Konflik Iran Israel Berpotensi Sebabkan Turbulensi Ekonomi Global

Objektif.id — Serangan militer Israel terhadap Iran kembali memicu ketegangan global. Pemerintah Israel menyebut serangan tersebut sebagai langkah pencegahan terhadap dugaan pengembangan senjata nuklir oleh Iran. Tel Aviv mengklaim bahwa Iran telah melanggar komitmen dalam Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT) sehingga Israel menganggap situasi ini sebagai kondisi darurat.

Namun, klaim tersebut tidak mendapat dukungan dari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Lembaga itu menyatakan tidak menemukan bukti pelanggaran terkait program senjata nuklir oleh Iran, sehingga menimbulkan keraguan terhadap alasan Israel dalam melancarkan serangan tersebut.

Konflik ini menimbulkan korban jiwa dikedua belah pihak dan memicu kekhawatiran internasional akan eskalasi lebih lanjut. Situasi ini menandai salah satu titik paling genting dalam hubungan kedua negara dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu ekonomi global juga akan terguncang akibat pecahnya perang kedua negara.

Ketegangan terus memburuk sejak serangan awal Israel pada Jumat, 13 Juni 2025, yang merusak Ibu Kota Iran, Teheran. Sebagai balasan, Iran meluncurkan rudal dan drone yang menghantam beberapa wilayah Israel, termasuk Tel Aviv dan Haifa. Pemerintah Iran menegaskan tidak akan membuka ruang negosiasi gencatan senjata selama agresi militer terhadap negaranya masih berlangsung. Sikap tersebut disampaikan melalui mediator regional seperti Qatar dan Oman.

Dari sisi geopolitik, sejumlah negara mulai bersuara. Korea Utara menjadi salah satu pihak yang paling vokal. Dalam pernyataan resminya, Korea Utara mengecam keras serangan Israel dan menyebutnya sebagai “kejahatan terhadap kemanusiaan yang tidak dapat dimaafkan.” Korea Utara juga menuding Israel sebagai entitas destruktif yang membahayakan perdamaian kawasan, apalagi didukung penuh oleh Amerika Serikat dan negara-negara Barat.

Tim otoritas pajak Zionis Israel telah menangani 14.583 kasus kerusakan langsung yang diakibatkan oleh serangan Iran baru-baru ini. Melalui Jerusalem Post, Menteri Keuangan sayap kanan Zionis Israel Bezalel Smotrich mengatakan sebanyak 2.775 warga dievakuasi dari rumah mereka karena kerusakan yang parah hingga Senin, 16 Juni malam. Ia juga mengonfirmasi bahwa sekitar 24 bangunan telah ditetapkan untuk pembongkaran sebagai akibat dari kerusakan yang disebabkan oleh serangan Iran.

Dampak dari eskalasi ini juga terasa di pasar global. Harga minyak melonjak tajam, sementara pasar saham mengalami tekanan signifikan. Ketidakpastian di Timur Tengah mendorong AS untuk menarik sebagian personelnya dari wilayah tersebut setelah Iran mengancam jika pangkalan Militer AS menjadi sasaran serangan berikutnya.

Sementara, dampak untuk Indonesia sendiri adalah lonjakan harga minyak. Meski disatu sisi emiten energi seperti PT Surya Esa Perkasa (ESSA), Medco (MEDC), dan Elnusa (ELSA) berpotensi mencetak keuntungan, Namun di sisi lain pemerintah harus mengalokasikan anggaran lebih besar untuk subsidi BBM yang nantinya akan membebani fiskal negara.

Perang Iran-Israel bukan sekadar konflik regional, melainkan isu global yang memengaruhi banyak aspek ekonomi dunia. Mulai dari energi, perdagangan, penerbangan, hingga stabilitas pasar modal.

Negara-negara perlu bersiap menghadapi ketidakpastian jangka pendek yang bisa berpengaruh pada sektor riil. Dunia sudah menanggung beban perang dagang dengan penurunan pertumbuhan global 0,5%. Kini, gejolak di Timur Tengah menambah ketidakpastian yang buruk bagi bisnis,” ujar Georgieva kepada Africanews, Kamis, 19 Juni 2025.

Krisis ini terjadi bersamaan dengan meningkatnya tekanan internasional terhadap Israel atas tindakan militernya di Gaza. Banyak negara mulai membuka jalur menuju pengakuan terhadap negara Palestina, sementara Pengadilan Kriminal Internasional telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

Jerusalem Post mencatat bahwa sebagian besar penduduk yang dievakuasi dari daerah yang terkena dampak telah ditampung di hotel-hotel oleh pemerintah daerah masing-masing sebagai bagian dari tanggapan darurat terhadap situasi yang sedang berlangsung. Salah satu rudal balistik milik Iran yang disorot setelah menghantam gedung Kementerian Pertahanan Israel adalah Fattah 2, rudal balistik jarak menengah dengan hipersonik manuverable glide vehicle (HGV).

Rudal yang memiliki kecepatan 13-14 Mach ( 13-14 kali lipat kecepatan suara) dan daya jangkau antara 1.400-2.000 km ini membuat sistem pertahanan udara Israel tak berkutik. Sebelumnya, Iran telah memiliki rudal Fattah 1 pada pertengahan 2023. Sementara Fattah 2 diperkenalkan kepada pemimpin Iran pada 19 November di tahun yang sama. Rudal buatan dalam negeri Iran ini mampu menargetkan sistem pertahanan musuh dan dilengkapi dengan nosel sekunder yang dapat digerakkan dan propelan padat untuk meningkatkan kemampuan manuver di dalam dan luar atmosfer menuju target.

Di tengah memanasnya situasi, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa satu-satunya jalan keluar adalah melalui kesepakatan nuklir antara Washington dan Teheran. Meski begitu, ia mengaku tidak terlalu berminat untuk memulai negosiasi baru dan bahkan mengisyaratkan bahwa pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, dapat menjadi target militer. “Khamenei adalah target yang mudah,” tulis Trump di platform Truth Social.