OPINI : Berdalih Demokrasi, Kampus Justru Membungkam

Objektif.id – Pembatasan kampus terhadap hak suara mahasiswa menjadi perhatian utama. Kampus, yang seharusnya menjadi lumbung ide dan suara kritis mahasiswa, justru berubah menjadi penjara pemikiran.

Namun, dengan membatasi hak suara mahasiswa, kita telah mencabut mikrofon dari tangan mereka dan memaksa mereka menjadi penonton pasif dalam drama besar kehidupan kampus.

Membatasi hak suara membuat mahasiswa tidak dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di kampus itu sendiri dan kemungkinan besar akan mengurangi keinginan mahasiswa untuk mengikuti kegiatan yang diadakan oleh kampus.

Seperti dilansir Sketsaunmul.co, peristiwa yang terjadi di Universitas Indonesia (UI) Tahun 2021 lalu, jagat maya dihebohkan oleh sebuah meme kontroversial yang menampilkan sosok Presiden Joko Widodo dengan mahkota di kepala, bergelar ‘King of Lip Service’. Foto satir ini memicu badai kritik yang dahsyat, mengguncang istana dan memicu perdebatan sengit di seluruh penjuru negeri.

Komentar pedas, dukungan fanatik, hingga ancaman berbaur menjadi satu, menciptakan suasana yang memanas dan penuh ketegangan.

Banyak pihak dari berbagai kelompok oposisi juga menilai tindakan mahasiswa ini melanggar Aturan Kritik dan Berpendapat, serta bisa dituntut sesuai dengan pelanggaran UU ITE.

Di sisi lain, ada yang mengatakan bahwa hal itu sebagai upaya untuk mengungkap realita pahit Indonesia. khususnya bagaimana jerat hegemoni membungkam suara kritis mahasiswa, meredam semangat muda yang haus akan kebebasan. Ini bukan sekadar narasi, ini adalah jeritan hati yang ingin didengar.

Hal serupa juga terjadi pada tahun 2017 yang dialami Zaky Mubarok, Ketua BEM Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Birokrat mengancam akan memulangkan Zaky ke orang tuanya. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh gerakan solidaritas mahasiswa UNY yang terjadi di halaman gedung rektorat UNY beberapa waktu lalu.

Dalam aksinya, para pengunjuk rasa menuntut beberapa poin, di antaranya transparansi Uang Kuliah Tunggal (UKT). Sayangnya, aspirasi para mahasiswa ini tidak mendapatkan respon yang memadai dari pihak kampus.

Inilah dua kejadian yang terjadi di kampus terkait pembatasan hak suara, dan hal ini masih marak terjadi hingga detik ini. Dengan membatasi hak suara mahasiswa, kampus melanggar prinsip dasar dan menghalangi terciptanya lingkungan yang demokratis.

Kampus yang demokratis adalah kampus yang memberikan kebebasan berekspresi kepada mahasiswanya. Bayangkan sebuah kampus di mana mahasiswa bebas berdebat, mengkritik, dan mengajukan pertanyaan. Itulah gambaran kampus ideal. Namun, saat hak suara dibatasi, kita justru menciptakan lingkungan yang lebih menyerupai barak militer daripada rumah belajar.

Dalam hal ini, pemerintah berperan penting untuk menjamin hak setiap warga negara, termasuk mahasiswa, memiliki panggung yang sama untuk menyuarakan pendapatnya. Ketika saja pemerintah abai terhadap hak suara mahasiswa, maka kita sedang menyaksikan benih-benih otoritarianisme tumbuh subur di tanah air kita. Ini adalah ancaman serius bagi masa depan demokrasi kita.

Melibatkan mahasiswa dalam pengambilan keputusan menjadikan kampus sebagai tempat yang lebih baik untuk belajar dan berkembang. Mahasiswa bersuara, Bangsa berjaya.

 

Penulis: Novasari
Editor: Andi Tendri

Ketua Senat dan Pengagumnya

Objektif.id – Jahar Angkasa Seorang Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa atau senat kampus. Laki-laki itu adalah sosok mahasiswa teladan. Sebagai ketua senat Jahar terkenal karena kepiawaiannya dalam berlagak aneh dan agak kritis sehingga mengundang orang dalam memberikan argumen banyak tentang dia.

Selain itu, Jahar juga menjadikan Gedung Ormawa sebagai salah satu tempat rumah keduanya di kampus sekaligus tempat belajarnya. Ia bahkan sesekali tidak pulang ke rumah dalam beberapa minggu terakhir, karena menghabiskan waktunya di kampus bersama beberapa teman-teman Ormawa yang juga ikut terlibat dalam kegiatan kampus.

Jahar adalah mahasiswa dari prodi Biologi Fakultas Keguruan Universitas Pancasila. Sebagai seorang senat memang tidak sesibuk anggota BEM. Akan tetapi, tetap saja menjadi mahasiswa merangkap anak organisasi bukanlah hal yang mudah. Jahar dituntut untuk bisa mendedikasikan dirinya menjadi mahasiswa yang dapat memberikan contoh baik oleh mahasiswa lainnya. Beberapa kali menjadi pengisi seminar kemahasiswaan juga perwakilan kampus untuk beberapa urusan.

Selain sibuk dengan kuliahnya dan kegiatan kampus. Jahar juga punya teman dekat yang namanya Mia. Mia adalah mahasiswi dari prodi Ekonomi dan Bisnis. Jarang ada yang tau kedekatan mereka. Mereka memiliki hubungan yang cukup akrab walaupun, selama ini Jahar jarang mengajaknya jalan. Mia sendiri adalah junior Jahar di kampus. Awal perjumpaan mereka terbilang cukup berkesan. Saat itu Mia yang merupakan mahasiswi baru  mengikuti serangkaian kegiatan ospek universitas, yang mana Jahar menjadi salah satu panitia pengawas yang mendampingi BEM dalam menjalankan program kerjanya, Pengenalan Lingkungan Kampus atau ospek.

Ketika itu Mia yang sedang duduk di taman menunggu temannya dan kebetulan Jahar lewat sambil menyapa kepada salah satu mahasiswi yang tidak lain adalah Mia. Pada saat itu juga mereka mengobrol satu sama lain. Namun siapa sangka, itu adalah awal dari segalanya.

Sejak kenal dengan Mia, Jahar memang sering dibantu dalam hal apapun, termasuk dalam mengerjakan tugas, begitu juga dengan Mia, karena mereka memiliki hobi yang sama. Mia punya hobi membaca dan sering kali Mia membaca buku-buku milik Jahar, dari situlah mereka saling membantu satu sama lain. Apalagi sekarang ini Mia sementara sedang mendaftar dalam tahap seleksi pertukaran mahasiswa di Thailand. Meskipun, pengumumannya belum keluar. Ia tampak masih bisa tersenyum tipis walau masih ada sesuatu yang mengganjal di kepalanya yang membuatnya gelisah sejak beberapa hari kemarin.

Karena sudah dari dulu, ia sangat ingin mengikuti program pertukaran pelajar di luar negeri. Alasannya, karena ingin mencari suasana baru. Dan kebetulan kampus membuka pendaftaran bagi mahasiswa-mahasiswi yang ingin mengikuti program tersebut dengan berbagai persyaratan seperti IPK dan sudah lulus IELTS.

Alhamdulillah dia berhasil mendaftar dalam program tersebut. Begitupun juga dengan Jahar. Ia juga mendapat tugas dari pihak kampus untuk mengikuti kegiatan kampus diluar kota. Mereka akan sama-sama tidak saling bertemu untuk beberapa bulan ke depan akibat studi yang harus mereka laksanakan masing-masing.

Perpisahan akan mungkin memisahkan kita, tetapi jarak dan waktu akan selalu ada untuk kita bertemu kembali. Ketika kita sibuk meraba perasaan, mempertanyakan apakah itu cinta atau sekedar rasa nyaman, saat itulah kita tidak pernah tahu, kehilangan mungkin saja sedang berada dekat dengan kita.

Penulis: Nining Hastuti

Editor: Muh. Akmal Firdaus Ridwan