa mengetahui sudah akan keiblisan kekuasaan, ia dibenarkan berbuat apa saja terhadapnya, kecuali bersekutu.

Apakah kau takut kawan? Tentu tidak, sebab ijtihad tertinggi dalam memperjuangkan suatu kebenaran adalah kematian! Bahwa apa yang kemudian dikatakan Soe Hoek Gie dalam buku catatan seorang demonstran “kebenaran cuman ada di langit dan dunia hanyalah palsu, palsu”. Olehnya itu, jangan pernah ada ketakutan atas kematian karena keabadian kebenaran yang sesungguhnya sedang diperjuangkan tak lama lagi akan kita gapai.

Dalam negara demokrasi setiap individu dijamin kebebasannya untuk berkumpul, berserikat, menyatakan pendapat baik secara lisan maupun tulisan. Dengan demikian, tentunya tidak ada ketakutan terhadap diri kita. Apa yang mesti di takutkankan sih? Bahwa sangat jelas tidak hanya dalam konstitusi kita dilegitimasi memberikan interupsi kelaliman, bahkan alampun merestui perlawanan kita terhadap tirani kekuasaan.

Mahasiswa harus pandai membaca bahasa tubuh kekuasaan. Kekuasaan merayakan hak-hak kebebasan tetapi kekuasaan sendiri yang merobek-robek, mencabut akar hak kebebasan itu. Kekuasaan memuji demokrasi tapi kekuasaan juga yang memotong lidah seseorang yang berani menyatakan pendapat. Itulah kekuasaan, penakut dan arogansi.

Reinkarnasi para penghianat negeri yang gugur kini telah mekar dan masih berteriak-teriak menyebarkan kebohongan. Hanya pada kebenaranlah masih kita harapkan. Mahasiswa jangan tergiur dengan rayuan-rayuan, senyum kemunafikan kekuasaan sebab potensi sederhana lahirnya suatu pembungkaman terletak di balik sebuah senyuman.

Mahasiswa harus mampu menghidupkan kembali gerakan ekstra parlementernya yang keras dan bebal terhadap kekuasaan otoritarian sebab rakyat hari ini sedang dirundung krisis multidimensional. Idealis gerakan mahasiswa yang mesti dibangun bukan gerakan politik yang berorientasi terhadap kekuasaan. Namun, orientasi sejati ialah terciptanya nilai-nilai ideal kebenaran, keadilan, humanisme, profesionalitas, dan intelektualitas dalam seluruh aspek pengelolaan negara.

Sebuah istilah mempesona yang selama ini disematkan kepada gerakan mahasiswa. Mempesona karena berbicara tentang moral, berbicara tentang suara hati yang senantiasa merefleksikan kebenaran universal, menolak segala bentuk pelanggaran HAM, penindasan, kesewenang-wenangan, kedzaliman, dan otoritarianisme kekuasaan. Suara hati inilah yang memberi energi konstan dan kontinyu bagi pergerakan mahasiswa. Ya, kekuatan moral adalah kekuatan abadi yang takkan pernah mati selama masih ada manusia yang jujur dengan nuraninya.

Dulu di dalam mitologi Yunani ada seorang dewa yang paling filantropis, pelayan umat manusia sekaligus figur bagi mereka yang sakit akibat penderitaan. Berangkat dari peristiwa tersebut hari ini banyak yang memegang kekuasaan dan seolah-olah ingin mendeskripsikan diri mereka seperti dewa padahal sejatinya mereka adalah hama.

Kau, mahasiswa paling banyak harus selalu berteriak. Tahu kau mengapa di juluki sebagai penyambung lidah rakyat? Karena kau selalu tahu apa yang dibutuhkan, dirasakan, diderita, oleh rakyat. Suara perlawananmu atas tirani kekuasaan takkan pernah padam ditelan zaman, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.

Kekuasaan tidak pernah serius mengatasi konflik, baik konflik horizontal ataupun konflik vertikal yang melebar luas dengan berbagai problematika setiap harinya. Sehingga itulah, yang menafasi gerak perjuangan mahasiswa dalam membongkar kebusukan kekuasaan yang bersembunyi di balik kebhinekaan.

Mahasiswa harus mampu berfikir kritis dan bergerak secara holistic. Jangan sampai gerakan mahasiswa disusupi oleh kepentingan elit politik. Jika hal tersebut, terjadi maka nawa cita dan citra mahasiswa akan rusak dihadapan publik. Tidak sedikit mahasiswa yang gopoh gapah meminta bahkan cenderung mengemis terhadap birokrasi supaya akomodasi isi dapurnya selalu tersedia. Sebagai upaya prefentif, Mahasiswa harus menahan diri agar tidak tersugesti dengan giuran-giuran para elit kekuasaan yang mencoba menggiring mahasiswa masuk kedalam pusaran perbudakan penguasa yang mengakibatkan terbelenggunya analisis berfikir mahasiswa.

Mahasiswa harus tetap pada porosnya untuk menjadi lokomotif perjalanan kaum ploletar menuju kesejahteraan. Secara eksplisit, masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT tidak akan pernah terwujud ketika pelaku intelektualnya mengalami disintegrasi gagasan dalam memetakan berbagai ketimpangan sosial yang terjadi. Tak berhenti sampai di situ, mahasiswa tak patut jika mengganggap diri hanya sebagai fasilitator dalam  mendistribusikan gagasan. Lebih dari pada itu mahasiswa harus bisa menjadi pabrik kaderisasi yang bermutu agar tidak putusnya regenerasi pejuang kaum ploletar yang idealis.

Jalan sunyi perjuangan mahasiswa kelak mesti menjadi momentum azamat untuk memberi sinyal perlawanan terhadap angkara murka sang penguasa. Dalam pergerakannya mahasiswa harus lebih progresif lagi dari pergerakan yang sudah-sudah.

Mahasiswa akan terklaim sebagai penghianat rakyat apabila orientasi gerakannya ke arah yang pragmatis dan materialistis. Zaman sekarang kan, banyak mahasiswa selangkangan yang berteriak-teriak atas nama rakyat, tetapi secara paralel juga menghilangkan esensi perjuangan semboyan itu untuk mencari makan terhadap kekuasaan.

Mahasiswa bukan anak muda yang segar tubuhnya tapi mati pikirannya. Mahasiswa harus mampu mengambil resiko, melakukan gebrakan baru dengan penuh keberanian. Melawan segala aktivitas kekuasaan yang selalu mencoba menjerumuskan rakyat ke dalam jurang penderitaan. Terlalu sempit kalau mahasiswa hanya dikonotasikan dalam ruang – ruang perkuliahan saja yang tahunya hanya kuliah, tugas, kos, kampus, tempat foto copy, menghapal nama – nama dosen. Mahasiswa tidak boleh semu dan lupa akan jati dirinya.

Jika aktivitas mahasiswa seperti itu, mau jadi apa kamu sebagai mahasiswa? Agen of change atau agen of kacung? Pengacara, untuk mempertahankan hukum kaum kaya yang secara inheren tidak adil? Guru, untuk mengajar anak-anak kaum kaya, dan melupakan mereka yang tidak bisa bersekolah? Dokter, memberikan resep pola makan teratur dan bergizi terhadap kaum kaya sampai melupakan anak negeri yang terlunta-lunta mengemis di jalanan demi sesuap nasi? Arsitek, untuk membuat rumah nyaman bagi kaum kaya yang memangsa dan merampas tanah para petani sehingga mereka tinggal dan hidup di jalanan? Sekali lagi, sebagai mahasiswa kamu mau jadi apa kalau kerja mu hanya kuliah, tugas, kos, kampus? Perhatikan sekelilingmu dan periksa nuranimu!

Bersekutu dan bekerja sama dengan kaum tertindas untuk menghancurkan sistem yang kejam ini adalah tugas prioritas seorang mahasiswa.

Note : Penulis adalah mahasiswa aktif IAIN Kendari dan Salah satu kader HMI komisariat Al – Ghazali

Sultra Darurat HAM! Mahasiswa IAIN Kendari Inginkan 26 September Jadi Hari Nasional

(Suasana demonstrasi di pelataran Kampus IAIN )

Reporter : Renaldi
Editor : Rizal Saputra

Kendari, PerskampusBiru.com – Peringati tewasnya Yusuf dan Randi 26 September 2019 silam, Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari yang tergabung dalam Koalisi Mahasiwa Melawan (Kawan)  gelar aksi damai dengan berbagai tuntutan, Senin (27/9/2021).

Demonstrasi yang digelar Koalisi Mahasiswa Melawan (Kawan) tersebut, dilakukan di pelantaran Gedung Terpadu IAIN Kendari hingga menuju ke Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra).

Koordinator Lapangan (Korlap) Abdan dalam orasinya menyampaikan beberapa tuntutan yaitu: Pertama, Mendesak polda untuk segera menguak  siapa dalang dari pembunuhan tersebut. Kedua, kami menuntut kepada bapak DPR bahwa tanggal 26 September ini harus menjadi peringatan nasional yang setara dengan matinya munir. Ketiga, Polda dan Polri harus menjaga kaptimnas dalam mengawal demokrasi.

Di tempat yang sama Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Al-Gazali, Iwan Husain mengatakan, tujuan dari gerakan yang kami bagun hari ini menuntut keadilan atas wafatnya saudara kami Yusuf dan Randi, yang sampai hari ini belun ada kejelasan.

“hari ini, kita memperingati hari tertembaknya Yusuf dan Randy itu adalah matinya keadilan di negeri ini.  Maka yg kami lakukan gerakan ini bukan hanya untuk sekedar berteriak tapi untuk menuntut keadilan sampai hari ini siapakah dalang pembunuhan 26 september,” kata Iwan, senin (27/9/2021).

Menurutnya, Pemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara hari ini darurat akan Hak Asasi Manusia sebap kebebasan berpendapat  didalam Republik Indonesia itu tidak di jamin lagi dalam UUD.

“Penegak hukum sejatinya polisi itu adalah mereka  yang harus menegakkan UU yang senantiasa mengawal kebebasan berpendapat. Tapi realitas hari ini, mereka selalu membubarkan masa aksi bahkan pada 26 september hari ini, kita memperingati hari tertembaknya Yusuf dan Randy itu adalah matinya keadilan di negeri ini,” ungkapnya.

Senada dengan hal itu, Wakil Presma IAIN Kendari Hendra Setiawan menilai Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra) sebagai penegak hukum sudah lalai dalam menjalankan tugasnya.

“Aksi ini, Sebagaimana mestinya kita menginginkan hak dan keadilan yaitu  untuk teman-teman, Kapolda Sultra karena seperti kita lihat tidak melakukan sebagaimana tugasnya,” ujarnya.

Diakhir Korlap berharap, mahasiswa jangan bersikap masa bodoh terhadap persoalan gerakan yang kami bagun hari ini.

“Harapan saya kepada mahasiswa hari ini, jangan terlalu bersifat apatis ketika ada pergerakan-pergerakan, apa lagi pergerakan yang kami bangun adalah aksi moral aksi kemanusiaan karena pada dasarnya IAIN selalu berada dibagian depan ketika ada masalah-masalah diluar kampus.” Tutupnya.

UKM Seni IAIN Kendari Gelar Malam Sejuta Seni

Reporter : Andika

Editor : Elfirawati 

Kendari, PersKampusBiru.com – Upaya meningkatkan kreativitas anggota, Unit Kegiatan Mahasiswa Seni (UKM-Seni) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari menggelar Malam Sejuta Seni di Gedung PKM lantai II  IAIN Kendari. Sabtu, (25/9/2021).

Baca Juga: Berkarya Dengan Bahagia Ala Seniman Kampus

Kegiatan yang berlangsung pada pukul 20.00 WITA tersebut dengan bangga menampilkan sebanyak empat jenis pentasan di antaranya; teater, musik,  tari dan religi.

Ketua Umum UKM-Seni IAIN Kendari,  Masalin mengatakan bahwa kegiatan tersebut merupakan agenda rutinitas yang dilaksanakan selama dua minggu satu kali.

“Kegiatan ini merupakan program kerja UKM seni,” ucap Misalin.

Baca Juga: UKM-Pers Gelar Diskusi Film Dokumenter

Lanjut Misalin, malam sejuta seni ini iyalah implementasi dari latihan-latihan dari anggota UKM-Seni itu sendiri.

“Sebagai bentuk implementasi hasil karya dari teman semua. Jadi, apa- apa yang dipelajari, dilatihankan dan malam ini dipentaskan, ” lanjutnya.

Diakhir mahasiswa semester akhir ini, memyampaikan kegiatan Malam Sejuta Seni ini akan kami laksanakan dua minggu sekali.

“Selama untuk kedepannya tidak ada kegiatan besar di UKM-Seni ini, maka Malam Sejuta Seni ini akan kami lakukan dua minggu satu kali” tutupnya

Perlu diketahui bahwa penonton kegiatan tersebut tidak dibatasi akan tetapi, tetap menerapkan protokol kesehatan.