Kendari, Objektif,Id – Lembaga kemahasiswaan, seperti Dewan Mahasiswa (Dema) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) dan Dema Institut, memiliki peran vital dalam mewakili aspirasi mahasiswa dan mendorong kemajuan kampus. Kolaborasi antar-lembaga dapat menghasilkan sinergi positif, namun praktik “menumpang” kegiatan seperti yang direncanakan Dema FEBI IAIN Kendari menimbulkan kekhawatiran serius terkait kemandirian, transparansi, dan akuntabilitas.
Rencana Dema FEBI untuk memanfaatkan kegiatan Dema Institut tanpa transparansi anggaran dan kolaborasi yang jelas dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang diajukan kepada keuangan fakultas mengundang pertanyaan mendalam mengenai kemampuan mereka untuk mengemban amanah dan tanggung jawab. Selain itu, ini merupakan bentuk nyata bagaimana Dema FEBI tidak mampu melaksanakan tugasnya secara mandiri. Sementara penggarapan kegiatan Dema Institut sedari awal tidak diikuti oleh Dema FEBI. Artinya, jika terlaksana kegiatan antara Dema Institut dan Dema FEBI itu tidak bisa disebut sebagai kegiatan kolaborasi, sebab Dema FEBI bergabung ditengah penyusunan konsep dan hal teknis kegiatan telah selesai.
Apakah menumpangnya Dema FEBI pada kegiatan Dema Institut hanya sekadar menggugurkan kewajiban dalam melaksanakan kegiatan lembaga kemahasiswaan? Agar kemudian ada bahan pelaporan kegiatan kepada kampus? Tentu tidak seperti itu kerja-kerja sebuah lembaga kemahasiswaan yang menghargai amanah yang telah diberikan.
Ketiadaan poin kolaborasi dalam RAB yang diajukan Dema FEBI menimbulkan beberapa pertanyaan krusial. Pertama, apakah ini merupakan upaya untuk menghemat anggaran dengan cara yang tidak transparan? Jika demikian, ini menunjukkan kelemahan dalam perencanaan dan pengelolaan keuangan Dema FEBI. Seharusnya, sebuah lembaga kemahasiswaan mampu merencanakan kegiatannya sendiri dengan anggaran yang terukur dan realistis.
“Menumpang” kegiatan hanya akan menciptakan ketergantungan dan menghambat perkembangan kemandirian organisasi. Kemampuan untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan secara mandiri merupakan indikator penting dari kematangan dan kapabilitas sebuah organisasi kemahasiswaan.
Kedua, mekanisme pengawasan dan pertanggungjawaban anggaran menjadi sangat penting dan perlu dipertanyakan. Jika Dema FEBI “menumpang” kegiatan Dema Institut, bagaimana penggunaan anggaran akan dipertanggungjawabkan? Siapa yang bertanggung jawab atas penggunaan dana dan hasil kegiatan? Kejelasan mekanisme ini sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan anggaran dan memastikan akuntabilitas sebuah lembaga yang mengelola anggaran negara. Tanpa mekanisme pengawasan yang jelas, potensi penyalahgunaan dana dan kurangnya transparansi akan semakin besar sehingga hal ini dapat merusak kepercayaan mahasiswa terhadap Dema FEBI dan merugikan reputasi kedua lembaga.
Lebih lanjut, transparansi dalam Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) menjadi kunci akuntabilitas. Jika terjadi kolaborasi, mekanisme pelaporan yang transparan dan akuntabel sangat krusial. Namun, mengingat kejanggalan dalam RAB, pertanyaan tentang transparansi LPJ menjadi semakin penting. LPJ harus secara rinci menjelaskan pembagian peran dan tanggung jawab antara Dema Febi dan Dema Institut. Siapa yang bertanggung jawab atas aspek apa? Bagaimana kontribusi masing-masing lembaga diukur dan dilaporkan? Kejelasan ini penting untuk menghindari ambiguitas.
Bukti pengeluaran harus disertakan dan mudah diakses oleh semua pihak yang berkepentingan. LPJ juga seharusnya dipublikasikan secara terbuka kepada seluruh mahasiswa untuk memastikan transparansi dan mencegah penyalahgunaan anggaran. Mekanisme verifikasi independen, seperti audit internal atau eksternal, juga perlu dipertimbangkan untuk memastikan keakuratan dan validitas data dalam LPJ.
Ketiadaan transparansi dalam LPJ akan memperkuat kecurigaan bahwa rencana “menumpang” kegiatan ini hanyalah upaya untuk memanfaatkan sumber daya Dema Institut tanpa alasan kuat yang jelas. Hal ini tidak hanya merugikan Dema Institut, tetapi juga merugikan mahasiswa yang diwakili oleh Dema FEBI yang nantinya menyebabkan kepercayaan mahasiswa terhadap Dema FEBI akan terkikis, dan reputasi kedua lembaga akan tercoreng.
Lebih jauh lagi, rencana “menumpang” kegiatan ini menunjukkan ketidakmampuan Dema FEBI untuk mengemban amanah dan tanggung jawab yang diberikan sebagai lembaga kemahasiswaan. Kurangnya perencanaan dan kemandirian organisasi terlihat jelas. Ketergantungan pada lembaga lain akan menghambat pertumbuhan dan pengembangan Dema FEBI. Organisasi tidak akan belajar untuk mandiri dan inovatif jika selalu mengandalkan bantuan dari pihak lain.
Ketidakmampuan untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan secara mandiri menunjukkan kurangnya visi, strategi, dan kemampuan manajemen yang efektif. Pelanggaran prinsip akuntabilitas juga merupakan masalah serius yang perlu ditangani. Lembaga kemahasiswaan harus bertanggung jawab atas penggunaan dana dan hasil kegiatan kepada mahasiswa yang diwakilinya. “Menumpang” kegiatan tanpa transparansi anggaran mengaburkan akuntabilitas dan berpotensi menimbulkan penyalahgunaan dana.
Kesimpulannya, demi menjaga integritas dan kepercayaan mahasiswa, Dema FEBI perlu meninjau ulang rencana tersebut. Semoga ke depannya, lembaga kemahasiswaan dapat menjalankan fungsinya secara efektif dan bertanggung jawab, demi kemajuan mahasiswa dan kampus secara keseluruhan. Sebab menumpang kegiatan bukan sebuah kemajuan melainkan kemunduran.
Eksplorasi konten lain dari Objektif.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.