”Pendidikan bermutu itu mahal,” kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Oleh karena itu tidak asing lagi bahwa dewasa ini kita telah diperhadapkan masalah biaya pendidikan yang semakin mahal, bukan hal baru yang baru saja terjadi, problem ini telah menjadi topik perdebatan hangat dalam beberapa tahun terakhir. Banyak orang tua dan mahasiswa yang mengeluhkan biaya pendidikan yang tidak terjangkau harganya, merasa bahwa biaya pendidikan yang tinggi tidak sebanding dengan kualitas pendidikan yang diberikan, Pertanyaan yang muncul “apakah sebab pendidikan mahal saat ini karena mengutamakan kualitas atau bisnis ?” karena pada realitasnya dari hasil penelitian, program for international student assessment (PISA) 2022, menyatakan bahwa kualitas pendidikan kita saat ini masih tertinggal di banding dengan Negara lain.
Di satu sisi, biaya pendidikan yang mahal dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti biaya operasional sekolah, gaji guru atau dosen, dan fasilitas yang disediakan. Namun, apakah biaya yang tinggi tersebut selalu berarti bahwa kualitas pendidikan juga tinggi? Banyak sekolah dan universitas yang menawarkan biaya yang mahal, namun tidak memiliki fasilitas yang memadai atau tenaga pengajar yang berkualitas, seperti pada sebuah kasus yang belum lama terjadi yaitu aksi protes mahasiswa, Universitas Sumatera Utara yang menolak kenaian Uang Kuliah Tunggal (UKT), dan mengkritik fasilitas belajar yang buruk seperti ruang kuliah tanpa kipas dan AC, media belajar rusak dan toilet yang tidak bersih, tidak hanya itu mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman juga melakukan protes karena kenaikan UKT yang signifikan, hal ini tidak menutup realitas tentunya masih banyak lembaga-lembaga pendidikan yang merasakan hal yang sama namun belum terekspos.
Oleh karena itu perlu di pertanyaakan biaya pendidikan yang setinggi langit itu berdampak pada siapa? jika hal seperti ini terus berlangsung akan menimbulkan ketimpangan sosial antara masyarakat kelas atas dan menengah dengan masyarakat kelas bawah, karena untuk memperoleh akses pendidikan yang berkualitas harus dengan merogoh biaya yang besar maka akan sulit bagi masyarakat kelas bawah, karena pendapatan yang tidak sama antara pendapatan masyarakat kelas atas dan menengah yang lebih besar akan menjadi penghalang, tentunya keinginan setiap orang tua untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak mereka akan sulit direalisasikan karena biaya pendidikan yang mahal dapat menjadi hambatan bagi banyak orang untuk mengakses pendidikan yang lebih baik.
Dari berbagai uraian di atas sudah hampir masuk untuk menjawab pertanyaan pendidikan mahal, apakah kualitas atau bisnis ? namun merujuk pada problematika pendidikan kita saat ini belum ada jawaban signifikan yang mengarah pada kualitas, karena sejauh ini permasalahan pendidikan sampai saat ini masih sama, yaitu rendanya mutu dan kualitas pendidikan, oleh karena itu besar kemungkinan jawaban tersebut mengarah pada mahalnya pendidikan di karenakan bisnis, karena memang tidak menutup kemungkinan yang ada bahwa lembaga-lembaga pendidikan kita saat ini sudah termarjinalkan oleh kapitalisme barat, persepsi saya mengatakan bahwa memang hal ini memiliki korelasi yang sejalan, bisa di lihat dari tujuan kurikulum pendidikan yang berbasis pada kompetensi (KBK) tahun 2005 dimana peserta didik di rancang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.
Dugaan ini bukan tanpa alasan, dari investigasi jurnalistik menyatakan bahwa sistem pendidikan modern kita saat ini tidak lepas dari sistem pendidikan dunia yang di bangun oleh pengusaha terkemuka dari Amerika Serikat yakni Jhon D. Rockfeller, pendiri Standard Oil Company sebuah perusahaan minyak terbesar di dunia, dikenal sebagai tokoh besar dalam sejarah bisnis, namun sedikit yang mengetahui bahwa dia juga berperan penting dalam membentuk sistem pendidikan modern yang kita jalani hingga hari ini, apa peranya dalam membentuk sistem pendidikan modern saat ini? 1. yaitu mendanai riban sekolah melalui Rockfeller foundation, 2. Mengembangkan kurikulum yang terstruktur demi mendukung perkembangan industri, 3. Menciptakan sistem pendidikan yang menjadi standar global sampi hari ini.
Apa sebenarnya tujuan dibalik ambisi tersebut? Tujuan sistem pendidikan modern ini awalnya dirancang untuk menciptakan pekerja yang terampil demi memenuhi kebutuhan industri di era 1900-an. Hal ini sejalan dengan pernyataan diatas terkait tujuan dari KBK 2005 dimana peserta didik dirancang untuk dapat sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Oleh karena itu di lembaga pendidikan seperti sekolah kita diajarkan untuk mengikuti aturan, dan menghafal bukan untuk berpikir kritis, seperti yang dikatakan Rockefeller, “saya tidak mau bangsa ini memikirkan hal-hal besar, saya ingin bangsa ini menjadi pekerja.” Bukankah pernyataan seperti ini telah membawa perubahan besar dalam dunia pendidikan kita saat ini?.
Dalam opini saya, pendidikan mahal saat ini lebih mengutamakan bisnis daripada kualitas. Banyak lembaga pendidikan yang lebih memikirkan keuntungan finansial daripada memberikan pendidikan yang berkualitas kepada peserta didiknya. Dimana pendidikan sekarang terlalu transaksional dan tidak tranparansi, mungkin pernyataan ini akan sulit untuk di terima sebagian orang, namun realitasnya seperti itu privatisasi pendidikan oleh pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar.
Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial antara yang kaya dan miskin. Oleh karena itu, perlu ada pengawasan yang lebih ketat terhadap lembaga pendidikan
untuk memastikan bahwa mereka memprioritaskan kualitas pendidikan, bukan hanya keuntungan bisnis.
Seperti yang baru saja terjadi, di mana lembaga pendidikan tinggi keagamaan islam Universitas Islam Negeri (UIN) Makassar yang seharusnya menjadi tempat mencetak generasi emas pemikir masa depan bangsa, dan insan kamil justru menjadi tempat mencetak pundi-pundi uang palsu, hal-hal seperti ini akan membangun stigma negatif di masyarakat, dimana masyarakat secara alami akan tidak begitu percaya lagi dengan lembaga-lembaga pendidikan saat ini karena terlalu komersial dan lebih mengutamakan keuntungan daripada kualitas pendidikan. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membiayai?
Dalam hal ini Pemerintah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu namun disayangkan bahwa mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah terkait Rancangan Uundang-Undang (RUU) tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum, jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas.
Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN), dan ini dapat menjadi faktor masuk dan berkembangnya kapitalisme di dunia pendidikan yang ditandai dengan memberlakukan perilaku pasar bebas dan dunia bisnis di dunia pendidikan (sekolah). Maraknya pasar bebas didunia pendidikan, dilandasi pada suatu ideologi yang berangkat dari kepercayaan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya dapat dicapai sebagai hasil normal dari “kompetisi bebas.” Kompetisi pasar bebas merupakan suatu kompetisi yang agresif akibat dari terjaganya mekanisme pasar bebas. Kesemua keyakinan ini berangkat dari suatu pendirian bahwa “pasar bebas” itu efisien, dan pasar bebas diyakini sebagai cara yang tepat untuk mengalokasikan sumber daya alam yang langka, demi untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Pasar bebas dan bisnis yang berlaku di sekolah-sekolah semakin berkembang pesat, dengan banyaknya program baru yangsemakin menekan dan melumpuhkan orang tua sebagai wali murid dalam membiayai sekolah anaknya. Program sekolah itu berupa seperti adanya pengadaan kaos olah raga, study tour, daftar ulang, perubahan warna baju seragam sekolah setiap tahunnya, gantinya terbitan buku pelajaran setiap semester dan lain sebagainya, yang semua itu dikoordinir oleh pihak sekolah. Program tersebut dilandasi atas alasan untuk meningkatkan kualitas anak didik dan untuk mempermudah jalannya sistem pendidikan di sekolah, tapi dibalik itu semua terdapat adanya dunia bisnis, dimana seorang guru dan lembaga berfungsi sebagai birokrasi perusahaan dengan mendapatkan keuntungan yang besar.
Semua praktisi bisnis di sekolah itu berjalan lancar karena kolusi antara pengusaha (industri wisata, penerbitan, tekstil, asuransi, sepatu dan lain sebaginya) dengan penguasa maupun pelaksana pendidikan, yang mana pastinya mereka mendapatkeuntungan yang sangat besar dari praktisi bisnis tersebut. Lain halnya dengan masyarakat yang menjadi korban, dengan adanya program-program tersebut, mereka semakin terlumpuhkan dan tertekan dengan biaya sekolah. Sehingga mereka selalu dihantui rasa takut dengan biaya sekolah yang mahal dan keputusasaan dalam menuntut ilmu.
Dalam kesimpulan, pendidikan mahal saat ini lebih mengutamakan bisnis daripada kualitas. Oleh karena itu, perlu ada perubahan dalam sistem pendidikan untuk memastikan bahwa kualitas pendidikan menjadi prioritas utama, bukan keuntungan finansial. Karena jika Jika pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Perancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak sekolah yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Oleh karena itu Pemerintah dan lembaga pendidikan seharusnya bekerja sama untuk memberikan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau bagi semua orang.