Kita, Takdir yang Mempertemukan

Objektif.id – Suasana kampus begitu ramai saat hari pertama perkuliahan. Di antara ribuan mahasiswa yang bergegas menuju gedung perkuliahan, ada dua mahasiswa yang tak sengaja bertabrakan di tengah jalan. Mereka saling meminta maaf dengan wajah yang canggung. Pandangan mereka bertemu, dan dalam detik itu pula takdir mempertemukan mereka.

Siapa sangka, mahasiswa laki-laki yang bertubuh tinggi dan berambut hitam lurus itu ternyata bernama Farhan. Sedangkan mahasiswi perempuan itu mendadak jantungnya berdebar tidak karuan yang bernama Aisyah. Mereka sama-sama mahasiswa baru yang memiliki impian besar untuk masa depan mereka.

Mereka memiliki jadwal perkuliahan yang serupa di beberapa mata kuliah. Karena itu, mereka mulai akrab satu sama lain. Mereka sering bertemu di ruang kuliah, perpustakaan, atau di antara anak tangga saat menuju kelas. Percakapan demi percakapan memperkuat rasa kebersamaan mereka.

Waktu berlalu begitu cepat, sudah satu tahun mereka menjadi teman sekaligus sahabat. Farhan dan Aisyah sudah saling mengenal satu sama lain begitu dalam. Mereka saling mendukung di saat sedang down, meraut senyum di saat sedang senang, dan menatap yakin di saat keduanya meragukan kemampuan mereka sendiri.

Namun, pada suatu malam yang hujan, takdir membawa mereka ke momen yang menentukan. Farhan pergi ke kafe tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama untuk belajar, dan Aisyah pun sudah menantinya di meja biasa mereka duduk. Namun, Farhan terlambat. Ia terjatuh dari sepedanya, dan mengalami patah tangan.

Aisyah yang merasa cemas tak bisa menahan diri dan segera berlari ke jalan untuk mencari keberadaan Farhan. Ia menemukan Farhan yang tergeletak di atas jalan.

Aisyah menangis dengan air mata campur hujan, ia memberinya harapan dan mengatakan, “Kau tidak perlu khawatir, Farhan. Aku di sini untukmu, kita bisa mengatasi ini bersama.”

Mereka tersenyum setelah melalui perjalanan panjang yang tak pernah mereka duga sebelumnya. Farhan bertanya kepada Aisyah, apakah ia telah menjadi kekasihnya selama ini.

Aisyah menatap Farhan dengan tegas dan menjawab, “Kita adalah takdir yang saling mempertemukan, Farhan. Lebih daripada sekadar kekasih, kita adalah sahabat sejati yang saling menguatkan dan memperjuangkan mimpi kita.”

Setelah perjalanan yang penuh liku dan ujian, Farhan dan Aisyah lulus dengan predikat terbaik dan meraih impian mereka masing-masing. Mereka mengikat janji untuk terus melangkah bersama, melewati setiap rintangan, dan meraih semua yang mereka impikan dengan tulus dan saling mendukung.

Cinta mereka tak sekadar tentang asmara, tetapi juga tentang ikatan yang kuat sebagai sahabat. Mereka percaya, takdir mempertemukan mereka untuk membantu satu sama lain tumbuh dan berkembang, serta menjadi sosok yang selalu ada di saat bahagia maupun duka. Kehadiran mereka saling melengkapi dan memberi semangat untuk melangkah maju.

Akhir kisah ini bukanlah tentang kesempurnaan hidup mereka, tetapi tentang ketulusan dalam berbagi dan mengasihi. Farhan dan Aisyah adalah bukti hidup bahwa persahabatan sejati bisa menjadi kekuatan yang tak tergoyahkan dalam menghadapi semua perjalanan hidupnya.

Penulis: Nana

Editor: Melvi Widya

Katamu, Kita Abadi

Ingin kudedah aksara dalam puisimu itu, agar aku tahu adakah diksi nirmala yang lainnya.

“Katamu, Kita Abadi”

Ingin kusudahi puisi cinta darimu, ingin sekali rasanya…

Ingin kuhentikan pikiranku tentang dirimu, tentang isi di kepalaku yang terus-menerus menghantuiku

Ingin kumelupa, sampai aku tak tahu apa arti puisi cinta darimu itu

Lalu aku pun lupa bahwa ada diksi nirmala itu untukku

Katamu, kita abadi, tak lekang oleh waktu seperti penyair-penyair puisi lainnya juga seperti puisi Eyang Sapardi yang katanya, kita abadi

Namun, kenyataannya kita hanyalah temu yang bersemu dalam peluh

Yang kenyataannya, kita hanyalah sepasang jiwa yang rengkuh dalam dekap yang memburu namun, saling acuh

Kenyataan ini begitu angkara

Tapi, bukankah itu lebih baik?

Ingin kudedah aksara dalam puisimu itu, agar aku tahu adakah diksi nirmala yang lainnya

Atau adakah yang lebih dari puisi eyang Sapardi yang katanya kita abadi?

Adakah yang lebih dari itu?

Agar aku menitik di tiap bait puisi cinta darimu

Agar kuhentikan duka nestapa ini di destinasi adiwarna berbau angkara

Lalu menepi, menghilang tanpa jejak dan kebebasanku atas bayang-bayang dirimu tak sekadar sebuah diksi.

Penulis: Elf
Editor: Redaksi

Dilema Asmara : Cinta Atau Obsesi

Objektif.id – Di zaman sekarang ini atau kita sebut saja masa the end game, tentunya kita tidak asing dengan para kaum muda-mudi yang sedang dimabuk asmara. Mulai dari para remaja hingga anak-anak pun sudah mulai merasakan yang namanya asmara. Hebat sekali bukan? tentu hal tersebut tidak terlepas dari penggunaan sosial media yang tidak dibatasi oleh umur.

Dapat dikatakan pikiran kaum muda masih sangat tidak stabil (labil). Di saat ingin menjalin hubungan mereka cenderung mengatakan “memilikinya adalah anugerah atas cinta”. Untuk definisi cinta sendiri sebenarnya tak dapat dideskripsikan seperti apa itu cinta?; what is the Love? bisa jadi apa yang dimaksudkan dari kutipan tersebut hanyalah sebuah perasaan obsesi semata. Kelabilanlah yang membuat kaum muda ini bertindak nekat atas pasangannya, dimulai dari sebuah ancaman hingga berujung aksi pembunuhan.

Berdasarkan laporan World Healt Organisation (WHO) Global Health Estimates, di tahun 2016 lalu, memperkirakan jumlah kematian terdapat sekitar 793.000 jiwa di seluruh dunia, dan bunuh diri menjadi penyumbang 1,4 persen serta berada di rangking ke-18 penyebab kematian terbanyak. Di indonesia sendiri, dalam kasus pembunuhan terutamanya di kalangan remaja dilansir dari catatan Komisi Nasional (Komnas) perempuan di tahun 2020, sekiranya ada 92 kasus pembunuhan terhadap pacar dan 47 kasus pembunuhan terhadap mantan pacar.

Masih banyak lagi peristiwa seperti ini terjadi pada hubungan asmara kaum muda di dunia hanya tidak terekspos saja. Berawal dari kata “Putus” hingga menjadi sebuah kasus. Sungguh sangat miris dan dahsyat sekali gelombang asmara ini memporak-porandakan hati, pikiran dan jiwa para kaum muda sehingga mereka tak dapat berpikir dengan jernih dan matang.

Teruntuk kalangan muda-mudi Indonesia sekaligus generasi penerus bangsa, patutlah kita tidak termakan arus gelombang asmara, karena jika mengikuti arus tersebut yang ada kita hanya akan kehilangan akal sehat dan membuat mental kita lemah. Persoalan asmara cinta dan lain sebagainya biarlah jadi urusan belakang. Biarkan pikiran, hati, dan jiwa kita terlebih dahulu stabil. Karena bahkan orang dewasa pun masih banyak ditemukan kelabilan dalam dirinya akibat asmara, apalagi kita yang masih muda.

Fokuslah terlebih dahulu pada pendidikan dengan mengasah ilmu pengetahuan serta minat dan bakat yang dimiliki agar berguna di masa depan yang tentunya menguntungkan diri sendiri dan orang disekitar kita. jadi, ayo kita sama-sama mengembangkan diri menjadi lebih baik. Perasaan Asmara memang indah sekaligus juga mengerikan jika tidak diselingi dengan akal sehat.

happy new year!!!

Penulis : Tesa ASN
Editor: Redaksi

“Penulis adalah salah satu mahasiswa aktif Institut Agama Islam Negeri Kendari dan merupakan kader aktif UKM Pers IAIN Kendari angkatan 22”