Seminar Perludem Upaya Memperkuat Demokrasi yang Inklusif di Indonesia

Depok, Objektif.id – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyelenggarakan seminar bertajuk “Menjamin Hak Politik Kelompok Minoritas: Kelompok Pemuda, Perempuan, Masyarakat Adat, dan Buruh Migran,” pada Jumat, 13 Juni 2025, di ruang Boedi Harsono Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Seminar ini digelar sebagai bagian dari upaya memperkuat demokrasi yang inklusif di Indonesia dengan fokus pada perlindungan dan pemenuhan hak politik bagi kelompok minoritas yang selama ini menghadapi berbagai hambatan dalam partisipasi politik.

Direktur Eksekutif Perludem Khorunnisa N Agustyati, membuka acara dengan memaparkan bahwa demokrasi yang sejati harus mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Kelompok pemuda, perempuan, masyarakat adat, dan buruh migran merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki hak politik yang sama namun belum sepenuhnya terakomodasi dalam praktik demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, seminar ini bertujuan membuka ruang dialog dan mencari solusi konkret agar hak politik kelompok-kelompok ini dapat dijamin dan diperkuat secara berkelanjutan.

“Kelompok pemuda, perempuan, masyarakat adat, dan buruh migran merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki hak politik yang sama namun belum sepenuhnya terakomodasi dalam praktik demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, Pendidikan politik yang disesuaikan dengan kebutuhan kelompok pemuda, perempuan, masyarakat adat, dan buruh migran dapat membantu mereka lebih percaya diri dan aktif dalam proses demokrasi,” ujarnya.

Dalam seminar ini diisi juga oleh perwakilan dari komunitas masyarakat adat yang berbagi pengalaman nyata terkait hambatan yang mereka hadapi dalam mengakses hak politik. Narasumber dari kalangan aktivis perempuan dan pemuda turut menyampaikan tantangan yang sering mereka alami, seperti diskriminasi dan stereotip yang membatasi peran mereka dalam dunia politik. Sementara itu, perwakilan buruh migran menyoroti perlunya perlindungan hukum yang lebih kuat agar mereka dapat berpartisipasi secara politik baik di negara asal maupun di negara tujuan.

Salah satu isu utama yang diangkat adalah hambatan struktural yang menghalangi kelompok minoritas dalam mengakses hak politiknya. Kelompok pemuda sering dianggap belum cukup matang untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik, sedangkan perempuan masih menghadapi diskriminasi yang membatasi peran mereka. Sementara asyarakat adat mengalami kesulitan mempertahankan hak atas tanah dan sumber daya yang berimbas pada keterbatasan akses politik. Buruh migran pun kerap tidak memiliki perlindungan hukum memadai untuk berpartisipasi dalam politik.

Salah satu narasumber yang hadir Titi Anggraini, pakar demokrasi dan hak politik, membahas pentingnya inklusivitas dalam demokrasi dan bagaimana kelompok minoritas dapat terakomodasi secara efektif dalam proses politik. “Hak politik kelompok minoritas bukan hanya soal keadilan sosial, tetapi juga kebutuhan demokrasi yang sehat dan berkelanjutan. Ketika semua kelompok masyarakat dapat berpartisipasi secara setara, proses pengambilan keputusan politik akan lebih representatif dan mencerminkan keberagaman masyarakat Indonesia. Hal ini menjadi fondasi penting untuk demokrasi yang inklusif dan berkeadilan”, ujarnya.

Harapannya ada pada peran kebijakan publik dan regulasi yang harus diperkuat agar menjamin hak politik kelompok minoritas. Regulasi inklusif dan pelaksanaan yang konsisten menjadi kunci agar tidak ada diskriminasi dalam proses pemilu maupun kehidupan politik sehari-hari. Perludem menekankan pentingnya pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut agar efektif mengatasi hambatan yang dialami kelompok minoritas.

Narasumber perwakilan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Iffa Rosita, menjelaskan komitmen KPU dalam menjaga inklusivitas kelompok rentan, termasuk kelompok minoritas, dalam pelaksanaan pemilu. ia mengatakan telah ada regulasi yang mengatur tentang hak politik setiap masyarakat seperti yang tetuang dalam dasar hukum PKPU nomor 9 tahun 2022 yang mengcover bagaimana KPU sangat inklusif terhadap masyarakat dari berbagai basis di pemilihan, baik pemilu maupun pilkada. Ada pasal 28 ayat 1 dan ayat 2 dimana disebutkan hak masyarakat dari penyelenggaraan pemilu adalah menerima informasi pemilu atau pemilihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“jadi, ada beberapa hak dari pemilih kita untuk meminta mendapat informasi konfirmasi atau klarifikasi atas informasi pemilu dan dalam hal ini KPU harus sangat inklusif memberikan penjelasan agar masyarakat kita tidak menerima secara anomali jadi mereka menerima secara utuh dan valid karena itu kewajiban KPU dan karena kita harus mampu meningkatkan literasi pemilih melalui peraturan KPU yang kami terbitkan dan peraturan KPU juga merupakan turunan dari undang-undang pemerintah”, katanya.

Selain itu, seminar menyoroti pemanfaatan teknologi dan media sebagai sarana meningkatkan partisipasi politik kelompok minoritas. Kemajuan teknologi informasi memungkinkan akses informasi politik yang lebih mudah dan cepat, sehingga kelompok minoritas dapat lebih aktif mengikuti perkembangan politik dan menyuarakan aspirasi mereka. Namun, literasi digital yang memadai juga diperlukan agar teknologi dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa menimbulkan kesenjangan baru.

Sementara, politisi partai Demokrat sekaligus anggota DPRD Dapil 1 Jakarta, Desie Cheristie, membagikan pengalaman legislatif sebagai politisi perempuan dan cara mengadvokasi kelompok minioritas. “Pengalaman saya sendiri dari tahun 2008 hingga 2024 dan pengalaman saya yang paling berkesan itu di tahun 2024. Masalah minioritas pemuda dan masalah minioritas perempuan kebetulan ketum saya Srikandi, telah datang ke HAM untuk komnas HAM perempuan minggu lalu untuk sepakat mengawali rancangan undang-undang masyarakat adat. Jadi, Bu Kirli, pastinya mendukung undang-undang RUU kelompok masyarakat.”

Seminar dihadiri oleh berbagai perwakilan komunitas minoritas yang berbagi pengalaman dan tantangan dalam berpolitik. Kesaksian mereka memberikan gambaran nyata bahwa hak politik kelompok minoritas masih sering diabaikan atau tidak dipenuhi secara optimal. Hal ini menjadi pengingat bagi seluruh pemangku kepentingan bahwa upaya menjamin hak politik kelompok minoritas harus terus diperkuat dan didukung oleh semua pihak.

Sesi tanya jawab yang interaktif memberikan kesempatan bagi peserta untuk menyampaikan pertanyaan dan masukan langsung kepada para narasumber. Interaksi ini memperdalam pemahaman dan memperkuat komitmen bersama untuk mencari solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi kelompok minoritas dalam konteks politik. Diskusi yang berlangsung dinamis ini menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam memperjuangkan hak politik yang inklusif.

Perludem berkomitmen melakukan pemantauan, advokasi, dan edukasi agar hak politik kelompok minoritas benar-benar terwujud dalam praktik demokrasi di Indonesia. Kerja sama dengan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas minoritas menjadi kunci keberhasilan upaya ini.

Meski begitu, menurut politisi Partai Amanat Nasional, Farah Valensiyah Inggrid, mengatakan dari data yang dia peroleh sebanyak 30% para pemilih muda merasa suaranya kurang berpengaruh sehingga mereka tidak tertarik pada politik itu sendiri, “akhirnya mereka enggak suka ataupun menghindari politik itu sendiri, padahal kebijakan-kebijakan pemerintah itu asalnya bermuara dari pemerintah. hambatannya adalah, yang pertama kurangnya pengalaman dan pemahaman politik di kalangan anak muda dan yang kedua adalah persaingan dengan kandidat mapan ketika seorang pemuda mau menjadi calek kriterianya apa yang dipikirkan stereotyping”, katanya.

Pada penghujung acara terbentuk kesepakatan perihal demokrasi inklusif dan berkeadilan hanya dapat terwujud jika hak politik kelompok minoritas dihormati dan dijamin. Semua pihak diajak mengawal proses demokrasi agar lebih terbuka dan ramah terhadap keberagaman. Seminar ini menjadi momentum penting untuk mengingatkan bahwa demokrasi harus menjadi milik semua, tanpa terkecuali.

Dengan terselenggaranya seminar ini, diharapkan kesadaran dan komitmen untuk menjamin hak politik kelompok minoritas semakin meningkat, sehingga Indonesia dapat mewujudkan semangat demokrasi. Perludem akan terus menjadi salah elemen penting digarda terdepan dalam memperjuangkan hak-hak politik kelompok minoritas demi masa depan demokrasi yang lebih baik di tanah air.

HMPS IAT IAIN Kendari Motivasi Mahasiswa Lanjutkan Jenjang Pendidikan Melalui Seminar Beasiswa LPDP

Kendari, Objektif.id— Suasana Seminar di Aula Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah(FUAD) tampak ramai didatangi oleh Mahasiswa yang antusias mengikuti kegiatan seminar yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari Pada sabtu siang, 21 Juni 2025, yang mengusung tema: “Menjemput Mimpi, Membangun Negeri: Strategi Sukses Meraih Beasiswa LPDP.” Kegiatan ini diselenggarakan sebagai upaya membekali mahasiswa dengan wawasan serta strategi konkret untuk mendapatkan beasiswa prestisius dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Seminar ini menghadirkan Safril, sebagai  narasumber yang telah berpengalaman dan sukses mendapatkan beasiswa LPDP, yang akan membagikan langsung kisah, kiat, serta tantangan dalam proses seleksi hingga menjalani studi lanjutan melalui skema beasiswa tersebut.

Acara ini dipandu oleh Riyan Ade Nugraha sebagai moderator, dan Nadya Mutmainna Thamrin sebagai MC, yang keduanya merupakan mahasiswa aktif dari program studi yang sama.

Dengan semangat membangun negeri melalui pendidikan, seminar ini diharapkan dapat menjadi ruang motivasi sekaligus bimbingan praktis bagi para peserta. HMPS IAT menegaskan bahwa seminar ini merupakan bagian dari komitmen mereka dalam menciptakan atmosfer akademik yang progresif dan produktif dalam mendukung mahasiswa menapaki jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Pelajar Indonesia yang bercita-cita melanjutkan studi S2 atau S3, baik di dalam negeri maupun luar negeri, maka kamu wajib mengenal beasiswa LPDP program unggulan dari Kementerian Keuangan. Sebagai salah satu beasiswa paling banyak diminati, LPDP memberikan dukungan penuh bagi pendidikan pascasarjana. Mulai dari biaya kuliah hingga tunjangan hidup bulanan, termasuk kebutuhan sehari-hari seperti makan, transportasi, asuransi, dan lain sebagainya, semuanya ditanggung.

Beasiswa LPDP merupakan inisiatif dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang menyediakan pembiayaan penuh untuk jenjang pascasarjana, baik di dalam maupun luar negeri. Program ini menjadi dambaan banyak pelajar karena cakupannya yang komprehensif.

Safril menjelaskan bahwa LPDP tidak memprioritaskan kampus tertentu dalam proses seleksi penerima beasiswa. “Selama kampus tujuan memenuhi syarat dan standar yang ditetapkan oleh LPDP, baik di dalam maupun luar negeri, maka setiap pelamar memiliki peluang yang sama besar,” katanya.
Ia juga menekankan bahwa yang menjadi fokus utama adalah kesiapan individu baik dari segi akademik, komitmen pengabdian, hingga kelayakan rencana studi.

Tujuan utama LPDP adalah mencetak pemimpin profesional masa depan yang berdaya saing tinggi serta berkomitmen kuat pada kemajuan bangsa. LPDP tak hanya mendukung pendidikan, tapi juga mendorong lahirnya inovator, pemimpin, dan agen perubahan yang mampu membawa dampak nyata bagi Indonesia.

Beasiswa LPDP kerap menjadi pintu emas yang dinanti generasi muda Indonesia untuk melanjutkan pendidikan tinggi di luar negeri. Program yang dikelola oleh Kementerian Keuangan ini tak hanya menawarkan pendanaan penuh, tetapi juga simbol meritokrasi bahwa siapa pun yang memiliki kompetensi, visi, dan integritas, berhak mendapat dukungan negara untuk menuntut ilmu di kampus-kampus terbaik dunia.

Namun, semangat itu baru-baru ini mendapat sorotan tajam dari publik. Kabar mengenai diterimanya Mutiara Annisa Baswedan, putri dari mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, sebagai penerima beasiswa LPDP untuk program magister di Harvard University, memicu perdebatan luas di ruang publik. Warganet mempertanyakan objektivitas proses seleksi LPDP, memunculkan dugaan adanya keistimewaan sosial-politik yang menyusup dalam sistem seleksi yang seharusnya transparan dan berbasis prestasi.

Meski begitu, pihak LPDP menyampaikan semua proses telah sesuai prosedur, dan Mutiara dinilai layak dari sisi akademik maupun personal statement. Namun di sisi lain, banyak yang menilai bahwa kasus ini mencerminkan persoalan lebih besar yaitu bagaimana persepsi publik terhadap keadilan dalam distribusi sumber daya negara, terutama dalam konteks beasiswa bergengsi yang dananya bersumber dari APBN.

Menanggapi polemik yang berkembang, Dede Shalihin Rabil, atau biasa disapa Abil, selaku ketua HMPS IAT menjelaskan, beasiswa yang diterima Mutiara Baswedan adalah sesuatu yang patut dihargai, bukan dicurigai. “Ini adalah sesuatu yang memang harus kita terima sebagai bagian dari prinsip meritokrasi. LPDP menilai berdasarkan kapasitas, bukan latar belakang keluarga atau status sosial. Selama proses seleksi berjalan objektif dan transparan, maka siapa pun berhak mendapatkan kesempatan yang sama,” ujarnya.

Melalui seminar ini, HMPS IAT IAIN Kendari berharap dapat menumbuhkan semangat juang  dan kesiapan intelektual mahasiswa dalam meraih peluang beasiswa, khususnya LPDP. Kegiatan ini tidak hanya memberikan informasi teknis, tetapi juga menggugah kesadaran bahwa pendidikan tinggi bukan semata tentang prestise, melainkan tentang kontribusi nyata bagi bangsa. Dengan akses dan bimbingan yang tepat, mahasiswa dari berbagai penjuru daerah memiliki peluang yang sama untuk melangkah lebih jauh dan membawa perubahan positif bagi Indonesia.