Misteri Perihal Kopi

Awal aku berkenalan dengan minuman pahit yang hitam pekat itu, saat memasuki bangku perkuliahan. Lebih tepatnya saat di bukanya sebuah forum diskusi liar antara kanda dan dindanya. 

Sebelumnya maaf saja ya bagi pecinta kopi. Jujur saja saat itu, aku amat tidak suka dengan rasanya yang pahit. Apa lagi yang tak pakai gula, ampun beribu ampun itu amat tidak enak. Terkhusus bagi yang belum pernah coba dan tidak percaya dengan apa yang aku katakan, silahkan mencobanya. Aku yakin pasti akan merasakan hal yang sama. 

Tapi, anehnya kedai kopi semakin banyak hadir di mana-mana dan masih tetap ramai dengan pengunjung. Artinya masih banyak yang suka dengan kopi. 

Ada apa di balik kopi itu…?, dengan segala kepahitanya masih tetap disukai orang, baik dari berbagai kalangan tua maupun muda, pria maupun wanita, pelajar maupun non-pelajar, hampir semuanya suka dengan kopi. 

Ada apa dengan kopi….? Dengan segala kepahitan itu. Aku tak mengerti walaupun sudah cukup lama aku menikmatinya. 

Coba perhatikan dengan seksama, mereka semua ibarat orang yang terpengaruh oleh sugesti hingga secara tak sadar mereka tetap berada pada kebiasaan dengan tetap meminum kopi dengan segala kepahitanya. 

“Pahit sih pahit, tapi nikmat”. Jawabnya atas tanyaku terhadapnya perihal rasa kopi itu sendiri. 

Itulah misteri perihal kopi dengan segala kepahitanya. 

Masihkah ada hasrat untuk meminumnya…?. 

Semua itu terserah padamu. Tapi, yang aku pilih adalah masih tetap meminumnya karena perjuangan itu tentang bagaimana kita ber-revolusi dalam mengarungi lembah misterius tiada ujung. Sebab apa nikmatnya hidup di puncak  kemapanan pikiran hingga tak ada lagi yang akan kita tanyakan…?.  Revolusi itu takkan pernah ada jika tak ada yang dipertanyakan. Revolusi adalah siklus perubahan yang harus tetap misterius agar “revolusi” Bisa abadi dan tetap eksis di muka bumi ini. 

Maka tetaplah menikmati kopi dengan segala kepahitanya. 

Kopi berkata “aku disukai karena aku misteri, aku misteri agar revolusi tetap hadir atau eksis sebagaimana adanya dibumi Tuhan yang multi-ekspresif ini”.

Oleh: Madiarto

(Ilustrasi secangkir kopi. Foto:Repro Google.com)

Keselamatan Rakyat atau Pilkada?

Karya : M. Iqbal L Nazim

Saya ingin buka kritik saya ini dengan kalimat “Jika kau ingin melihat bangsa itu berjalan secara transparan maka lihat kebijakan yang dikeluarkan apakah kebijakan tersebut saling bernegasi satu sama lain atau tidak”.

Banyak yang diperlakukan dan diberikan sanksi karena berkerumun, tidak memakai masker yang pada pokoknya tidak mematuhi protokol kesehatan. Tapi bukan itu poin yang ingin di tegaskan. Yang ingin ditegaskan adalah “please don’t confuse us with the uncertain policy”.

Kita ingin bebas dari covid-19 dan virus ini hilang untuk selama-lamanya di tanah pertiwi ini dan dunia, sehingga ketika pemerintah baik pusat maupun daerah mengeluarkan kebijakan tentang protokol kesehatan (PSBB, Physical distance, menggunakan masker dan lain sebagainya) kita begitu sangat mendukung. Meskipun ada beberapa yang belum melaksanakan entah mereka lupa atau apa, tapi yang jelas ketika mereka diberikan sanksi teguran mereka dengan suka rela mematuhi sanksi tersebut karena ada keinginan, karena ada kesadaran bahwa covid-19 harus dilawan dan hilang untuk selama-lamanya.

Di tengah pelaksanaan protokol kesehatan maka tentu efek yang dirasakan adalah tentang ekonomi, mungkin masyarakat menengah ke atas masih bilang “nggak apa” tetapi bagaimana dengan masyarakat menengah ke bawah? Dan ditemukan juga fakta bahwa masyarakat menengah ke atas banyak yang mengeluh akan pandemi ini.

Sekarang kita tengah harus benar-benar mempersiapkan diri menghadapi kondisi ekonomi yang apabila negara mengalami resesi. Bahkan negara pun kelabakan untuk membenahi ekonominya karena efek dari Pandemi.

Namun disisi lain di tahun 2020 ini akan diselenggarakan pilkada serentak. Maka kosekuensi yang harus dihadapi adalah dilanggarnya protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Maka akibat hal tersebut akan lahirlah cluster-cluster baru pasca pilkada. Lalu kapan akan selesai pandemi ini. Dengan begitu banyaknya korban baik tenaga medis maupun sipil yang telah meninggal dunia.

Sebenarnya negara saat ini ada dimana? Berada di pihak siapa dan berapa banyak lagi korban yang harus jatuh hanya karena akibat dari pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020 mendatang.

Seberapa urgensi kah pilkada serentak tersebut dengan melawan covid-19 ini?

Apakah pelaksanaan pilkada serentak tersebut tidak dapat ditunda pelaksanaannya?

Cobalah jangan tunjukkan ego dan ambisi tersebut yang akibatnya berdampak pada masyarakat menengah kebawah dan para tenaga medis.

Sebenarnya kita, kamu dan negara ini serius atau tidak melawan covid-19 ini?