Pada Sabtu, 11 Oktober 2025, lepas tengah hari, sekitar pukul 14.40, kami melaksanakan rapat redaksi di halaman objektif. Meski dengan jumlah anggota seadanya, agenda tetap berjalan sebagaimana terjadwal—pembahasan evaluasi tulisan.
Hari itu tak hanya rapat redaksi semata. Sembari evaluasi berjalan, kami juga sedang menunggu kedatangan Menteri Agama, Nasaruddin Umar ke IAIN Kendari.
Lawatan perdananya ke kampus ini terbagi menjadi dua agenda; yang pertama meresmikan gedung laboratorium multimedia, kedua untuk peletakan batu pertama pembangunan Masjid Baitul Hikmah. Menanti sejenak kehadiran Menag, kami terus melaju pada pembahasan rapat.
Kalau boleh mengklaim, yang jujur dari rapat-rapat keredaksian adalah keterbukaan untuk saling mengoreksi. Dan sudah sepatutnya dapur keredaksian harus seperti itu. Jika rembuk isu tertutup dan sembunyi-sembunyi, kemudian tiba-tiba setuju secara sepihak, sepertinya itu paling lazim dilakukan pada mereka yang sering mengaku mewakili rakyat.
Singkat cerita, pukul 17. 17, adegan mata melotot, muka memerah, dan urat leher tegang mengencang—turut meramaikan suasana. Meski begitu, hal tersebut sudah biasa terjadi, rapat tetap berjalan secara demokratis dan kondusif.
Untungnya suasana rapat tak berubah menjadi pertunjukan akrobatik meja terbang dan kursi menduduki kepala, seperti yang berlangsung saat Muktamar Partai berlogo Ka’bah, 27 sampai 29, September 2025 lalu.
Sebelum ditegur Masjid, pada 17.48 rapat berakhir dengan senang—tak ada kerusuhan, tak ada kekerasan. Sebab tindakan itu tidak mungkin didalangi oleh kelompok yang hanya dipersenjatai pena dan kata-kata.
Setelah rapat selesai, salah satu peserta, Arya, sebut saja begitu. Ia telah lengkap dengan rompi, id card, dan kamera ditangan kanannya, sedang bersiap menuju laboratorium multimedia—tempat Menteri Agama, akan meresmikan gedung sekaligus menyampaikan sambutan.
Menghadirkan menag di kampus ini bisa dikatakan sebagai upaya kolektif birokrasi kampus memoles citra dikala berbagai sorotan dan aspirasi mahasiswa yang tidak terserap.
Salah satu isu yang sempat disoroti mahasiswa adalah janji rektor yang tak kunjung terealisasi terkait pembangunan taman Ruang Terbuka Hijau (RTH). Baca Objektif.id: Janji Rektor IAIN Kendari Renovasi RTH Hanya dimulut.
Sekitar 18.50, Arya yang baru pulang selepas liputan, tiba-tiba merangsek kedalam ruang pengurus sambil tertawa, matanya yang menyempit dan mulutnya yang terbuka lebar membuat pimpinan redaksi dan admin media sosial objektif ikut mengiringi tawanya.
“Rektor disinggung soal rumput disambutannya Menag, kata Arya yang kegirangan membagikan ceritanya itu.
Memang, dalam sambutannya, Menag turut menyampaikan keadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang perlu penataan.
“Pak rektor mudah-mudahan nanti tamannya ini diatur sedemikian rupa, Jangan rumputnya lebih gondrong ya,” kata Menag Nasaruddin, lalu disambut riuh tertawa peserta yang hadir. “Kalau ini ditata sedemikian rupa, kita nanti akan menjadi kampus yang tercantik ya.”
Menang RI saat berkunjung ke IAIN Kendari, dalam rangka peresmian gedung lab multimedia dan peletakan batu pertama masjid Baitul Hikmah.
Sambutan tersebut, membuat perasaan redaksi objektif tergelitik. Sesuatu yang pernah ditanyakan ternyata diungkapkan juga oleh menag. Perkara yang pasti tak disangka-sangka oleh rektor IAIN Kendari akan keluar dalam kesempatan itu. Bahkan riuh tawa civitas akademika kampus saat sambutan perihal kebersihan, itu tidak semestinya ditunjukan. Walau demikian, kami sangat mengapresiasi pak Menag yang telah mengingatkan rektor soal kebersihan dan penataan taman.
Yang menggembirakan hari ini bukan hanya sekadar kehadiran seorang menteri di kampus. Lain daripada itu, adalah pernyataan menag tentang RTH yang seolah-olah menjadi afirmasi ketidakpercayaan mahasiswa kepada Husain Insawan.
Bayangkan, secara internal teguran menag itu sudah pernah dilayangkan dalam bentuk tekstual liputan objektif. Bagaimana kebutuhan mahasiswa akan kondisi RTH yang lebih baik sudah lebih lama digaungkan.
Tampaknya, kekuatan dan hukum alam semesta bekerja dengan semestinya. Sebab kritik mahasiswa terhadap sikap tak acuh rektor, dibantu kembali oleh menag dalam sambutannya tadi.
Keinginan yang kuat dari narasi mahasiswa dan dukungan pernyataan dari menag, mengingatkan kita pada Soekarno, “Bila keinginan sudah kuat, maka niscaya akan ada bantuan yang tidak pernah kita duga dari mana asalnya.” Karena mahasiswa tak didengar saat memberikan masukan, maka konteks posisi menag disini sebagai bala bantuan dalam menyadarkan rektor perihal janjinya dulu saat baru dilantik.
Padahal sudah berkali-kali kami menanyakan kelanjutan janji itu kepada rektor, namun jawaban yang datang selalu sama, “Masih dalam tahap perencanaan.” Dan bagi kami , kalimat itu sudah menjadi semacam mantra birokrasi—diulang-ulang tanpa ujung hingga tak pernah berubah menjadi tindakan.
Semoga saja rektor tak berpikir untuk mengerjakan janjinya itu pada periode kedua ketika menjabat lagi. Meski optimis, kami berpandangan hal itu terlalu mendahului kuasa Tuhan. Tak akan ada yang menduga apakah ia masih akan menjadi rektor nantinya.
Seperti halnya sambutan menag, siapa yang menyangka ia akan menyinggung perihal rumput. Mestinya yang pernah berjanji harus lebih konsen dan komit dengan apa yang dikatakan.
Pak menag Umar saja yang tak pernah mendengar janji rektor memperlihatkan perhatian yang begitu besar, apalagi mahasiswa yang secara terang dijanji, pasti kami akan terus berisik sampai menang.
Selain Menteri Agama dan Rektor, nama lain yang dipakai adalah nama samaran.