Menunda Kenaikan Harga BBM adalah Langkah yang Tepat

Penulis : Muhamad Ifan Permana

Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia di sibukkan dengan isu rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang di prediksi kenaikan harga BBM ini akan berlaku pekan depan. Rencana kenaikan BBM ini dinilai dapat meningkatkan APBN karena beban APBN berkurang yang selama ini menanggung BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar yang mengakitbatkan beban subsidi dan kompensansi mengalami obesitas pada tahun 2022 menembus angka Rp. 502,4 Triliun. Anggaran tersebut merupakan total anggaran subsidi untuk BBM, LPG dan Listrik.

Presiden Jokowi Dodo mengatakan, semua harus diputuskan dengan hati-hati, dikalkulasikan dampaknya yang dapat menyebabkan kurangnya daya beli masyarakat, mengurangi konsumsi masyarakat, kenaikan inflasi dan bisa menurunkan  perekonomian. Sebelumnya Menteri koordinator dan investasi luhut binsar panjaitan memberi signal bahwa masyarakat harus siap-siap dengan kenaikan bbm bersubsidi jenis pertalite dan solar dan menunggu keputusan presiden pekan depan karena sudah tidak dapat ditanggung oleh APBN.

Sedangkan menurut Menteri keungan sri mulyani mengatakan bahwa anggaran Rp. 502. 4 triliun yang dipersiapkan untuk alokasi anggaran subsidi minyak dan kompensasi energi pada tahun 2022 telah habis. Nilai tersebut sudah membengkak dari anggaran semula yaitu hanya sebesar Rp. 152, 1 Triliun. Diimana anggaran tersebut akan terus bertambah hingga akhir tahun. Karena mulanya pemerintah mengasumsikan rata-rata harga minyak mentah indonesia (ICP/Indonesian Crude Price) sebesar 100 dollar AS/Barel. Namun realisisnya sudah mencapai di level 105 dollar AS/ barel.

Sri mulyani juga menuturkan BBM subsidi jenis pertalite anggaran subsidi sebesar Rp. 93,5 Trilun dimana anggaran tersebut 86 % dinikmati oleh rumah tangga mampu atau orang kaya sedangkan orang miskin atau kendaraan bermotor hanya dikisaran 20 %. Jadi hampir 60 triliun anggaran subsidi dihabiskan oleh orang mampu sisanya untuk golongan tidak mampu. Lanjut, Menurut Menteri keuangan Alokasi anggaran subsibdi BBM jenis Solar sebesar Rp. 149 Triliun dimana 89 % di pakai dunia usaha dan 11 % oleh rumah tangga. Dan dari 11 % rumah tangga yang menggunakan  bahan bakar Minyak (BBM) jenis solar bersubsidi sebanyak 95 % adalah orang mampu. Dari anggaran Sebesar Rp. 149 Trilun hanya 5% yang digunakan untuk rumah tangga kurang mampu.

Jadi dari data dan pernayatan  diatas APBN yang anggarannya mencapai ratusan triliun rupiah guna subsidi energi  bahan bakar minyak faktanya cenderung dinikmati mayoritas masyarakat kalangan menengah keatas dan hanya sebagian kecil di dinikmati langsung oleh masyarakat menengah kebawah.

Adapun alasan utama pemerintah rencana menaikan bahan bakar minyak (BBM) disebabkan  karena 1. Distribusi bbm bersubdi jenis pertalite dan solar tidak tepat sasaran 2. Harga minyak dunia yang mengalami Fluktuatif 3. Kurs Rupiah yang mengalami Depresiasi terhadap Dollar AS.

Perlukah BBM Naik ?

Menyoal  rencana kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite dan solar saat ini belum tepat karena melihat situasi dan kondisi pasca covid 19 seharusnya pemerintah berfokus terhadap pemulihan perekonomian tanpa memberi opsi dengan menaikan harga BBM bersubsidi atau mencari solusi lain dengan berbagai alternatif. Entah, dengan mengeluarkan regulasi pembatasan volume untuk kendaraan roda empat atau bahan bakar minyak jenis pertalite hanya diperuntukkan untuk kendaraan bermotor dan angkutan umum ketimbang menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis pertalite. Sedangkan untuk BBM Subsidi jenis Solar pemerintah mengevaluasi pertamina mengapa sebanyak 95% solar dinikmati orang kaya. Apakah ada kerjasama sepihak atau ada oknum yang bermain sehingga alokasi bbm Subsidi jenis solar bisa tepat sasaran.

Ketidakmampuan pemerintah menelaah masyarakat yang layak dan tidak layak mendapatkan bbm bersubsidi  menyebabkan  APBN subsidi energi mengalami obesitas karena menanggung beban subsudi  Bahan bakar yang tidak tepat sasaran. Selanjutnya skema sasaran subsidi tidak tepat karena kurangnya pengawasan terhadap bahan bakar minyak jenis pertalite dan Rentannya kebocoran bahan bakar jenis solar skala besar, seperti pada sektor Perkebunan, Pertambangan maupun Industri Nikel.

Rencana menaikan harga BBM bersubsidi yang di canangkan pada pekan depan. Maka Sudah sangat jelas akan berdampak terhadap daya beli masyarakat berkurang. Tidak menuntut kemungkinan akan megakibatkan Inflasi dalam kurun waktu yang cukup lama dan juga akan mengakibatkan  harga bahan pokok lain melonjak. Sehingga gejolak ekonomi di kalangan masyarakat tak terbendung. dan juga, jika ini terjadi maka penolakan tentang kenaikan bahan bakar minyak bersubsidi tak terhindarkan. Karena pemerintah dinilai tidak kafabel mengelolah keuangan Negara.

Selain itu, dalih fluktuasi harga minyak mentah dunia terus melonjak dan juga depresiasi nilai KURS Rupiah Terhadap Dollar AS. Alasan pemerintah ini sangat Absurd sebab alasan utama pemerintah ini dinilai tidak tepat jika opsinya harus menaikan harga BBM bersubsidi Sedangkan Masih banyak mega proyek infrastruktur yang sedang berjalan bahkan akan berjalan seperti Ibukota Negara Baru (IKN) mengapa agenda ini tidak ditunda dulu.

Oleh Karena itu, Kebijakan pemerintah ini wajar mendapat banyak reaksi dari masyakarakat. Karena tidak adanya sosilasiasi dan keputusan ini dianggap final. Sisa menunggu Perpres dan Keputusan Presiden. Sehingga usulan menaikan harga BBM dipastikan akan mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan, Karena tidak adanya alternatif lain dan juga tidak adanya proses redistribusi yang dilakukan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah seharusnya menunda terlebih dahulu sembari mengkaji lebih dalam tentang kebijakan yang akan di buat dan resiko apa yang akan ditimbulkan  Sembari menemukan formula yang tepat.