Pendidikan Sebagai Tolak Ukur Perempuan Dalam Menyikapi Kesetaraan Gender

Objektif.id – Pendidikan adalah sebuah proses humanisme yang selanjutnya dikenal dengan istilah memanusiakan manusia. Oleh karena itu kita seharusnya bisa menghormati hak asasi setiap manusia. Untuk itu pendidikan tidak saja membentuk insan yang berbeda dengan sosok lainnya yang dapat beraktifitas menyantap dan meneguk, berpakaian serta memiliki rumah untuk tinggal hidup, ihwal inilah disebut dengan istilah memanusiakan manusia.

Perempuan pada saat ini dihadapkan pada berbagai macam peran. Perempuan juga diharapkan dapat memilih dan bertanggung jawab atas peranan yang telah dipilihnya ketika ia memasuki tahap perkembangan dewasa dini. Peranan kaum perempuan pada tahap dewasa dini pada saat ini secara umum memang mulai bergeser dalam peran gender yang dianutnya ke arah egaliter. Perempuan mulai meninggalkan peran gender tradisionalnya karena peran ini bertentangan dengan kompetensi dan pencapaian prestasi, dua aspek yang sangat dihargai masyarakat namun masih sulit diperoleh oleh perempuan.

Meskipun begitu, di Indonesia kaum perempuan memang terus diberi peluang makin besar untuk ikut serta dalam proses pembangunan. Namun, di samping itu masyarakat sadar bahwa peranan perempuan dalam pembangunan tidak bisa dipisahkan dengan peranannya sebagai ibu di dalam lingkungan keluarga, yakni sebagai ibu rumah tangga. Fungsi ibu lebih dikaitkan dengan peran mereka sebagai pendamping suami, pengasuh anak, sehingga penghargaan pada ibu lebih dikaitkan dengan peran ibu dalam keluarga.

Dalam kehidupan bermasyarakat khususnya di pedalaman sudah menjadi tugas perempuan untuk bisa mengendalikan tiga bagian wilayah dalam kehidupan rumah tangga yaitu kasur, dapur dan sumur bagi kehidupan perempuan yang sudah berumah tangga. Tugas-tugas yang serupa juga dilakukan bagi perempuan yang masih mengenyam pendidikan dengan dalih perempuan harus bisa mempersiapkan diri agar pandai dalam mengurus rumah tanggah nya kelak serta pembiasaan kepada anak perempuan.

Keinginan untuk lebih meningkatkan kualitas hidup kaum perempuan dewasa ini telah mampu meningkatkan tingkat partisipasi kaum perempuan di dunia pendidikan. Bahkan di beberapa negara maju, tingkat partisipasi kaum perempuan di dunia pendidikan lebih tinggi dibandingkan kaum laki-laki. Namun demikian, tingginya partisipasi perempuan di dunia pendidikan belum diiringi dengan perubahan kultur yang menunjukkan keseimbangan antara fungsi dan potensi laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, salah satu poin dari Millenium Development Goals adalah mendorong terwujudnya kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan.

Saat ini perempuan dihadapkan dengan trend bahwa perempuan yang mengenyam pendidikan tinggi kemudian tidak mengembangkan karirnya dan lebih memilih menjadi ibu rumah tangga. Pada zaman yang modern ini boleh saja perempuan memilih menjadi ibu rumah tangga secara total, tetapi hendaknya menjadi ibu rumah tangga yang memiliki wawasan yang cukup dan berdaya. Hal ini dapat dicapai dengan pendidikan dan terus belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.

Kesenjangan Gender Dalam Dunia Pendidikan Yang Sangat Merugikan Kaum Perempuan

Banyak faktor yang menyebabkan para perempuan indonesia tidak memiliki keterampilan, antara lain adalah sedikitnya kesempatan memperoleh keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan setempat, faktor kemiskinan, tidak adanya semangat semangat dan kemauan untuk memperoleh kesempatan dan fasilitas berlatih keterampilan dengan baik, meskipun otaknya mungkin baik atau bisa disebut cermerlang. Tingkat pendidikan dan pengetahuan serta keterampilan yang rendah bagi perempuan menyebabkan mereka menjadi sumber daya manusia yang kurang mampu bersaing dalam hal dunia kerja. Agar dapat memiliki kemampuan yang setara atau agar dapat bersaing salah satunya adalah menjadi manusia yang berkualitas tinggi. Sumber daya manusia yang berkualitas tinggi ini dapat dihasilkan oleh salah satunya melalui jalur pendidikan dan pelatihan.

Namun dalam prosesnya, pendidikan bagi perempuan ini sering muncul beberapa faktor yang kemudian menjadi hambatan bagi kaum perempuan. Adapun faktor-faktor tersebut sebagai berikut:

A. Faktor kesenjangan gender

Ketidak meratakan pendidikan di tanah air disebabkan oleh beberapa faktor penting yang kemudian menjadi penyebab timbulnya kesenjangan khusus nya bagi kaum perempuan sehingga banyak yang mengambil jalan pintas dengan putus sekolah dan berdiam di rumah membantu tugas orang tua mengajarkan tugas rumah tangga bahkan berkebun.

B. Faktor penyebab kesenjangan

1. Cara pandang masyarakat yang menganggap perempuan itu hanya mengurusi tugas rumah tangga.

2. Kesadaran masyarakat kurang akan pentingnya pendidikan.

3. Keselamatan kaum perempuan jika jauh dari pengawasan orang tua.

4. Ekonomi masyarakat yang lemah.

5. Kurangnya fasilitas pendidikan yang memadai di suatu desa.

6. Dampak yang ditimbulkan, dampak kesenjangan tersebut adalah pendidikan masyarakat yang rendah dan pada akhirnya berdampak pada kesejahteraan dan perkembangan masyarakat yang lemah dan pembangunan desa secara fisik maupun non-fisik.

Sehingga kesenjangan perempuan di desa benar-benar terjadi, yaitu adanya anggapan bahwa pendidikan lebih utama untuk kaum laki-laki dibandingkan perempuan. Faktor-faktor penyebab kesenjangan pendidikan yang terjadi yaitu faktor ekonomi, budaya, lingkungan, pergaulan, pola pikir, serta sarana dan prasarana pendidikan yang minim. Selain itu, dampak yang ditimbulkan ialah pendidikan masyarakat yang rendah dan pada akhirnya berpengaruh pula terhadap pembangunan desa baik secara fisik maupun non fisik dan juga tentunya perkembangan masyarakat itu sendiri.

Pandangan KH. Ahmad Dahlan Akan Status Perempuan Dalam Dunia Pendidikan 

Menurut KH.Ahmad Dahlan dunia tidak akan maju dengan sempurna jika wanita hanya tinggal di belakang (di dapur saja). Sehingga dalam usahanya beliau mengumpulkan kaum wanita kemudian diberi pelajaran dan kursus, yang diperuntukkan khusus bagi kaum ibu. Mereka diberi pelajaran surat al maun, yang berisi perintah memberi pertolongan kepada orang-orang miskin dan anak-anak yatim. Pendapat Ahmad Dahlan dalam masalah pendidikan untuk kaum wanita ini kelihatannya sederhana, tetapi pada saat itu, di mana wanita belum memperoleh pendidikan yang sewajarnya, walaupun ia tergolong orang mampu.

Usaha Ahmad Dahlan dalam membina kaum perempuan ini sudah merupakan usaha yang besar. Ahmad Dahlan berusaha mengubah pendapat umum pada masa itu yang beranggapan bahwa “wanita itu surga dan neraka itu tergantung suaminya”. Dari mana timbulnya gagasannya memperhatikan pendidikan untuk kaum wanita? Dari keterangan-keterangan yang berhasil penulis temukan, maka penulis berpendapat bahwa pemikiran beliau mengenai masalah pendidikan bagi kaum perempuan karena pemahamannya terhadap ajaran islam yang tidak membeda-bedakan antara kaum laki-laki dan perempuan, tinggi rendahnya seseorang tergantung dari kadar takwanya.

Melihat usaha yang dilakukan para tokoh-tokoh terdahulu untuk memperjuangkan hak-hak pendidikan bagi perempuan tentunya memiliki makna yang berarti. Sehingga bisa melahirkan perempuan dengan pola pikir yang unggul serta cerdas dan mampu memainkan peranannya dalam masyarakat baik itu sebagai anak, istri dan perannya pada masyarakat. Perempuan juga sangat memiliki andil yang besar dalam mempersiapkan generasi bangsa karena dari rahimnya lah akan lahir para pemimpin bangsa yang tentunya harus memiliki guru yang luar biasa untuk anak-anaknya.

Perempuan memiliki peranan penting dalam pendidikan untuk mencetak generasi yang baik sebagai salah satu bagian dari penerus bangsa. Maka, perempuan harus mengupayakan diri untuk menjadi wanita yang berilmu pengetahuan sebagai bekal untuk anak-anaknya kelak, karena ibu yang cerdas akan melahirkan anak yang cerdas dan kecerdasan tidak dapat diperoleh kecuali dengan proses belajar. Perempuan memiliki peranan penting dalam hal pendidikan, bahkan pendidikan pertama yang diberikan kepada anak adalah dari seorang ibu, melalui metode keteladanan, kedisiplinan, kebudayaan, yang dilakukan sehari hari sehingga secara tidak langsung anak tersebut akan meniru kelakuan orang tuanya khususnya ibu.

Dengan demikian, maka jelas bahwa seharusnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dengan perempuan dalam hal pendidikan, tidak ada yang lebih di utamakan antara laki-laki dan perempuan karena keduanya sama-sama memiliki peran dan kebutuhan masing-masing dalam hal pendidikan.

Penulis: Fitriani

Editor: Muh. Akmal Firdaus Ridwan

Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Wanita dan Kaitannya Terhadap Kesehatan Reproduksi

Objektif.id – Tujuan perlindungan hukum bagi tenaga kerja dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dari kesewenang-wenangan pengusaha dan untuk menciptakan suasana yang harmonis di perusahaan yang dapat dilaksanakan sesuai dengan prinsip yang ada dalam hubungan industrial. Peranan pemerintah dalam masalah ketenagakerjaan ini adalah dalam rangka memberikan perlindungan kepada pihakyang lemah dalam hal ini pihak tenaga kerja, khususnya tenaga kerja wanita.

Masalah ketenagakerjaan pada hakekatnya merupakan masalah nasional yang sangat kompleks ditambah lagi dengan kondisi ekonomi yang semakin merosot. Keadaan ini menimbulkan semakin banyak tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan karena adanya pemutusan hubungan kerja, sementara itu menimbulkan banyaknya tuntutan dari tenaga kerja baik yang bersifat normatif maupun non normatif. Menghadapi kondisi ini pemerintah dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja sangat penting untuk menangani permasalahan ketenagakerjaan secara tepat, salah satunya masalah perlindungan tenaga kerja wanita. Selama ini perlindungn terhadap tenaga kerja wanita, khususnya mengenai keselamatan, kesehatan dan hak-hak reproduksinya tidak dapat dilakukan sepenuhnya karena adanya peluang yang diberikan oleh peraturannya sendiri yang secara tegas melarang dan tidak adanya sanksi yang tegas. Hal ini dapat dilihat dalam undang-undang dan peraturan menteri yang mengatur tentang tenaga kerja wanita yang tidak membuat sanksi terhadap penyimpangan dari perusahaan dan kalaupun ada sanksi, pelaksanaannya kurang adil dan tegas.

Perusahaan banyak melakukan usaha-usaha demi meminimalisasi kerugian mereka dengan memberikan insentif seperti bonus kehadiran (attendance bonus), bonus dari pelaksanaan suatu pekerjaan (performance bonus) dan bonus-bonus yang berkaitan dengan kehadiran tenaga kerja di tempat kerja. Hal ini berarti segala jenis insentif yang diberikan secara otomatis hilang jika pekerja tidak bekerja, walaupun hanya dalam waktu 1 (satu) hari dengan alasan yang jelas ataupun jika pekerja tidak dapat memenuhi target pekerjaan dalam satu hari, maka pekerja tidak akan memperoleh insentif, sebagai contoh bagi tenaga kerja wanita dengan pemberian insentif ini membuat pekerja wanita dengan terpaksa bekerja selama mengalami menstruasi yang sangat sakit sekalipun, hal ini mempengaruhi terhadap keselamatan dan kesehatan reproduksi pekerja tersebut. Hak untuk mendapat cuti haid para pekerja pada umumnya tidak pernah diambil oleh tenaga kerja wanita, dikarenakan panjangnya birokrasi yang harus dihadapi.

Kenyataannya banyak tenaga kerja wanita yang diberhentikan atau terkena pemutusan hubungan kerja, karena pekerja sudah menikah atau dalam keadaan hamil, pelanggaran menikah ini memilki tendensi di dalam industri yang mana mempekerjakan wanita sebagai pekerjanya. Perusahaan saat ini lebih suka untuk melakukan perekrutan pekerja terhadap pekerja wanita yang belum menikah sehingga mudah untuk mengontrol fasilitas yang diberikan.

Untuk lebih memahami keselamatan. Kesehatan, dan hak-hak reproduksi perlu mendapatkan perhatian dan penghormatan, khususnya pada hak-hak reproduksi perempuan, melihat kutipan dasar konferensi internasional kependudukan dan pembangunan di Kairo tahun 1994 deklarasi tersebut terus menguraikan prinsip-prinsip etis fundamental tersebut yaitu sebagai berikut:

  1. Perempuan dapat dan telah membuat keputusan yang bertanggungjawab untuk dirinya sendiri, keluarganya, masyarakatnya dan untuk keadaan dunia pada umumnya. Perempuan harus menjadi subyek bukan obyek dari kebijakan pembangunan mana pun terutama dari kebijakan untuk pembangunan kependudukan;
  2. Perempuan memiliki hak-hak untuk menentukan kapan, seperti apa, mengapa, dengan siapa dan bagaimana mengungkapkan seksualitasnya. Kebijakan kependudukan harus didasarkan pada prinsip penghormatan pada integritas seksual dan kebutuhan anak perempuan dan perempuan;
  3. Perempuan memiliki hak individual dan tanggungjawab sosial untuk menentukan apakah, bagaimana dan kapan memiliki anak dan berapa banyak, tidak ada seorang perempuan pun dapat dipaksakan untuk melahirkan, apabila hal itu idak sesuai dengan keinginannya;
  4. Laki-laki juga memiliki tanggung jawab personal dan sosial atas tingkah laku seksual dan atas tingkah laku mereka pada kesehatan serta kesejahteraan pasangan dan anak-anaknya.

Perempuan berdasarkan fungsi biologisnya melahirkan suatu hak yaitu hak reproduksi yang harus dilindungi. Fungsi reproduksi perempuan meliputi masa menstruasi, masa pra dan pasca kehamilan serta masa menyusui. Ketiga fungsi ini sudah melekat pada setiap perempuan sehingga pelaksanaan perlindungan untuk menjaga hak- hak reproduksi perempuan itu suatu keharusan.

Perlindungan yang diberikan bagi perempuan terhadap kesehatan reproduksi akan berdampak terhadap proses pembangunan khususnya pada bidang kependudukan. Dengan kesehatan reproduksi yang baik, maka seorang ibu akan melahirkan seorang anak yang sehat. Keguguran dan kematian ibu akan dapat diminimalisir dengan adanya dari tiap individu untuk menjaga kesehatan reproduksinya. Disinilah peran pemerintah sangat besar di dalam pengawasan pelaksanaan perlindungan hak- hak reproduksi.

Perlindungan Hukum Terhadap Keselamatan, Kesehatan dan Hak-Hak Reproduksi Pekerja Wanita

Perlindungan pekerja merupakan faktor utama dalam keselamatan, kesehatan kerja dan hak-hak reproduksi pekerja wanita. Pendekatan tersebut bermula dari meningkatnya dampak buruk perkembangan doktrin Laissez Faire di Eropa pada abad pertengahan. Doktrin tersebut mengusung filosofi liberalisasi ekonomi, khususnya di sektor industri. Secara garis besar, intervensi pemerintah dalam hubungan ekonomi/industrial tidak diperkenankan. Berkembang pula aksi pengabaian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, (Kiswandari : 2014).

Perlindungan hukum (Puspitasari : 2014) pekerja, terlebih dalam bentuk peraturan perundang-undangan berkembang sangat lambat. Pertentangan terjadi antara serikat pekerja dan para reformis di dalam maupun di luar parlemen, dengan para pengusaha besar dan kaum intelektual pengusung doktrin Laissez Faire, (Puspitasari : 2014).

Penyusunan dan penerbitan undang[1]undang pertama bidang kesehatan kerja (arbeidsbeschermingswetten) bermula di Inggris pada tahun 1802 melalui The Health and Moralsof Apprentices Act yang ditujukan bagi pekerja anak magang yang dipekerjakan dipabrik dengan jamkerja yang berkepanjangan. Perlindungan yang diatur adalah perlindungan terhadap kesehatan kerja (gezonheidhealth) dan keselmatan kerja atau keamanan kerja (veiligheid safety) dalam menjalankan pekerjaan. Kedua hal tersebut dikembangkan sebagai suatu bidang tersendiri dalam hukum perburuhan yang menonjolkan intervensi negara dalam bentuk hukum (peraturan perundang[1]undangan). Pada mulanya, peraturan yang disusun hanya berupa pembatasan jam kerja bagi pekerja anak, kemudian pekerja remaja dan selanjutnya pekerja wanita, ( Puspitasari : 2014).

Dasar pemikiran yang melatar belakangi pengaturan tersendiri bagi pekerja wanita adalah karena wanita memiliki kekhususan[1]kekhususan tertentu, utamanya fisik biologis, psikis moral dan sosial kesusilaan. Prinsip dibidang kesehatan kerja bagi pekerja wanita adalah perlindungan khusus atas kekhususan mereka utamanya fungsi melanjutkan keturunan (biologis), (Puspitasari : 2014). Perlindungan berbentuk pembatasan-pembatasan dalam praktik pemerkerjaan wanita terkait batas usia dan kondisi tertentu sebagai penghalang pemerkerjaan. Pembatasan meliputi larangan mempekerjakan pekerja wanita yang berumur kurang dari 18 tahun atau kondisi hamil dengan keterangan dokter bahwa mempekerjakan pekerja wanita tersebut dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan diri dan kandungannya pada malam hari, mulai jam 11 malam sampai dengan jam 7 pagi. Disisi lain, apabila pengusaha mempekerjakan pekerja wanita terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu pemberian makanan dan minuman bergizi, adanya jaminan bagi kesusilaan dan keamanan pekerja wanita selama di tempat kerja, serta penyediaan angkutan antar jemput. Bentuk perlindungan lainnya adalah pemberian hak-hak khusus wanita terkait waktu istirahat dan kesempatan untukmenyusui anak selama waktu kerja.

Prinsip berikutnya adalah larangan diskriminasi atas dasar jenis kelamin/gender di tempat kerja, (Konvensi ILO1951). Bentuk-bentuk diskriminasi di tempat kerja meliputi perbedaan pengupahan untuk pekerjaan yang bernilai sama, perbedaan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan, pelatihan ketrampilan dan jabatan tertentu, serta perbedaan ketentuan dan syarat kerja. Pertimbangan pembatasan-pembatasan tersebut adalah karena wanita memiliki kekhususan-kekhususan utamanya biologis tertentu dengan aspek kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan pria, selain kekhususan kesusilaannya.

Pembatasan berikutnya berupa pemberian waktu istirahat bagi pekerja di sela waktu kerja yang harus dipenuhinya, Waktu istirahat bertujuan agar pekerja dapat memulihkan tenaganya setalah bekerja terus menerus selama beberapa hari dalam seminggu. Selain waktu istirahat terdapat pula bentuk lain dari waktu istirahat berupa cuti.  Meliputi cuti untuk menjalankan ibadah yang diwajibkan oleh agama pekerja, cuti haid selama dua hari per bulan, cuti hamil dan melahirkan selama 1,5 (satu setengah bulan) sebelum melahirkan dan 1,5 (satu setengah bulan) sesudah melahirkan sesudahmelahirkan anak menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan, serta cuti gugur kandung selama 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan keterangan dokter kandungan atau bidan.

Selanjutnya pembatasan lain atas waktu kerja adalah hari libur. Pekerja tidak diwajibkan bekerja pada hari-hari libur resmi yang ditetapkan oleh pemerintah. Hari libur bertujuan agar pekerja berkesempatan untuk merayakan hari raya tertentu, hal mana merupakan salah satu faktor kesejahteraan pekerja.

Tujuan perlindungan hukum bagi tenaga kerja dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dari kesewenang-wenangan pengusaha dan untuk menciptakan suasana yang harmonis di perusahaan yang dapat dilaksanakan sesuai dengan prinsip yang ada dalam hubungan industrial. Peranan pemerintah dalam masalah ketenagakerjaan ini dalam rangka memberikan perlindungan kepada pihak yang lemah dalam hal ini pihak tenaga kerja.

Pelindungan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hak pekerja yang berkaitan dengan norma kerja yang meliputi waktu kerja, istirahat (cuti). Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar tenaga kerja dan menjamin kesamaan kesempatan, serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan dunia usaha, (Riris : 2009).

Bentuk perlindungan tenaga kerja akan terlihat dalam perjanjian kerja atau isi perjanjian kerja harus mencerminkan isi dari Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Perjanjian inilah yang mendasari lahirnya hubungan kerja dengan kata lain hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha sebagaimana diuraikan pada bagian hubungan kerja harus dituangkan dalam PKB dan perjanjian kerja. Hubungan kerja adalah hubungan antara tenaga kerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja, yakni suatu perjanjian dimana pekerja menyatakan kesanggupan untuk bekerja pada pihak perusahaan/majikan dengan menerima upah danpengusaha menyatakan kesnggupannyauntuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah, (Riris : 2009).

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, mengatur mengenai hak-hak perempuan di dalam Pasal 49 yang merumuskan:

(1) Wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan.

(2) Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita.

(3) Hak hkusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi. reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum”.

Ketentuan inilah yang menjadi dasar terbentuknya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya berkaitan dengan perlindungan bagi tenaga kerja wanita yang meliputi perlindungan tenaga kerja wanita di bawah umur. Perlindungan terhadap larangan anak untuk dipekerjakan dimaksudkan agar anak dapat memperoleh haknya untuk mengembangkan kepribadiannya serta untuk memperoleh pendidikan karena anak merupakan generasi penerus bangsa.

Dalam Pasal 69 ayat (1) UUK bahwa anak yang diperbolehkan bekerja yaitu anak yang berumur antara 13 tahun sampai dengan 15 tahun melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial, (Hardijan : 2011).  Pekerjaan ringan yang dapat dilakukan oleh anak-anak harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Ijin tertulis dari orang tua/wali;
  2. Perjanjian kerja antara pengusaha dan orang/wali;
  3. Waktu kerja maksimal 3 (tiga) jam/hari;
  4. Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
  5. Perlindungan K3;
  6. Adanya hubungan kerja yang jelas;
  7. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berkaitan dengan jaminan sosial Undang[1]Undang Ketenagakerjaan memberikan pengaturan secara umum dalam Pasal 99 sampai dengan Pasal 101. Pasal 99 ayat (1) merumuskan, “Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja”.

Jaminan sosial secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial bagi Tenaga Kerja yang penyelenggaraannya sekarang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, dimana jaminan sosial ketenagakerjaan berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan, ruang lingkup meliputi jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan.

Peraturan-peraturan ini dapat dijadikan patokan dasar dalam penegasan pemberian pelindungan terhadap keselamatan, kesehatan dan hak-hak reproduksi pekerja wanita, hanya saja pihak pengusaha tidak dapat merealisasikan secara baik ketentuan yang ada.

Pekerja wanita hanya dituntut untuk bekerja tanpa adanya suatu pemahaman yang baik tentang hak dan kewajibannya, disatu sisi juga perusahaan perusahaan atau pengusahapun tidak pernah dipertemukan secara langsung oleh pemerintah untuk mensosialisasikan peraturn yang ada.

Saat ini pemasalahan seperti ini tidak disorot sebagai permasalahan yang berat, akan tetapi suatu saat nanti akan terjadi dimana pekerja sampai pada taraf pendidikan yang lebih baik, para pekerja wanita akan sadar bahwa keselamatan,kesehatan, dan hak-hak reproduksi (cuti haid, hamil dan melahirkan) adalah kondisi biologis yang merupakan bagian dari hak asasi wanita yang harus dihargai dan dihormati.

Dengan adanya beberapa kelemahan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjan, khususnya berkaitan dengan pelindungan hak asasi manusia bagi tenaga kerja wanita, maka sudah selayaknya Indonesia memberikan perhatian yang serius terhadap perlindungan tenaga kerja, khususnya tenaga kerja wanita. Hal ini dapat dilakukan dengan mengeluarkan regulasi-regulasi dibidang ketenagakerjaan.

Upaya pembinaan bagi tenaga kerja dan pengusaha dalam upaya penegakkan hak-hak tenaga kerja, khususnya tenaga kerja wanita harus terus dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar tenaga kerja lebih memahami lagi hak[1]haknya dan pengusaha memahami lagi akan kewajiban-kewajibannya. Upaya pengawasan dimaksud, diharapkan bukan hanya suatu rutinitas periodik saja, tetapi sungguh-sungguh memperhatikan perkembangan dan aplikasi perlindungan hak asasi manusia bagi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja wanita dan bagi yang melanggarnya harus diambil tindakan hukum.

Perlindungan hukum bagi tenaga kerja wanita di Indonesia harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku yangtidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 dan juga harus disesuaikan dengan konvensi internasionl yang sudah diratifikasi oleh bangsa Indonesia sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan bangsa dan negara.

Kendala yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Perlindungan terhadap Keselamatan, Kesehatan, dan Hak-Hak Reproduksi bagi Tenaga Wanita

Resiko kerja diperusahaan tentunya akan merugikan pengusaha, baik kerugian berupa materi maupun kerugian moral. Selain merugikan pengusaha resiko kerja di perusahaan pun merupakan kergian juga bagi pekerja.

Kendala dari pengusaha. Pengusaha yang dianggap paling kuat kedudukannya dibandingkan pekerja, cenderung melakukan penyimpangan terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku. Adapun bentuk penyimpangan yang dilakukan pengusaha dikarenakan masih adanya pengusaha yang kurang menyadari manfaat dari dilaksanakannya peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi perusahaannya maupun bagi pekerja itu sendiri. Sebagai contoh pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja yang dalam hal ini menjamin hak-hak tenaga kerja secara keseluruhan sering dilanggar dengan cara tidak mendaftarkan pekerja sebagai peserta jamsostek yang sekarang menjadi BPJS Ketenagakerjaan masih ada kendala dari pengusaha sperti:

  1. Pengusaha yang kurang menyadari manfaat diselenggarakannya program jamsostek bagi pekerja diperusahaannya. Program tersebut dirasakan oleh perusahaan sebagai suatu yang membebani keuangan perusahaan dan merupakan penghambat dari jalannya proses produksi, padahal manfaat dari diadakannya program jamsostek sangat menguntungkan bagi pengusaha, misalnya apabila suatu waktu terjadi kecelakaan kerja, kematian, hari tua/sakit yang dialami oleh tenaga kerja, pengusaha tidak harus memikirkan lagi biaya pengobatan/ tunjangan bagi pekerjanya, karena segala pembiayaan yang semestinya dikeluarkan oleh pengusaha ditanggung oleh program jamsostek;
  2. Pengusaha masih kurang taat terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal yang paling penting dalam program jamsostek di bidang ketenagakerjaan adalah dengan didukung oleh adanya kejujuran dari pihak pengusaha dalam membuat keterangan sebagai syarat dari pihak penyelenggara;
  3. Masih terdapat pekerja yang tidak tahu hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraan program jamsostek, sehingga pengusaha dapat memanfaatkan ketidaktahuan pekerja itu untuk membayarkan seluruh tanggungan jamsostek kepada para pekerjanya, padahal pekerja hanya membayar iuran hari tuanya saja, sedangkan untuk keselamatan dan kesehatan pekerja ditanggung oleh pengusaha tersebut;
  4. Kurangnya penyuluhan dan penerangan kepada pekerja baik itu dari pihak pengusaha ataupun dari pihak yang terkait dalam program ini.

Kendala dari pihak pekerja wanita itu sendiri, misalnya kurang memahami akan hak dan kewajibannya, pekerja mempuyai kewajiban untuk memenuhi dan mematuhi seluruh syarat dalam peraturan kesehatan dan keselamatan kerja yang diwajibkan.

Kendala yang terjadi dari aparat penegak hukum dikarenakan penegakaan peraturan dibidang ketenagakerjaan belum dapat dilaksanakan secara efektif. Penegakan hukum dibidang ketenagakerjaaan dilakukan oleh pengawas ketenagakerjan dari Kementrian Ketenagakerjaan.

Di dalam keselamatan dan kesehatan kerja terdapat panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja yaitu merupakan suatu panitia yang dibentuk untuk suatu perusahaan yang menggunakan tenaga kerja minimal 50 (lima puluh) orang. Bagi perusahaan yang menggunakan kurang dari 50 (lima puluh) orang tenaga kerja tidak diharuskan adanya panitia pembina K3. Adapun bagi perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja diatas 100 orang maka di dalam perusahaan tersebut diharuskan adanya seorang ahli K3 dalam panitia K3 tersebut.

Pembentukan Panitia K3 merupakan wewenang dari Menteri Tenaga Kerja sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yaitu, ““Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia K3 guna memperkembangkan kerjasama, saling pengertian dan partipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang k3 dalam rangka melancarkan usaha berproduksi”.

Masih belum sempurnanya sistem administrasi yang dilaksanakan oleh pengawas ketenagakerjaan dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya penyimpangan secara administrasi oleh pengusaha. Pada dasarnya segala penyimpangan secara administratif akan terdeksi secara dini, apabila dalam pelaksanaan ketentuan adminstratif tersebut dapat dilaksanakan maka segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh pengusaha dapat teratasi.

Pembinaan dan penyuluhan terhadap unsur perusahaan tentang perlindungan terhadap keselamatan, kesehatan dan hak-hak reproduksi pekerja wanita hanya dapat berjalan apabila pengusaha berusaha mematuhi ketentuan yang berlaku, untuk itu kepada pengusaha perlu diadakan pembinaan dibidang ketenagakerjaan mengenaihak[1]hak dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh pengusaha dan pekerja, sehingga diharapkan pengusaha tersebut akan memahami hak dan kewajibannya. Hal ini berkaitan dengan masalah tanggungjawab yang harus dilakukan oleh pengusaha terhadap pekerja wanita dalam hal pelindungan keselamatan, kesehatan kerja dan hak-hak reproduksinya.

Penutup

Perlindungan hukum terhadap keselamatan, kesehatan dan hak-hak reproduksi dalam pelaksanannya secara umum sebagian sudah sesuai, misalnya jaminan sosial secara umum telah diberikan kepada tenaga kerja wanita, tetapi ada sebagian yang belum sesuai misalnya, cuti haid, cuti hamil, belum sepenuhnya diberikan, belum disediakannya ruang untuk memberikan asi, selanjutnya karena tenaga kerja wanita lebih banyak di sektor domestik pada akhirnya akan lebih banyak mengalami diskriminasi terutama bagi tenaga kerja wanita yang bekerja di luar negeri.

Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan terhadap keselamatan, kesehatan, dan hak-hak reproduksi tenaga kerja wanita, dari pihak pemerintah terkaitnya lemahnya pengawasan, dari pihak pengusaha sering melanggar peraturan demi keuntungan pengusaha, dari pihak tenaga kerja wanita yaitu kurang paham terhadap peraturan perundangan ketika terjadi pelenggaran hak[1]haknya sebagai pekerja.

Adapun sebagai saran, bagi pengusaha yang mempekerjakan pekerja wanita harus melaksanakan hak-hak bagi pekerja wanita sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan perjanjian kerja, serta perjanjian kerja bersama. Pemerintah juga harus memberikan sanksi yang tegas bagi perusahaan yang melanggar terhadap peraturan perundang[1]undangan maupun perjanjian kerja dan perjanjian kerja bersama yang mempekerjakan pekerja wanita.

Pennulis: Wahyudin Wahid
Editor: Redaksi

Maraknya Pelecehan Seksual dan Ketabuannya Dalam Pandangan Masyarakat Indonesia

Objektif.id – Kriminalitas merupakan aktivitas yang melanggar hukum dan norma masyarakat. Dalam era globalisasi saat ini, kriminalitas semakin merajalela, seperti contohnya saja tindakan kriminal pelecehan seksual yang sudah sangat kompleks terjadi dan sulit untuk ditangani.

Saat ini, isu pelecehan seksual atau kekerasan seksual menjadi topik yang hangat diperbincangkan masyarakat luar negeri maupun dalam negeri, dikarenakan hampir setiap tahunnya terjadi. Adapun, pelecehan seksual ini, dapat terjadi di mana saja dan tertimpa oleh siapa saja, mulai dari anak-anak hingga orang yang sudah lanjut usia pun bisa menjadi korban akibat dari aksi kekerasan ini.

Dihimpun, dari data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa RI) terhitung sejak 1 Januari 2023 hingga sekarang telah terjadi kasus pelecehan seksual sebanyak 21.920 kasus dengan korban laki-laki sekitar 4.497 sedang korban perempuan sekitar 19.388. Adapun, tempat kejadian pelecehan seksual tersebut paling banyak berada di lingkup rumah tangga dengan kasus mencapai 13.423 kejadian.

Sungguh ironis melihat negeri tercinta kita rentang terjadi pelecehan seksual. Apalagi, melihat data tersebut yang paling banyak terjadi berada di lingkungan keluarga, yang mana sejatinya menjadi tempat hunian teraman. Namun, nyatanya tidak seperti itu.

Pornografi Pemicu Utama Terjadinya Pelecehan Seksual

Ya, tidak salah lagi salah satu faktor utama yang menjadikan seseorang melakukan tindakan seksual kepada orang lain disebabkan oleh konsumsi tayangan pornografi.

Sebelum ke pembahasan selanjutnya bagi yang belum tahu pornografi itu menurut KBBI adalah “penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi.” Singkatnya pornografi itu adalah sebuah alat yang digunakan untuk memenuhi hasrat biologis manusia.

Jadi, kenapa pornografi se-berbahaya itu? Jika ditelisik dari faktor psikologis, visual yang terdapat dalam tayangan pornografi secara otomatis akan tersimpan dan terekam berulang kali dalam otak. Terutama jika hal ini terjadi kepada anak-anak maupun remaja yang bila terpapar dengan konten berbau pornografi maka hal ini akan menciptakan kebingungan baru, stress, kecanduan hingga puncaknya mereka tidak segan melampiaskan hasrat mereka terhadap orang lain yang mereka temui.

Seperti yang terjadi pada kasus pelecehan seksual di 2021 lalu dilansir dari Republika.co.id berdasarkan laporan dari Kemenpppa bahwa telah terjadi kasus pemerkosaan dan pembunuhan di Bandung yang dilakukan oleh remaja pria berusia 17 tahun kepada korban perempuan berusia 10 tahun. Hal ini terjadi karena kecanduannya terhadap pornografi.

Itulah, teman-teman dalam mencegah hal tersebut peran orang tua sangat penting untuk menjauhkan anak dari jangkauan perilaku negatif terutama yang berbau pornografi. Melihat sekarang semakin canggihnya teknologi maka, akses untuk ke sana pun semakin mudah. Waspadalah dalam berselancar jangan terlalu mendalami.

Pendidikan Seksual Masih Menjadi Hal Tabu Untuk Dibicarakan

Kenapa masih maraknya terjadi kasus pelecehan seksual atau kekerasan seksual? Dikarenakan masyarakat kita belum melek akan ajaran seksualitas. Indonesia sebagai sebuah negara yang masih kental akan budaya dan agama menjadikan pembahasan seksualitas masih tabu dalam masyarakat.

Hal tersebut dikarenakan mereka masih mempertahankan stigma bahwa jika membahas hal-hal yang mengandung seks akan merusak norma dan nilai-nilai budaya yang telah berlaku sejak turun-temurun. Selain itu, masih kental dalam pikiran masyarakat Indonesia menjadikan korban perempuan dari tindak kekerasan seksual sebagai pihak yang bersalah dan bertanggung jawab penuh atas kejadian tersebut. Sungguh miris, untuk itulah melalui tulisan ini semoga pemikiran-pemikiran seperti itu sudah tidak ada lagi dalam lingkungan masyarakat.

FYI, perlu diketahui bahwa pelajaran seksualitas itu sangat penting, karena di dalamnya terdapat banyak unsur mengenai tubuh kita secara mendalam. Selain itu, dengan adanya pendidikan seks yang dimulai sejak dini dapat mencegah timbulnya orientasi seksual menyimpang, mencegah terjadinya kehamilan usia dini, dan yang paling penting membuat mereka lebih menghargai lawan jenisnya sehingga tidak terjadilah yang namanya tindak pelecehan seksual.

Sekarang ini, Pemerintah Indonesia juga sudah mulai mengadakan sosialisasi terkait pentingnya pendidikan seksual. Jadi, yuk kita juga mulai buang jauh-jauh stigma yang mengatakan bahwa seksualitas itu tabu demi mewujudkan bangsa yang cerdas dan berbudi pekerti.

Penulis: Tesa Ayu Sri Natari

Editor: Muh. Akmal Firdaus Ridwan

Parpolma Tempat “Gembel-Gembel” Lembaga Kemahasiswaan Dikader

Objektif.id – Pengurus lembaga kemahasiswaan dewasa ini bukan menjadi role model kepemimpinan yang ideal. Banyaknya teman-teman mahasiswa yang bergabung kedalam lembaga kemahasiswaan hanya menumpang tenar dan menjadi aib buruk dari delegasi partai politik mahasiswa.

Minimnya wawasan berlembaga dan bobroknya dalam mengelola organisasi membuat lembaga kemahasiswaan hari ini menjadi prematur dan tidak terukur untuk mencapai kerja-kerja kelembagaan.

Banyak kasus yang secara fakta terjadi dalam kepengurusan bahwa nama-nama pengurus yang masuk dalam tingkat legislatif ataupun eksekutif hanya masuk menjadi anggota yang tidak tahu apa yang akan mereka perbuat dan mereka itu kita terminologikan sebagai “gembel-gembel lembaga kemahasiswaan,” orang-orang miskin. Ya, miskin ide.

Kasus-kasus semacam itu mestinya menjadi perhatian secara kolektif oleh semua pihak, terutama oleh para partai politik mahasiswa yang menjadi kendaraan dalam kontestasi pemilihan mahasiswa yang sekaligus juga sebagai organisasi perkaderan calon-calon pemimpin lembaga kemahasiswaan.

Mengapa ini menjadi penting, sebab dari tahun ke tahun anggota partai yang diusung masuk kedalam struktural kepengurusan hanya mengincar posisi ketua saja, bukan betul-betul untuk mewakafkan dirinya atas nama mahasiswa yang telah memberikan mereka mandat melaksanakan segala tugas dan tanggungjawabnya sebagai representasi mahasiswa yang terpilih melalui mekanisme pemilihan mahasiswa.

Parpolma tidak pernah melakukan pendidikan politik

Partai politik mahasiswa seharusnya lebih peka terhadap keadaan buruk yang terjadi dalam lembaga kemahasiswaan karena melalui partai nama yang menjadi pengurus masuk dalam lembaga kemahasiswaan baik dilegislatif maupun eksekutif. Banyak nama yang disorong partai dan secara fakta itu hanya memperlihatkan bagaimana lembaga kemahasiswaan meningkat secara kuantitatif padahal mereka dimaksudkan untuk menjadi pengurus yakni meningkatkan taraf kualitas lembaga dengan membawa masing-masing ideologi partainya. Namun, yang terjadi sangat berbanding terbalik dengan apa yang menjadi jualan narasi yang dibuat oleh partai.

Partai politik mahasiswa tidak pernah mengajarkan sejak dini kepada para kadernya bagaimana menjadi anggota lembaga kemahasiswaan yang secara moral tahu dia dikirim dalam kepengurusan lembaga ingin menjadi apa. Selain dari pada itu, partai lalai melakukan kaderisasi kepemimpinan yang baik dan benar, seharusnya partai memberikan edukasi politik bahwa seorang pemimpin tidak mesti harus menjadi pimpinan.

Legitimasi kepemimpinan kader partai seyogianya bukan diukur dalam perspektif ia menjadi ketua melainkan bagaimana semangat pembaharuan itu berlaku secara kontinyu saat pertama kali bergabung dalam lembaga sampai masa baktinya diberhentikan oleh aturan. Artinya meninggalkan _policy_ yang baik, ada gagasan yang relevan mengimbangi laju perkembangan zaman.

Masalah akut yang sering kita jumpai yaitu banyaknya kader partai masuk dalam kepengurusan hanya untuk ajang lomba memamerkan dirinya bahwa ia adalah pengurus lembaga kemahasiswaan dengan harapan mendapat baju pengurus, tindakan seperti inilah kemudian mempertegas adagium yang sedang populer yakni “biar bodoh yang penting bergaya.”

Parpolma tempat kebohongan diproduksi

Sikap kader partai dalam kepengurusan lembaga kemahasiswaan memberikan kita gambaran bagaimana mereka dikader melalui partainya. Karakter yang malas dan kebodohan yang diperlihatkan adalah bentuk nyata bagaimana partai melakukan kaderisasi politik. Partai sudah tidak punya rasa malu lagi terhadap ribuan mahasiswa yang mereka wakili, apa yang partai lakukan dari setiap masa menjelang pemilihan mahasiswa hanya berupaya melakukan pembohongan publik dan itu adalah bagian penghianatan moral sekaligus menghina nalar seluruh mahasiswa.

kita ketahui bersama tentang apa yang dijanjikan melalui narasi-narasi pencitraan saat menjelang hari-hari kampanye, semua partai berlomba memenangkan kebohongannya dengan cara memanipulasi seakan-akan mereka paling peduli terhadap lembaga kemahasiswaan tetapi ketika terpilih justru organisasi dibuat rusak.

Seharusnya partai yang berani mencelupkan dirinya dalam giat-giat politik maka dengan penuh kesadaran mesti mempertanggungjawabkan semua apa yang telah digagas, penyakit semua partai hanya siap menang namun tak siap kalah. Kalau semua kader yang didelegasikan kelembaga hanya mengejar posisi ketua terus kapan visi misi partainya dieksekusi? Karena kadernya hanya sibuk mengejar politik kuasa yang tidak mementingkan lagi kepentingan khalayak.

Padahal menurut Antonio Gramsci “politik tidak terbatas pada perjuangan mendapat kekuasaan, politik mencakup kehidupan manusia yang lebih luas. Ikut serta dalam politik berarti mengembangkan kemampuan berpikir dan bertindak yang berguna bagi diri sendiri, mengembangkan otonomi yang tidak didikte oleh kekuasaan semata.” Artinya bahwa apa yang kita yakini berguna bagi diri sendiri tentu itu harus menjadi kemaslahatan banyak orang, jangan nanti momen pemilihan baru semua partai muncul dengan gagah melakukan banyak kebohongan yang hanya menginginkan posisi ketua saja.

Mahasiswa rindu dengan lembaga kemahasiswaan yang didalamnya semua pengurus dari masing-masing delegasi partai itu saling bertengkar tentang banyak hal untuk kemajuan organisasi yang pastinya berorientasi menjaga amanah dan memperjuangkan seluruh aspirasi mahasiswa. Berhentilah partai mengirim delegasi yang bodoh, yang hanya mengandalkan kebesaran nama partainya saja.

Jangan hanya jago jualan jargon

Kini partai harus melakukan upaya transformasi pola perekrutan sampai pendistribusian kader yang betul-betul mengedepankan kepentingan dalam memperjuangkan visi misinya secara konkret. Partai jangan hanya hebat dalam melakukan promosi yang sifatnya klise, sangat miris keadaan partai-partai hari ini yang semuanya masih mengandalkan tipuan-tipuan melalui jargon dan tidak memperhatikan anggota partainya yang banyak melakukan kebobrokan saat menjadi pengurus lembaga kemahasiswaan.

Ada hal yang sangat menarik pernah dikatakan oleh Ibnu Khaldun bahwa “manusia pada dasarnya bodoh, dan menjadi terpelajar melalui perolehan pengetahuan.” Dengan demikian, jika partai memang tempat untuk melakukan proses kaderisasi kepemimpinan maka didalam pasti terjadi transaksi ide. Tapi kalau yang dikirim partai adalah orang-orang yang tidak berkualitas artinya partai gagal menjadi organisasi pengorbit calon-calon pemimpin, yang ada partai menternak para gembel yang miskin akan gagasan.

Berapa banyak lagi jargon yang harus menjadi penunjang partai untuk membesarkan namanya? Sedang implementasi dari visi misi partai nonsens yang sekedar menjadi tumpukan kata-kata tidak bermakna. Semangat yang digaungkan juga tidak menunjukkan spirit pembaharuan dalam lembaga kemahasiswaan. Setiap tahunnya partai hanya menciptakan polarisasi dikalangan mahasiswa, pertarungan antar partai bukan pertarungan gagasan melainkan ide-ide manipulatif yang dijual gratis.

Slogan-slogan yang melekat pada semua partai hanya untuk membodohi mahasiswa, semakin kuat dipromosikan dan dibangga-banggakan maka semakin kuat partai mengingkari visi-misinya sendiri.

Semoga para parpolma lebih banyak lagi introspeksi agar mereka tahu kalau pendidikan terbaik adalah tindakan bukan kata-kata, kata Charlie Chaplin.

Selain dari pada itu, partai sepertinya tidak pernah membaca banyak literatur dan realitas yang terjadi dilingkup kampus sehingga mereka merasa sistem yang terbangun dalam partainya sudah sangat baik, padahal karena banyak mahasiswa yang mereka bisa tipu. Partai sudah saatnya berhenti membanggakan slogan ataupun jargon kedewaan yang busuk dan tolol itu. Mereka mesti melakukan kesiapan diri untuk melakukan keutamaan yang terbaik dalam segala hal, termasuk dalam hal politik, apapun konsekuensinya. Itulah arete, suatu hal yang diistilahkan oleh Plato.

Penulis: Harpan Pajar

Editor: Melvi Widya

Mengenal Animasi dan Alasan Orang Dewasa Masih Senang Menikmatinya

Objektif.id – “Tidak usah malu kalau hobimu nonton anime ataupun kartun, karena ribuan orang di luaran sana lebih hobi nonton aib orang lain”- Dodit Mulyanto.

Animasi adalah sebuah seni gambar yang bergerak cepat untuk menciptakan suatu ilusi tertentu. Animasi terbagi menjadi beberapa bagian yaitu; Animasi 2D, Animasi 3D, Infografis (slide PowerPoint), Stop Motion, Motion Graphic (video konten promosi), dan Isometric.

Sebelum kita melangkah lebih jauh untuk mengenal animasi, penulis akan sedikit memaparkan tentang sejarah animasi yang perlu diketahui bahwa dalam perkembangannya melewati proses yang tidak instan. Berawal dari tahun 1900-1930 (The Silent Era). Pada masa ini, manusia sudah mulai bermain ilusi gambar hitam-putih tanpa narasi dan dibuat dengan alat seadanya. Animasi terkenal pada saat itu ialah animasi Mickey Mouse oleh Walt Disney.

Memasuki The Golden Age Of Animation (1930-1960) animasi sudah menggunakan warna, kemudian pada masa The American Television Era (1960-1980), animasi sudah mulai ditayangkan secara komersial yakni pada siaran saluran TV, hingga akhirnya pada Modern Era (1980-now) animasi semakin berkembang pesat dengan adanya teknologi sehingga orang-orang tidak hanya dapat menikmati animasi melalui TV, tetapi juga bisa mengaksesnya dari platform lain seperti YouTube, Disney Hotstar, dan lainnya.

Dampak – Dampak Perubahan Animasi di Era Sekarang

Sering kita kenal animasi merupakan sebuah tontonan yang dikhususkan untuk anak-anak. Namun, apakah kalian tahu? bahwa animasi atau sinema kartun ini ternyata dapat ditonton di seluruh kalangan usia bahkan terkadang ada yang hanya dikhususkan untuk kategori tertentu.

Kita pasti sudah sering melihat sebuah tanda seperti G, PG-13, R, dan D/NC-17. Tanda-tanda ini adalah rating usia dalam sebuah film maupun sinetron. Disinilah perlunya kita mengetahui simbolik-simbolik seperti itu, karena tiap simbolnya memiliki makna yang berbeda-beda jika G (semua usia), PG-13 (usia 13 tahun kebawah), R (usia 17 tahun kebawah), sementara D/NC-17 (usia 18 tahun keatas).

Tidak hanya persoalan tanda rating usia, tetapi yang memprihatinkannya adalah animasi era sekarang ini telah banyak memuat unsur LGBT di dalamnya contohnya animasi Lightyear yang sempat viral di tahun 2022, karena isi ceritanya sangat kental akan LGBT. Tentunya hal seperti ini harus dihindari karena akan berdampak pada psikologis seksualitas pada anak. Jadi, peran orang tua sangat penting dalam memilih tontonan kepada anak-anak meskipun tontonan tersebut hanyalah sebuah animasi semata.

Orang Dewasa dan Kartun

Teman-teman pernah kepikiran tidak sih kenapa orang-orang senang menonton kartun terkhususnya pada orang dewasa? well, ternyata menonton kartun dapat memberikan dampak positif secara psikologis kepada orang dewasa.

Seperti yang kita tahu bahwa orang dewasa terkenal dengan slogannya yaitu “waktu adalah uang”. Saking sibuknya sehingga membuat mereka tidak memiliki waktu yang banyak untuk sekedar refreshing ke tempat-tempat wisata dan pada akhirnya mereka lebih memilih alternatif lain dengan menonton sebuah film di platform nonton online. Namun, bukannya menonton film yang diperankan oleh orang asli sebaliknya beralih menonton film yang berjeniskan animasi untuk menghilangkan kejenuhan yang mereka miliki.

Selain itu, beberapa dari mereka mengaku menonton kartun karena suka dan hobi dalam hal ini yang dimaksudkan adalah anime yang merupakan animasi dari negeri sakura Jepang. Anime ini mempunyai berbagai macam genre beserta alur cerita yang unik, inspiratif, visual yang memanjakan mata, dan jangan lupakan juga yang memang rata-rata ditujukan untuk penonton dewasa. Orang dewasa juga masih senang menonton kartun dikarenakan merasa bernostalgia hanya bermodalkan dengan menonton kartun saja dapat mengingatkan mereka tentang kenangan-kenangan indah di masa kecil dulu.

Penulis : Tesa Ayu Sri Natari
Editor: Melvi Widya