Berkarya dengan Bahagia Ala Seniman Kampus

Kemerdekaan adalah hak semua bangsa ungkapan ini merupakan salahsatu redaksi yang terdapat dalam UUD Negara RI 1945. Saya kira itu cukup keren dalam membakar semangat perjuangan pada waktu itu. Tetapi tidak sekeren para penikmat malam yang menghabiskan waktunya hanya bercermin dengan layar kaca handponenya, benar mereka adalah mahasiswa kebanggaan Negara yang rutinitasnya hanya menghabiskan waktunya bermain game online menghabiskan uang orang tuanya untuk membeli paket internet. Hobynya tidur subuh bangun sore sungguh sosok teladan yang membanggakan.

Tapi terserahlah asal kau bahagia seperti judul lagu band armada. Ia bahagia, saya kira bahagia juga itu kemerdekaan seperti halnya yang saya tulis ini sebagai wujud ekspresi kebahagian saya. Bahagia itu penting bahkan Buya Hamka pun dalam bukunya Tasawuf Modern itu membahas tentang kebahagiaan. Sederhananya bahagia itu bersyukur dan ikhlas dengan eksistensi diri tanpa harus terbebani oleh entitas lain.

Bagaimana malam minggu kalian? Semoga bahagia dan baik baik saja, tak semendung langit di sore hari. Seolah olah semesta sedang bersekongkol dengan para jomblo di seantero negeri.

Tapi ada yang menarik di malam minggu kali ini sebab ada beberapa mahasiswa kampus yang menggelegar pentas seni mereka menamakannya malam sejuta seni semoga saja mereka ini bukan para jomblo yang sedang bersekongkol dengan semesta yang sekedar untuk mengisi malam mingguanya agar terkesan produktif.

Mereka mengangkat tema berkarya dengan bahagia menarik sih ya. Walaupun kesan penampilannya seolah olah ada unsur gerakan pertobatan secara berjamaah. Sebagai mahasiwa yang cukup sesepuh di kampus yang juga tergabung dalam organisasi Seni tersebut cukup kagumlah dengan kreatifitas mahasiswa generasi sekarang trobosannya tidak bisa ditebak tetapi memang pada prinsipnya doktrin untuk berkarya itu penting sebab itu membentuk kemandirian dalam mengekspresikan diri,

Saya pernah membaca salah satu buku yang membahas tentang seniman tapi lupa sih judul bukunya apa yang jelasnya di dalam buku tersebut ia membahas bahwa seniman itu sama dengan tuhan memang terkesan lumayan ekstrim sih ia menjelaskan bahwa seniman dan tuhan itu kesamaanya sama sama mampu melahirkan ralitasnya sendiri. Ya dalam hal ini saya sepakat tetapi pada kadar yang berbeda, saya tidak mau membahas terkait kesamaan antara seniman dan tuhan teralu jauh karena kajiannya berat coy, serius!! bahkan beratnya melebihi menyelesaikan skripsi.

Salahsatu senior pernah mengatakan bahwa seni adalah sebagai media perlawanan terhadap realitas sosial ia menceritakan pada pertengahan abad ke 19 masehi ada seseorang yang berkebangsaan belanda namanya Eduar Dawes Deker menulis sebuah buku novel yang berjudul Max Havelaar buku tersebut berisi tentang penyelewengan bupati dan kepala residen pada system taman paksa yang berlaku di Hindia Belanda dan kritik tersebut mengunggah hati para kaum humanis di Belanda untuk melakukan protes terhadap kerajaan belanda dan 10 tahun setelah novel itu terbit Belanda menghapuskan system kerja paksa di Indonesia.

Kemudian kita kenal juga R.A Kartini dengan bukunya Habis Gelap Terbitlah Terang yang berisi tentang kumpulan surat Kartini dengan sahabat penanya yang belakangan diketahui adalah seseorang yang berkebangsaan Belanda. Di dalam surat tersebut berisi terkait gagasannya tentang kekangan system feodalisme dan kolonialisme yang tentunya menghabat kemajuan bangsa pribumi. Ia juga mencantumkan gagasannya bagaimana seharusnya peran perempuan dalam kehidupan tatanan sosial yang kita kenal sampai hari ini dengan istilah emansipasi wanita.

Ada juga Ismail Marzuki yang mewujudkan integrasi melalui seni dan sastra di usianya yang baru beranjak 17 tahun ia telah berhasil menciptakan lagu pertamanya yang berjudul “O Sarinah” pada tahun 1936″. Ia adalah sosok yang menjauhkan diri dari lagu lagu barat dan kemudian fokus menciptakan lagu lagunya sendiri dan lagu – lagu yang ia ciptakan sangat di warnai oleh semangat kecintaanya terhadap tanah air.

Dan yang terakhir senior itu juga menceritakan kisah perjuangan Wiji Thukul, ia menceritakan bahwa Wiji Thukul bukan hanya seorang aktivis tetapi juga sebagai penulis puisi perjuangan. Yang khas dari sosok Wiji Thukul bahwa ia bukannya menulis puisi tentang protes, melainkan sosoknya menjadi represntasi akan protes itu sendiri. Karena itu jangan heran kalau puisinya gampang melebur dalam setiap aksi momen pergolakan dan berbagai aksi protes.

Nahasnya pada tahun 1998 Wiji Thukul menghilang dan hilangnya secara resmi di umumkan secara resmi oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) pada tahun 2000.

Kontras mengatakan bahwa hilangnya Wiji Thukul sekitan tahun 1998 karena di duga oleh aktivitas politik yang di lakukukan Wiji Thukul sendiri dan saat itu bertepatan dengan operasi represif Rezim Orde Baru dalam rangka upaya pembersihan aktifitas politik yang bertentangan dengan Rezim Orde Baru. Dan sejak saat di nyatakan hilang saat ini keberadaan Wiji Thukul masih misteri apakah ia masih hidup atau sudah tiada.

Sebagai mahasiswa yang mengangumi coretan tanganya saya sangat terkesimah ketika pertama kali membaca tulisannya di dalam buku Bangkitlah Gerakan Mahasiswa yang di tulis oleh Eko Prasetyo. Di dalam buku tersebut terdapat satu puisi yang berjudul “Ucapkan Kata – katamu” pada bait terakhir berbunyi “Jika kau menghaba pada ketakutan kita akan memperpanjang barisan perbudakan” yang kemudia puisi tersebut mengsugesti saya tentang bagaimana cara saya bersikap dan bertindak.

Sehingga pada prinsipnya secara historis seni memiliki peran yang saya nilai cukup besar dalam proses perjuangan pada masa masa perjuangan bangsa kita, dan Berkarya dengan Bahagia adalah wujud perjuangan.

Berkarya dengan Bahagia adalah wujud kemerdekaan diri. Ia! seperti kamu! Kamu juga wujud karya yang katanya ayah pidi baiq kita adalah karya kedua orang tua kita yang di selundupkan dari surga di kamar pengantin. Ya tanpa harus di jelaskan saya kira kamu sudah paham maksud dari itu.

Berkarya dengan Bahagia adalah wujud perlawanan. Ia! Perlawanan terhadap penindasan diri pada sikap yang tidak produktif sebab sikap yang pasif adalah wujud penjajahan diri.

Berkarya dengan Bahagia adalah wujud ekspresi diri. Ia! ekspresi tentang keberanian dalam mengambil sikap atas fenomena sosial.

Berkarya dengan Bahagia, Bahagia dengan Berkarya, dan Teruslah Berkarya!.

Penulis: M.S

Terimakasih Gus Menag, Apa Kabar Bunda?

Belum lama ini, Menteri Agama Republik Indonesia telah menyampaikan kebijakannya mengenai penurunan Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk mahasiswa PTKIN. Tak heran lah, sebab PTKIN menjadi binaan Kementerian Agama. Terimakasih Gus Menteri, sepertinya kami tertolong lagi nih, hehe… “Gus memang perduli kepada Mahasiswa”. 

Sepertinya kabar itu merupakan kabar baik bagi mahasiswa. Sebab, pandemi yang berdampak pada sektor ekonomi menjadikan banyak mahasiswa bingung “duitnya dapat dimana?”. Lagian sekarang PPKM, memang nyari ngutang dimana? Pembayaran mau tutupmi ee. 

Sekelas PTKIN biaya pendidikannya lebih kecil sebenarnya dibandingkan dengan kampus umum dan swasta lainnya, namun tetap juga tetap terus menjadi perhatian pemerintah dan instansi pendidikan untuk meringankan biaya pendidikan akibat dampak yang dialami mahasiswa selama pandemi COVID-19, utamanya PPKM. Akhir-akhir ini begitu terang-benderang kita dipertontonkan dengan aksi-aksi beberapa instansi pendidikan yang acuh dari intruksi pemerintah dalam hal pengurangan biaya pendidikan.

Sebagai mahasiswa mahasiswa ekonomi ke bawah sebenarnya  merasa kecewa dengan aksi-aksi seperti itu. “Sebut saja PHP”. Tapi sudahlah, penulis tidak ingin terlalu mengulas PHP seperti apa yang dimaksud, “Sakit jika di ulas lagi”.

Kabarnya, jika tidak keliru, tujuh hari lalu keringanan uang semester  mencapai lebih dari Rp 169 miliar pada tahun anggaran 2021 berdasarkan pengakuan Gus Menag. “Keringanan UKT tersebut tersebar di 58 PTKIN yang terdiri dari 24 Universitas Islam Negeri (UIN), 29 Institut Agama Islam Negeri (IAIN), dan 5 Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN),” (Gus Menag). 

Apa yang disampaikan Gus Menag sebenarnya terjadi, namun beberapa instansi pendidikan PTKIN seakan tidak merespon positif niat baik Kementerian Agama. Demikian tersebut dapat dikroscek di kampus saya kuliah. “Gus Menag? dikampus saya kuliah hanya perpanjangan bayar biaya pendidikan saja nggak ada penurunan yang ta maksud bela, hemm”. Apa kabar Bunda?.

Mengutip apa yang disampaikan Gus Menag, “keringanan UKT diberikan dalam dua semester, yakni genap (Februari 2021) dan ganjil (Agustus 2021). Keringanan tersebut terbagi dua jenis, yaitu penurunan UKT satu tingkat di bawahnya atau pengurangan UKT dengan rentang 10% sampai 100%”. Jelas kan , semester ini ada lagi penurunan biaya pendidikan. Bunda Apa Kabarnya?.

Kami mahasiswa sekarang beranggapan jika afirmasi Menag kepada mahasiswa dan orang tuanya yang  mengalami dampak dari pandemi COVID-19 tidak terealisasi atau “Janji-janji Jhe Deela, tidak ada eya jhe kasiank”.  “Tidak masalah sebenarnya, tapi hati-hati saja Bund dengan PHP”. 

Ini bukan salah Gus Menag lagi..

Tapi tidak tau siapa mau disalahkan?

Tapi ramalan penulis, mungkin karena instansi pendidikan abai atau cuek dengan afirmasi Gus Menag. Sebagai catatan “Gus Menag perlu mengevaluasi aspirasi itu”.

Apa Kabar Bunda?.

Beberapa hari lalu, banyak mahasiswa ‘menggerutu’, mungkin karena fulusnya kurang. Diperpanjang pembayaran pendidikan, bukan bertambah fulusnya tapi malah berkurang karena membiayai perut. Banyak sebenarnya bertanya, “Tidak adakah pengurangan biaya pendidikan?” Saya jawab : “Adaji, tanya bunda langsung bagaimana kabarnya?”.

Afirmasi Gus Menag itu sudah menjadi jawaban dari depresi mahasiswa soal dampak ekonomi dengan biaya pendidikan dianggap membebani selama pandemi COVID-19. Terimakasih Gus Menag, Apa Kabar Bunda?.

Penulis : Muh. Rifky Syaiful Rasyid

(Muh.Rifky Syaiful )

Fenomena Childfree dalam Pandangan Islam

Istilah Childfree akhir akhir ini menjadi perbincangan hangat dijagat maya setelah YouTuber Gita Savitri mendeklarasikan diri sebagai Childfree. Istilah Childfree mungkin terkesan masih tabu di kalangan masyarakat Indonesia secara umum yang notabene lebih cenderung mengadopsi budaya Parenting (pengasuhan). Secara sederhana istilah Childfree adalah keputusan yang diambil seseorang untuk tidak memiliki anak setelah mereka menikah. Mereka tidak berusaha untuk hamil secara alami ataupun berencana mengadopsi anak.

Alasan yang paling umum untuk memutuskan menjadi childfree adalah bahwa cara ini efektif untuk menekan overpopulasi selain itu juga childfree merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan bumi.

Di sisi lain juga ada factor ekonomi dan factor social yang melatar belakangi lahirnya penganut childfree. Mereka memiliki kekhawatiran tidak akan bisa membiayai biaya hidup anak kelak, ada yang beranggapan bahwa anak hanya akan menjadi beban dan penghambat kesuksesan karir, ada juga tidak menyukai anak anak serta khawatir tidak bisa menjadi orang tua yang baik.

Lantas bagaimana islam dalam merespon dan menyikapi paham ini? Yang secara nyata islam merupakam agama mayoritas di Indonesia  sehingga tentunya islam memiliki tanggung jawab moral dalam memberikan pencerahan baik itu secara spiritual, ekonomi maupun social atas dampak dari hadirnya paham ini.

Pengertian dan Sejarah Childfree

Dikutip dari Wikipedia, childfree adalah sebuah keputusan atau pilihan hidup untuk tidak memiliki anak, baik itu anak kandung, anak tiri, ataupun anak angkat. Istilah childfree dibuat dalam bahasa Inggris di akhir abad ke 20 oleh St. Augustine sebagai penganut kepercayaan Maniisme (Maniisme adalah salah satu aliran keagamaan yang bercirikan Gnostik atau Gnostisisme. Gnotisisme sendiri adalah gerakan keagamaan yang mencampurkan berbagai ajaran agama, yang biasanya pada intinya mengajarkan bahwa manusia pada dasarnya adalah jiwa yang terperangkap di dalam alam semesta yang diciptakan oleh Tuhan yang tidak sempurna), percaya bahwa membuat anak adalah suatu sikap tidak bermoral, dan dengan demikian (sesuai sistem kepercayaannya) menjebak jiwa-jiwa dalam tubuh yang tidak kekal. Untuk mencegahnya, mereka mempraktikkan penggunaan kontrasepsi dengan sistem kalender.

Dalam buku No Kids: 40 Reasons For Not Having Children, Corinne Maier tertulis beragam alasan bagi seseorang yang memilih dan memutuskan untuk childfree. Mulai dari kurangnya finansial, masalah kesehatan, hingga kepedulian akan dampak negatif pada lingkungan yang bisa mengancam seperti over population dan kelangkaan sumber daya alam. 

Sebenarnya paham Childfree ini sudah lama mencuat sejak akhir tahun 2000 an dan bahkan di Negara – Negara maju pilihan hidup ini sudah menjadi sesuatu yang populer.

Islam dan Childfree

Surat An Nahl Ayat 72, Allah SWT berfirman, yang artinya:

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”

Maka dapat dilihat tujuan pernikahan dalam Islam salah satunya ialah untuk memperoleh keturunan. Tentunya dengan harapan keturunan yang diperoleh ialah keturunan yang saleh dan salehah, agar dapat membentuk generasi selanjutnya yang berkualitas.

Selain itu juga tujuan pernilakan ialah membangun generasi beriman. Pasalnya membangun rumah tangga islam yang harmonis, sudah turut serta membangun generasi muslim yang beriman agar tidak terjadi kepunahan. Sebagaimana dalam salah satu surah Al-Quran berikut, artinya:

“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. At-Thur ayat 21).

Sehingga secara sederhana salah satu tujuan pernikahan ialah gerakan melahirkan regenerasi yang berkualitas, baik itu berkualitas secara spiritual, intelektual dan emosional agar di masa depan generasi ini bisa terus berjuang untuk mempertahankan eksistensi agama Islam.

Jadi jika kita menyimpulkan hubungan antara Islam dan childfree itu sangat saling bertolak belakang karena Islam sangat menganjurkan adanya keturunan sebab salah satu tujuan pernikahan dalam islam ialah untuk melahirkan regenerasi beda halnya dengan paham childfree yang bertindak secara deregenersi berupaya untuk tidak ingin memiliki keturunan dalam balutan hangatnya ikatan suami istri.

Childfree dari Segi Ekonomi

Alasan yang paling fundamental para penganut Childfree dari segi ekonomi adalah ketakutan dan ketidakmampuan untuk membiayai biaya kebutuhan anak. Factor finansial memang sangatlah penting dalam membina rumah tangga. Hanya saja jika hal itu di jadikan salah satu alasan utama untuk memilih menjadi Childfree rasanya konyol saja sebab di luar sana masih banyak pasutri (pasangan suami istri) yang berharap ingin memiliki keturunan namun tak kunjung di berikan.

Bahkan Tuhanpun sudah menjamin bahwa setiap anak sudah memiliki rejekinya masing – masing jadi kenapa kita harus pesimis akan masalah finansial jika kita sudah memiliki keturunan. Keluarga adalah alasan utama dari setiap perjuangan besar dan anak adalah bunga – bunga dunia sehingga di situlah pentingnya kehadiran seorang anak mampu memberikan warna dan keindahan dari setiap perjuangan besar.

Bila kita memiliki kendala dalam mendidik anak maka bukan anaknya yang tidak mau kita hadirkan dalam rumah tangga akan tetapi justru kita harus belajar mengelola finansial keluarga dan belajar berbagai hal agar mental kita siap untuk menjemput kehadiran buah hati dalam rumah tangga.

Jadi menurut penulis, dilihat dari kuatnya anjuran, keutamaan serta urgensitas keberadaan keturunan yang sholeh dan sholeha dari suatu pernikahan, serta pertimbangan yang tidak prinsipil untuk tidak memiliki keturunan. Maka prinsip childfree dalam suatu pernikahan sebagaimana kasus di atas hendaknya tidak di adopsi oleh kaum muslim/muslimah, sebab hal tersebut tidak sesuai dengan anjuran agama, serta menyalahi makna substansi dari sebuah pernikahan.

Penulis: MS 

(Ilustrasi Childfree sumber Arami Stock Foto)

Kuota Internet Macet, UKT Menjepit, Orang Tua Menjerit


(Ilustrasi Stres. Foto: Repro Google.com)


Penulis : Mahasiswa Tampannya IAIN kendari

       Semenjak covid-19 masuk ke Indonesia 02-03-2021 pemerintah pun menghimbau untuk melakukan social distancing atau jaga jarak dan juga menghimbau untuk tetap berada di rumah dan sekarang sudah ada ppkm yang sudah memasuki level 4 dan entah sampai level berapa mungkin sampai level max.

Semenjak pandemi ini membuat beberapa kegiatan harus di kerjakan di rumah termaksud perkuliahan.

Selama masa pandemi ini, kegiatan perkuliahan juga dilakukan dari dalam rumah. sudah banyak perguruan tinggi yang mulai mengubah metode perkuliahan yang awalnya bertatap muka menjadi online, dan membatasi kegiatan di sekitar kampus karena ancaman wabah COVID-19 ini. Salah satunya Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari yang melakukan skema perkuliahan secara daring sejak Maret 2020.

    Selama berubahnya skama perkulihan yang tadinya di ruangan, praktek, dan bercanda tawa dengan teman-teman di ruangan, semuanya berubah semenjak pandemi yang entah akan berakhir sampai kapan. Perkulihan saat ini hanya melalui via whaspt, zoom dan segala bentuk online lainnya.

    Akan tetapi selama melakukan perkuliahan online kuota internet yang harus selalu terisi, dan itu di tanggung sendiri oleh mahasiswa yang biayanya bukan main juga tiap bulannya dan tambah lagi gangguan jaringan.

Pihak kampus hanya berapa kali membagikan kuota untuk para mahasiswanya dan katanya semua itu tergantung keputusan pusat yaitu kementerian agama yang menjadi naungan IAIN Kendari ini, Seperti kata dari warek III ketika di temui teman-teman mahasiswa.

“Karena kuota ini bukan pengadaan di kampus pengadaannya harus dari kementerian agama”.

    Bukan hanya masalah kuota saja yang menjadi masalah kami mahasiswa tetapi SPP/UKT yang apa bila tiba di penghujung semester akan menjadi kewajiban yang mutlak bagi kami mahasiswa dan itu sungguh sangat memberatkan kami di tengah pandemi covid-19 yang entah akan berakhir kapan.

    Perkuliahan yang di lakukan di balik layar tetapi SPP tetap harus di bayar Orang tua mahasiswa menjerit Untuk pembayaran SPP/UKT anaknya dan tak sedikitpun mahasiswa menikmati fasilitas kampus.

Kuliah di balik layar SSP tetap di bayar…..Yaa

    Kuota internet untuk melaksanakan kuliah di tanggung sendiri oleh mahasiswa dan ketika ada permasalahan nilai terhadap dosen sangat sedikit kebijakan untuk perbaikan padahal kita ini susahnya minta ampun untuk membeli kuota untuk mengikuti setiap perkuliahan. Tidak hanya itu, ketika ada pengurusan untuk keringanan ukt syaratnya juga sungguh terlalu Kenapa tidak saja pihak kampus melakukan pemotongan 40%-50% secara menyeluruh kan kuliahnya juga online dan kami tidak menikmati fasilitas kampus sedikitpun.

Seperti percakapaan senior dan junior

Ketika senior bertanya pada temanku tentang pengurasan pengurangan UKT

Seniorku: “kau kamu tidak mengurus pengurangan UKT kah.?

Junior: “tidak”

Seniorku: “kenapa….?

Junior: “masa syaratnya tidak ada kategorinya untuk orang tua ku, masa saya mau karang terdampak Korona, tidak mungkinnya mi, sama saja saya minta²kan itu”.

Dan berikut syarat-syarat untuk pengurangan ukt saya lampirkan.

Cobalah di simak dengan baik

    Masa yang harus mendapatkan keringanan UKT hanya orang tuanya yang meninggal di tengah pandemi, mengalami pemutusan kerja, mengalami kerugian usaha dan mengalami penurunan.  pendapatan. Padahal kita mahasiswa juga terdampak dari segi pendidikan.

    Lalu bagaimana dengan kami yang orang tuanya sudah memang pendapatannya menengah ke bawah sejak dulu.

    Kenapa sih pihak kampus tidak mau memotong secara keseluruhan saja dan tidak usah adakan persyaratan khusus untuk UKT ini kan kita kuliah online ji juga. Kuota tanggung sendiri UKT bayar utuh…? Padahal semenjak pandemi ini, kita mahasiswa sangat terdampak darinya perkuliahan yang harusnya dilakukan di ruangan.

Para pimpinan IAIN Kendari “sungguh ironis dan bau terasi” kata dari diksi puisinya seniorku.

    Kepada pihak kampus mungkin kalian harus juga membuat dena/peta di kampus untuk para mahasiswa baru yang bisa di bilang mahasiswa yang terlahir dari generasi online, kan kasihan apa bila mereka memasuki kampus ini, mereka tersesat padahal luasnya kampus ini tidak seperti stadion bernabeu atau sirkuit mandalika, seperti berberapa bulan lalu sebelum PBAK ada maba yang mencari koperasi kampus untuk membeli almater tapi dia datangnya di gedung PKM(pusat kegiatan mahasiswa) dan bebera hari yang lalu lagi ketika aku dan teman-temanku duduk bersantai sambil mengisap rokok suria  di fakultas FEBI ada seorang maba yang bertanya di mana fakultas SYARIAH padalah sudah jelas ketika dia menoleh ke kanan tulisan yang menandakan bahwah di sanalah adanya fakultas yang dia cari, saya tidak menyalahkan dia bertanya, tetapi untuk mengantisipasi mahasiswa yang tersesat seperti itu di kampus yang luasnya tidak sampai 100 hektar, maka pihak kampus harus membuatkan dena/peta untuk para maba itu.

Ketika aku selesai menuliskan ini dan di terbitkan, mungkin saya akan di cari oleh pihak kampus. dan ketika itu terjadi saya hanya bisa katakan dari tulisanku ini, walaupun tidak beraturan tetapi ini keluh kesah saya selama kuliah online, saya adalah mahasiswa tergantengnya IAIN Kendari kalau mau cari saya mungkin pihak kampus harus mengadakan perlombaan mahasiswa ganteng atau semacam idol se IAIN kendari ini dan yakin dan percaya bahwa saya akan ikut dalam perlombaan itu.

Aku cinta padamu IAIN Kendari tapi sayang cintaku bertepuk sebelah tangan hanya karna kebijakan dari birokrasimu.

Nggak Ada Manfaatnya, Apakah Kampus Masih Memaksakan Kuliah Online?

Mengawali tulisan ini, penulis mengajak pembaca mereview kembali bagaimana wabah COVID-19 menguasai dunia tak terkecuali indonesia, hampir 2 tahun  sejak hidupnya wabah ini yang kemudian berbagai negara dari belahan dunia mencari solusi dari problem ini. Terlepas dari itu pemerintah indonesia sebagai kuasa-kuasa yang hari ini berkuasa menggunakan kekuasaanya untuk membentuk kebijakan atau aturan yang katanya menstabilkan kondisi negara di era pandemi, dari kebijakan PSBB, PSBB Transisi sampai PPKM level pedas sampai terpedas. Yang mempengaruhi berbagai sektor dari ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya, terkhusus dunia pendidikan siswa dan mahasiswa dipaksa melaksanakan pembelajaran atau kuliah online atau yang kita sapa Dalam Jaringan (DARING) Sebagai delik atas kekuasaan. Dalam prosesnya masih banyak pra mahasiswa baru yang bertanya Apa itu kampus ? apa urgensinya kuliah? 

Kampus

       Kampus dari bahasa Latin campus yang berarti “lapangan luas”, “tegal”. Dalam pengertian modern, kampus berarti, sebuah kompleks atau daerah tertutup yang merupakan kumpulan gedung-gedung universitas atau perguruan tinggi. Bisa pula berarti sebuah cabang daripada universitas sendiri.

Kuliah

        Kuliah adalah kegiatan belajar-mengajar di jenjang pendidikan tinggiTujuan kuliah sendiri adalah bagaimana Membentuk karakter dan mengembangkan diri, Membuka wawasan dan memperluas pengetahuan, Meningkatkan keterampilan yang bermanfaat dan Memperoleh relasi sebanyak-banyaknya.

       Namun faktanya tidak demikian, kampus hanyalah lahan bisnis tanaman yang menghasilkan bagi yang menanamnya, bagaiamana tidak mahasiswa telah membayar spp atas tagihan kewajiban, lantas apakah haknya terpenuhi secara penuh? Saya rasa tidak salah satunya kebijakan kuliah Daring dari manifestasi aturan yang berkuasa, mencerdaskan atau membodohi, silahkan simpulkan sendiri. Dosen hari ini tak lebih dari penceramah yang hanya di berargumentasi bukan lagi media diskusi, sebut saja dosen A, memfasilitasi link untuk masuk media sosial hanya untuk mengugurkan kewajiban. Mahasiswa yang tak mengikuti aturan dianggap tak hadir yang melawan dianggap tak sopan. Dear Dosen, sesungguhnya kita bukanlah robot yang digerakan dengan remot ataupun budak yang harus diadili dengan dalih mengajari.

Baca Juga: Surat Cinta Untuk MaBa

        Sejarah peradaban indonesia mencatat bagaiamana awal mula pergerakan mahasiswa tanah air era 1908 dengan didirikanya organisasi budi utomo yang dibentuk atas asas sistem kolonialisme Belanda yang menurut mereka sudah selayaknya dilawan dan rakyat harus dibebaskan dari bentuk penguasaan terhadap sumber daya alam yang dilakukan oleh penjajah terhadap bangsa ini. Begitupula tahun 1998 silam, mahasiswa bergerak membawa satu niat abadi bagaimana kemudian turunya sebuah rezim yang dianggap otoriter dan akhirnya soeharto turun tahta. Hal diatas adalah sepenggal kisah masa lalu yang mungkin bisa terjadi di masa ini? Jika kita mampu berfikir bahwa bukan aturan yang membatasi pikiran yang tapi pola pikir yang mengkerdilkan cara pikir.

        Akhir kata Penulis ingin mengajak umat mahasiswa agar kiranya ditengah kebijakan kuliah online fasilitas yang dihasilkan dari evolusi zaman yang kemudian merubah kontruksi berfikir yang kolot menjadi modern kiranya menjadi alat 1000 manfaat dalam pengembangan otak manusia, bukan hanya kampus sebagai media berfikir, bahwa masih banyak alat merubah pola pikir  dari membaca buku, diskusi dan berselancar dalam dunia fiksi.

 Penulis: A.M

(Ilustrasi kuliah online. Foto: Radar Bojonegoro)

Surat Cinta Untuk MaBa

 

Penulis : MS

Tidak terasa semenjak covid 19 melanda dunia, lingkungan kampus dan kemahasiswaan telah melahirkan 2 generasi, kita istilahkan saja dengan generasi online atau generasi daring.

Tentu ini unik, kenapa penulis katakan unik sebab berbeda dari generasi sebelumnya yang terlahir dengan metode offline. Lantas pertanyaannya apa sih yang membedakan generasi online dan generasi offline?

Penulis bisa mengatakan bahwa yang membedakan hanyalah terletak pada metode sehingga secara substansi tidak ada yang bisa di lebihkan. Maka poin pentingnya adalah penulis berusaha menekankan bagaimana pentingnya suatu proses mau seperti apapun caranya sebab di setiap proses di situ terdapat nilai yang nilai itu tidak bisa di ganti oleh nominal.

Pembaca yang budiman, melalui tulisan ini penulis ingin menyapa para calon calon pemimpin bangsa (genersi online) selamat datang, selamat menjadi mahasiswa. Ini bukan persoalan status kawan tapi ini persoalan tanggung jawab sebab di atas pundak kawan kawan terdapat jutaan harapan, harapan siapa? Harapan orang tua, harapan keluarga dan harapan masyarakat yang ada di sekeliling kita.

Menjadi mahasiswa bukan hanya semata mata kita mengenyam pendidikan dan berakhir pada gelar sarjana tetapi kenyataanya lebih dari itu, kita di tekankan menjadi manusia yang responsive dalam artian peka terhadap situasi yang ada, kita di tekankan untuk tau diri dan sadar diri sehingga rasa tanggung jawab itu bisa lahir dari diri kita.

Salah satu cara untuk melahirkan rasa tanggung jawab itu adalah dengan berorganisasi, kenapa organisasi begitu penting? Sebab organisasi adalah ikhtiar membentuk karakter diri dalam artian gerakan kualitas diri, mahasiswa merupakan agent of change yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam menjalankan amanah tersebut mahasiswa dituntut lebih aktif serta kritis dalam menghadapi sesuatu.

Organisasi merupakan tempat untuk mengasah berbagai hal termasuk dua hal diatas. Dalam berorganisasi kita akan terasah maupun terlatih dalam suatu kebersamaan dengan orang lain dengan melupakan masing-masing ego yang dimiliki setiap orang. Sejatinya organisasi merupakan suatu yang sangat sulit dipisahkan dengan mahasiswa yang sedang belajar didalam maupun di luar kampus. Organisasi merupakan elemen sangat penting sebagai alat penunjang mahasiswa saat mereka sedang berproses.

Berorganisasi menuntun kita dapat mengetahui dunia kampus lebih luas. Dalam berorganisasi seseorang di bentuk mentalnya. Jika kita sudah punya mental, maka kita akan dipermudah untuk melanjutkan perjalanan organisasi di tahap selanjutnya. Berbeda dengan orang yang tidak pernah mengikuti organisasi, jangankan untuk berbicara di depan orang ramai, berdiskusi dengan ruang lingkup kecil pun dia tidak sanggup untuk menyalaurkan pendapatnya. Oleh karena itu organisasi dianggap sangat penting bagi mahasiswa.

Ingat kawan kawan tidak ada orang yang besar di Negara ini tanpa melalui proses dalam berorganisasi sebab di organisasi juga mengajarkan kita tentang ilmu kepemimpinan, menajeman, administrasi dan ilmu – ilmu yang mempu menujang kualitas diri kita. Sehingga kuliah tanpa beroganisasi itu ibaratkan memakan sayur tanpa garam rasanya akan hambar tidak ada sensasi dan kenikmatan di dalamnya. Dan pada akhirnya menjadi mahasiswa hukumnya wajib untuk berorganisasi.

Tentang Dosen

Secara definisi dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Yang artinya dosen adalah guru sekaligus mitra diskusi dalam proses perkuliahan sehingga keharmonisan antara dosen dan mahasiswa harus di utamakan.

Antara dosen dan mahasiswa tidak ada yang lebih tinggi darajatnya kedua – duanya sama, dosen tidak akan dikatakan dosen kalau tidak memiliki mahasiswa begitupun sebaliknya mahasiswa tidak ada gunanya kuliah kalau tidak memiliki dosen, sehingga dosen harus menyayangi mahasiswanya dan mahasiswa harus menghargai dosennya. Dan dosen juga itu bukan tuhan yang setiap perkataanya itu adalah mutlak kebenaran sehingga sebagai mahasiswa harus pandai – pandai memfilter setiap perkataan dosen kalau dia salah maka sampaikan bahwa itu salah begitupun sebaliknya karena ruang akademik adalah arena pertarungan intektual baik itu antara dosen dan mahasiswa maupun antara mahasiswa dan sesama mahasiswa.

Kawan dunia kampus adalah mimbar akademik maka aktualisasi diri dalam lingkungan kampus itu sangatlah penting. Kita harus kristis terhadap persoalan – persoalan kampus apa lagi itu yang menyangkut mahasiswa. Terkadang kita sering menemukan dosen yang mempersulit mahasiswa, sulit untuk di hubungi, gemar memarahi dan memberikan nilai yang tidak wajar maka dosen seperti itu harus di ingatkan sebab tindakan seperti itu adalah upaya merusak keharmonisan antara dosen dan mahasiswa. Jadi kawan jangan takut sama dosen.

Bersahabat dengan Senior

Sebagai mahasiwa baru mungkin sudah tidak asing lagi dengan kata senior. Iya senior, walaupun penulis yakin bahwa belum semua mahasiswa baru tahun ini sudah mengenal senior – seniornya. Senior itu kejam, senior itu sombong, senior itu jutek, senior itu suka marah – marah dan mungkin itu yang ada di kepala kalian, tapi tenang kawan senior tidak semengirikan itu walaupun mungkin bias jadi ada tetapi itu hanya segelintir orang saja.

Senior dan junior merupakan hubungan yang tidak bisa di pisahkan ia mengkristal secara emosional dengan berbagai macam alasan dan latar belakang. Senior tidak akan pernah ada tanpa ada junior begitupun junior ia tidak akan ada tanpa ada senior maka jangan menganggap senior secara berlebihan.

Pada prinsipnya senior adalah seseorang yang lebih matang dalam pengalaman dan kemampuan sehingga secara sederhana senior itu adalah sahabat dalam berdiskusi untuk mengetahui lebih jauh terkait dunia kampus dan dunia kemahasiswaan maka sebagai mahasiswa baru jangan merasa takut ataupun sungkan untuk bersahabat dengan senior.

Dan pada akhirnya sebagai penutup dari tulisan ini penulis ingin menekankan satu hal kepada adik adik mahasiswa baru bahwa kalian adalah orang – orang yang di pilih atas dasar restu Tuhan untuk dapat dan bisa merasakan nikmatnya pendidikan sampai ke jenjang perguruan tinggi maka pesannya adalah bersyukurlah sebab masih banyak saudara – saudara kita yang ingin merasakan nikmatnya melanjutkan pendidikan sampai kejenjang perguruan tinggi tetapi apalah daya Tuhan masih berkehendak lain.

Bagaimana cara mensyukurinya yakni dengan memanfaatkan setiap momen dan peluang yang ada sehingga segala rutinitas yang kita lakukan ada nilai produktifitas di dalamnya. Teruslah maju dan berkembang lebih baik setiap waktunya, nikmatilah setiap prosesnya sebab hasil tidak akan pernah menghianati proses. Kita bukanlah Takemicih (karakter utama dalam serial kartun Tokyo revengers) yang bisa kembali ke masa lalu dan mengubah masa depan.

Penulis adalah mahasiswa aktif Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari. 

 

 

             

           

                

Secerah Harapan Di Bawah Timbunan Penderitaan

 

(Harpan Pajar. Foto: Istimewa)

Sulawesi Tenggara, sebuah pulau bagian tenggara Sulawesi diantara 18.306 pulau dalam wilayah geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kaya akan adat istiadat budaya, potensi sumber manusia yang mumpuni, dan sumber daya alam yang begitu melimpah sehingga menjadi salah satu tempat strategis bahkan surganya para investor melakukan investasi. Beribu kota, Kendari terletak tak jauh dari kampung halamanku Desa Lalonggombu, Kecamatan Andoolo, Konawe Selatan.

Ada sesuatu yang kontras terlihat disana. Sebelum memasuki Kendari, kita akan disuguhi pemandangan pemukiman kumuh di sepanjang jalan. Kemudian pemandangan itu berubah menjadi rumah-rumah besar dan gedung setengah pencakar langit. Situasinya begitu senjang. Cara termudah melihat kesenjangan dari provinsi berkembang adalah dengan melihat ibu kotanya atau setidaknya daerah-daerah yang menjadi sentral industrial.

Sulawesi Tenggara tampak sebuah kota yang gelisah dalam bangunan yang rapuh. Rumah-rumah warganya begitu senjang. Ada yang hanya terbuat dari bambu dianyam sudah tak layak pakai, tapi ada yang tinggi menjulang membelah langit. Jika kita memasuki rongga-rongga perkampungan kumuhnya, Sulawesi Tenggara, serupa muara dari sungai yang baru saja dilanda banjir bandang. Kumuh dan tak terurus, tempat menumpuknya segala sisa-sisa barang dan manusia yang diseret banjir dari perkampungan-perkampungan pedesaan bumi anoaku.

Orang-orangnya hiper agresif mereka saling sikut demi sesuap nasi, itu adalah sebuah preferensi sebagai bentuk defensif untuk bertahan hidup melewati kemelaratan dan dan penderitaan oleh angkara murka penguasa. Jika suatu saat terjadi konfrontasi yang besar aku tidak tahu apakah tubuh kecilku ini bisa selamat dari sana. Haruskah konflik antar saudara sebangsa dibenarkan untuk tujuan tertentu, katakanlah itu keadilan ? Jika pun boleh, apakah ia harus berbentuk perang ?

Sementara itu, jika kita melihat kantung-kantung kemewahan ditengah-tengahnya, Sulawesi tenggara adalah sebuah ballroom untuk pesta bersama gadis-gadis seksi dengan kue-kue dan minuman mahal. Percakapan gelak tawa, dentingan suara gelas, dan jeritan suara gadis yang mencapai puncak klimaksnya di atas kasur empuk, menyembunyikan suara-suara tangisan kemiskinan di luar sana. Hamparan karpetnya pun menyembunyikan butiran debu yang terinjak-injak dan tak kasat mata di bawahnya. Debu itu adalah aku dan orang-orang yang bukan bagian dari pesta itu.

Memasuki ruangan tersebut, bekal rekaman kemiskinan desa telah mengasingkanku. Aku tahu karena kakakku yang mempunyai teman para investor asing kadang mengajakku ke acara-acara perusahaannya. Olehnya aku sering diajak mengikuti pesta orang-orang “beradab” itu. Akupun dikenalkan terhadap kolega teman kakakku, Mereka terbata-bata bicara dalam bahasa tanpa kebohongan, dan aku tak tahu satu kosa kata pun yang diucapkan, mereka gagal meyakinkanku untuk menyukai permainan mereka.

Aku bukan anti asing, karena banyak juga pahlawanku adalah orang asing seperti yang berada di buku 100 tokoh paling berpengaruh di dunia. Lagi-lagi bayangan sahabat-sahabat kecilku yang tak bisa sekolah di TK mengejar-ngejarku. Sebuah kutukan Cartesian masih melekat pada dunia pendidikan kami semua tanpa kami menyadarinya. Sialnya, pemerintah yang suka memberi perintah itupun tak kunjung berbuat apapun untuk menolong mereka. Mungkin menjadi sedikit saja seperti pahlawan-pahlawan dibuku 100 tokoh dunia itu, rasanya tidak terlalu buruk untuk anak – anak dipelosok pedesaan yang tanpa dosa menjadi korban dari keserakahan penguasa.

Mencampur-campur secuil terhadap Seokarno, sepotong Tan Malaka, Seutas Marx, maupun sepenggal Thomas Jefferson sudah cukuplah untuk bisa membagi-bagi “wikoro” (olahan makanan yang terbuat dari ubi hutan) untuk anak-anak desa agar tidak mati kelaparan karena kemiskinan. Mungkin aku juga perlu mencampurkan mereka semua adonan newton, Einstein, Marie currie dan Thomas Edison untuk memastikan sains fisika dan kimia bermanfaat bagi anak-anak dusun itu.

Entah bagaimana mimpi-mimpi itu akan terjadi. Penguasa tidak pernah menginginkan matahari kembar di atas langit kekuasaannya. Selama berkuasa, dia tidak akan pernah membiarkan para oposisi hidup. Orang-orang yang selalu mengkritik pemerintah (mengancam popularitasnya), penguasa cenderung akan menyingkirkan dengan cara-cara tidak demokratis bahkan berujung tragis.

Hei! penguasa yang dilegitimasi secara konstitusional oleh rakyat  Bumi anoa. Tegakkan hukum diatas sumpahmu, lihat itu banyak raut petani yang tak lagi tersenyum lega. Apa kau dengar? jangan tutup telingamu, jangan kau pejamkan matamu. Apa kabar tanah kelahiranku, yang penuh dengan intrik, banyak drama layaknya sinetron berepisode lama.

Lihat itu banyak parade penganggur yang tampak murung, suara yang kalian kantongi seolah mati tertimbun kubur. Ada sampah diatas sumpah, mereka bersantai sambil memegang lembaran, berseragam elegan dengan atribut pemerintah, memoles citra melemahkan kepekaan.

Pemangku jabatan, inikah hadiah dari kotak kardus bergembok baja? Bagaimana nasib jelata. Sudahlah anggarkan saja untuk bangun ibukota, pendidikan, dan kesejahteraan rakyat. Jangan bicara perihal kemakmuran, lihat disana ada kerusuhan sebab nasi mereka telah dicuri. Kemana perikemanusiaan adil dan beradab, Kemana ? Ditengah bencana rela begadang demi agenda pengusaha. Entah mengapa kelakuan mereka tak lebih dari anak TK. Jago retorika dan pandai bersandiwara. Bangsa sudah merdeka mengapa larut dalam sistem berduka.

Pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara cenderung masih berkonotasi terhadap pengaturan yang bernuansa kekuasaan bukan pelayanan. Dalam buku teori dan analisis politik pemerintahan yang ditulis oleh inu kencana syafiie mengatakan bahwa Antara kekuasaan dan pelayanan harus diseimbangkan. Pelayanan yang tidak baik dan benar akan beresiko dekadensi moral sedangkan kekuasaan yang sewenang-wenang akan beresiko tirani. Sehingga bisa kita terjemahkan bahwa Pelayanan hendaknya memiliki unsur yaitu membuat masyarakat semakin puas, mutunya semakin membaik, lapangan kerja semakin terbuka lebar, dan estimasi pengerjaan administrasi publik yang efektif. Kekuasaan hendaknya ditujukan bagi pengaturan pemerintah, yang pada hakikatnya bertugas sebagai pengajak kebaikan dan mencegah terjadinya kebatilan. Untuk itulah ada berbagai departemen dan lembaga non departemen di bawah eksekutif. Seperti polisi, kejaksaan (untuk antisipasi keburukan) dan semacamnya. Sedangkan transmigrasi, sosial, agama, pendidikan (untuk mengarahkan rakyat kearah kebaikan), dan masih banyak lagi lembaga yang sangat berperan aktif dalam upaya menjaga stabilitas ketertiban masyarakat.

Seharusnya penguasa tanah lulo hari ini sadar diri dengan anomali dalam pemerintahannya.  penyebab utama sering terjadi konflik vertikal maupun horizontal adalah kesenjangan dan kecemburuan sosial antara si kaya dan si miskin, jadi bukan sama sekali pertentangan antar agama, ras, dan etnis. Ya, walaupun sering digiring menuju isu sara oleh para elit yang mempunyai kepentingan pribadi.

Mangkraknya roda pemerintahan yang sudah tidak sesuai lagi dengan amanat konstitusi dan harapan masyarakat Sulawesi tenggara karena ada indikasi perilaku birokrasi yang impersonal (membedakan orang/pilih kasih). Berdasarkan kekerabatan (koncoisme), sanak keluarga (nepotisme), sehingga memacetkan jalannya pelaksanaan birokrasi yang bersih, disiplin, sistematis, dan hirarkis. Karena muncul pihak yang memotong jalur menuju puncak pimpinan. Munculnya krisis kepercayaan karena eksekutif yang diberi mandat oleh rakyat mengurus pemerintahan tidak bisa mengurus dengan efektif, begitu juga legislatif yang seharusnya mengatur peraturan tidak bisa mengatur. Bahkan terjadi kolusi antara eksekutif dan legislatif dengan pedagang yang dilindungi perdagangannya, korupsi sebagai usaha penggelapan pelaksanaan  uang negara, dekadensi moral para pejabat serta tidak berjalannya hukum sebagaimana mestinya karena pihak yudikatif berada di bawah kontrol eksekutif. Monopoli perdagangan juga terjadi dari anak pejabat Sehingga terjadi penjajahan dari anak negeri terhadap negerinya sendiri, kendati bila pihak asing luar negeri ikut serta membenahi dituding sebagai imperialisme modern yang berdalih liberalisme. Hilangnya unsur pelayanan dan transparansi terhadap masyarakat dari pemerintah sebagai abdi masyarakat karena tingginya harga tiap pengurusan seperti SIM, KTP, dan lain-lain. Lamanya pengerjaan pelayanan publik bagi yang tidak mempunyai uang pelicin. Itulah hal kompleks terjadinya konflik masyarakat.

Aku menyerukan adanya dialog untuk menjamin rasa keadilan dan kesetaraan dalam merawat kebebasan berpendapat hak setiap masyarakat. Tanpa itu semua di Sulawesi tenggara akan terjadi genosida yang hanya akan menambah catatan buruk pemerintah. Kesejahteraan ekonomi rakyat pun harus dijamin dengan cara mengakhiri  monopoli kekuasaan yang berlindung dibalik layar tabir kepalsuan. Cabang-cabang produksi untuk kesejahteraan rakyat harus dikelola oleh pemerintah dengan benar dan bersih, dimana persaingan usaha juga harus dijamin keadilannya, sehingga tidak menimbulkan korupsi yang mengorbankan banyak umat.

Kenapa tidak pemerintah Sulawesi Tenggara bercermin kepada Provinsi tetangganya Sulawesi Tengah dalam menyelesaikan berbagai problem yang memberdayakan sumber manusianya. Pemerintah Sulawesi Tengah melakukan dialog yang sangat signifikan untuk menyadarkan berbagai golongan atau kelompok kemasyarakatan bahwa semua memiliki potensi yang sama besarnya untuk mengalami konflik sosial. Dengan adanya kesadaran tersebut, diharapkan satu dengan lainnya bahu membahu mencegah timbulnya konflik sejak dini yang disebabkan oleh kemiskinan dan keserakahan penguasa. Cara-cara yang terstruktur, konsisten, dan aktif merangkul berbagai kalangan baik masyarakat, aparat kepolisian dan militer, organisasi sosial masyarakat, organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan, serta organisasi keagamaan, guna mendapatkan masukkan-masukkan dalam setiap upaya pencegahan konflik.

 
Merekalah yang sangat fundamental berada pada ranah akar rumput (grass root) dan memahami akar konflik. Pencegahan konflik dan kesenjangan sosial yang tepat sasaran pada akhirnya akan lebih menjamin rasa keamanan, kenyamanan, juga kesetaraan masyarakat.

Penulis: Harpan Pajar

Misteri Perihal Kopi

Awal aku berkenalan dengan minuman pahit yang hitam pekat itu, saat memasuki bangku perkuliahan. Lebih tepatnya saat di bukanya sebuah forum diskusi liar antara kanda dan dindanya. 

Sebelumnya maaf saja ya bagi pecinta kopi. Jujur saja saat itu, aku amat tidak suka dengan rasanya yang pahit. Apa lagi yang tak pakai gula, ampun beribu ampun itu amat tidak enak. Terkhusus bagi yang belum pernah coba dan tidak percaya dengan apa yang aku katakan, silahkan mencobanya. Aku yakin pasti akan merasakan hal yang sama. 

Tapi, anehnya kedai kopi semakin banyak hadir di mana-mana dan masih tetap ramai dengan pengunjung. Artinya masih banyak yang suka dengan kopi. 

Ada apa di balik kopi itu…?, dengan segala kepahitanya masih tetap disukai orang, baik dari berbagai kalangan tua maupun muda, pria maupun wanita, pelajar maupun non-pelajar, hampir semuanya suka dengan kopi. 

Ada apa dengan kopi….? Dengan segala kepahitan itu. Aku tak mengerti walaupun sudah cukup lama aku menikmatinya. 

Coba perhatikan dengan seksama, mereka semua ibarat orang yang terpengaruh oleh sugesti hingga secara tak sadar mereka tetap berada pada kebiasaan dengan tetap meminum kopi dengan segala kepahitanya. 

“Pahit sih pahit, tapi nikmat”. Jawabnya atas tanyaku terhadapnya perihal rasa kopi itu sendiri. 

Itulah misteri perihal kopi dengan segala kepahitanya. 

Masihkah ada hasrat untuk meminumnya…?. 

Semua itu terserah padamu. Tapi, yang aku pilih adalah masih tetap meminumnya karena perjuangan itu tentang bagaimana kita ber-revolusi dalam mengarungi lembah misterius tiada ujung. Sebab apa nikmatnya hidup di puncak  kemapanan pikiran hingga tak ada lagi yang akan kita tanyakan…?.  Revolusi itu takkan pernah ada jika tak ada yang dipertanyakan. Revolusi adalah siklus perubahan yang harus tetap misterius agar “revolusi” Bisa abadi dan tetap eksis di muka bumi ini. 

Maka tetaplah menikmati kopi dengan segala kepahitanya. 

Kopi berkata “aku disukai karena aku misteri, aku misteri agar revolusi tetap hadir atau eksis sebagaimana adanya dibumi Tuhan yang multi-ekspresif ini”.

Oleh: Madiarto

(Ilustrasi secangkir kopi. Foto:Repro Google.com)

Keselamatan Rakyat atau Pilkada?

Karya : M. Iqbal L Nazim

Saya ingin buka kritik saya ini dengan kalimat “Jika kau ingin melihat bangsa itu berjalan secara transparan maka lihat kebijakan yang dikeluarkan apakah kebijakan tersebut saling bernegasi satu sama lain atau tidak”.

Banyak yang diperlakukan dan diberikan sanksi karena berkerumun, tidak memakai masker yang pada pokoknya tidak mematuhi protokol kesehatan. Tapi bukan itu poin yang ingin di tegaskan. Yang ingin ditegaskan adalah “please don’t confuse us with the uncertain policy”.

Kita ingin bebas dari covid-19 dan virus ini hilang untuk selama-lamanya di tanah pertiwi ini dan dunia, sehingga ketika pemerintah baik pusat maupun daerah mengeluarkan kebijakan tentang protokol kesehatan (PSBB, Physical distance, menggunakan masker dan lain sebagainya) kita begitu sangat mendukung. Meskipun ada beberapa yang belum melaksanakan entah mereka lupa atau apa, tapi yang jelas ketika mereka diberikan sanksi teguran mereka dengan suka rela mematuhi sanksi tersebut karena ada keinginan, karena ada kesadaran bahwa covid-19 harus dilawan dan hilang untuk selama-lamanya.

Di tengah pelaksanaan protokol kesehatan maka tentu efek yang dirasakan adalah tentang ekonomi, mungkin masyarakat menengah ke atas masih bilang “nggak apa” tetapi bagaimana dengan masyarakat menengah ke bawah? Dan ditemukan juga fakta bahwa masyarakat menengah ke atas banyak yang mengeluh akan pandemi ini.

Sekarang kita tengah harus benar-benar mempersiapkan diri menghadapi kondisi ekonomi yang apabila negara mengalami resesi. Bahkan negara pun kelabakan untuk membenahi ekonominya karena efek dari Pandemi.

Namun disisi lain di tahun 2020 ini akan diselenggarakan pilkada serentak. Maka kosekuensi yang harus dihadapi adalah dilanggarnya protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Maka akibat hal tersebut akan lahirlah cluster-cluster baru pasca pilkada. Lalu kapan akan selesai pandemi ini. Dengan begitu banyaknya korban baik tenaga medis maupun sipil yang telah meninggal dunia.

Sebenarnya negara saat ini ada dimana? Berada di pihak siapa dan berapa banyak lagi korban yang harus jatuh hanya karena akibat dari pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020 mendatang.

Seberapa urgensi kah pilkada serentak tersebut dengan melawan covid-19 ini?

Apakah pelaksanaan pilkada serentak tersebut tidak dapat ditunda pelaksanaannya?

Cobalah jangan tunjukkan ego dan ambisi tersebut yang akibatnya berdampak pada masyarakat menengah kebawah dan para tenaga medis.

Sebenarnya kita, kamu dan negara ini serius atau tidak melawan covid-19 ini?