Puisi: Perjalanan Menembus Waktu

Objektif.id –

Di perjalanan menembus waktu yang tak terhingga,
Berjalan melalui lorong-lorong kenangan yang sunyi.
Mengingat masa lalu yang kini jauh terpisah,
Di antara detik-detik yang terus berlalu tanpa henti.

Di sela-sela kabut waktu yang menyelimuti langit,
Merenung tentang kehidupan yang telah terlewati.
Bagaikan melintasi sungai-sungai yang mengalir deras,
Perjalanan ini mengajarkan arti sejati tentang kehidupan.

Di balik senyum yang terukir di wajah yang semakin pudar,
Tersembunyi cerita-cerita pilu yang tak terucapkan.
Hati yang rapuh terasa hampa oleh kekosongan waktu,
Menghadapi kenyataan akan perubahan yang tak terhindarkan.

Di bawah cahaya remang yang redup di senja yang meredup,
Merenung tentang arti keberadaan dan tujuan hidup.
Pada setiap helaian waktu yang terus berputar tanpa henti,
Kita mencari makna dari setiap detik yang kita jalani.

Di sudut-sudut hati yang terluka oleh kenangan yang menghantui,
Menemukan kekuatan untuk melangkah ke depan.
Meski waktu terus berubah dan mengikis jejak-jejak,
Namun keberanian untuk terus melangkah tetap menggelora.

Di tengah gemuruh waktu yang menggemparkan jiwa yang rapuh,
Mencari ketenangan dalam pelukan waktu yang tak terbatas.
Menggenggam erat harapan dan impian di tengah badai yang mendera,
Menyadari bahwa perjalanan ini adalah bagian dari takdir kita.

Di ujung perjalanan menembus waktu yang tak terduga,
Menemukan kebenaran tentang arti sejati dari kehidupan.
Meski air mata mengalir deras mengiringi langkah-langkah,
Namun, keberanian untuk terus berjalan tetap membakar semangat kita.

Di tengah hening malam yang sunyi dan penuh dengan kerinduan,
Kita merenung tentang keberanian untuk melangkah ke depan.
Meski waktu terus berputar tanpa henti, kita tetap tegar,
Menembus waktu dengan keyakinan bahwa setiap detik berharga.

 

Penulis: Rachma Alya Ramadhan
Editor: Andi Tendri

Puisi: Ketetapan Kenaikan UKT, Suara Mahasiswa Yang Terpinggirkan

Objektif.id

Di kampus yang sejuta harapan,
Mahasiswa terpinggirkan, suara terlupakan.
Tetapi, mereka berteriak suara terdengar jelas,
Menentang ketetapan kenaikan UKT yang tidak adil.

Mereka adalah pelajar yang gigih,
Bekerja keras untuk masa depan mereka sendiri.
Namun, biaya pendidikan terus meningkat,
Mereka merasa terpinggirkan, suara mereka ditekan.

Suara mahasiswa terpinggirkan berkata,
“Kita tidak mampu lagi, kita putus asa.”
Namun, mereka tetap berjuang, Suara mereka terdengar jelas,
Mereka tahu bahwa perubahan bisa terjadi.

Mereka menanyakan mengapa biaya harus meningkat,
Apakah ini benar-benar diperlukan atau hanya untuk keuntungan?
Suara mahasiswa terpinggirkan ingin tahu jawabannya,
Mereka tidak ingin disisihkan tanpa alasan yang jelas.

Mereka mencari solusi lain, mencari jalan keluar,
Tidak ingin biaya pendidikan menjadi beban yang berat.
Suara mahasiswa terpinggirkan ingin dianggap dan didengar,
Mereka berharap ada perubahan yang segera terjadi.

Mereka menunjukkan rasa cintanya pada pendidikan,
Namun, biaya tinggi membuat mereka kesulitan melanjutkan.
Suara mahasiswa terpinggirkan ingin dihargai dan didukung,
Mereka berharap pemerintah dan lembaga pendidikan mendengarkan suaranya.

Mereka tidak hanya individu, tetapi komunitas besar,
Dengan harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Suara mahasiswa terpinggirkan ingin diwakili dengan adil,
Mereka berjuang demi hak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Biaya tinggi bukan hanya beban finansial saja,
Tapi juga beban emosional dan psikologis bagi banyak orang.
Suara mahasiswa terpinggirkan ingin dihargai dan didengar dengan empati.

Mereka adalah generasi yang penuh harapan,
Tetapi biaya pendidikan membuat mereka kesulitan bernafas,
Suara mahasiswa terpinggirkan ingin dianggap prioritas, Mereka berjuang demi masa depan yang lebih cerah.

Suara mahasiswa terpinggirkan tidak akan terlupakan, mereka akan terus berteriak, suara mereka tidak akan terhenti. Mereka berharap perubahan akan segera terjadi, agar mereka dapat melanjutkan pendidikan dengan bahagia.

 

Penulis: Rachma Alya Ramadhan
Editor: Melvi Widya

Puisi: Suara Mahasiswa Yang Kini Terdiam

Objektif.id

Di tengah hiruk pikuk kampus yang ramai,
Suara mahasiswa terdengar menggema,
Menyuarakan kebenaran dan keadilan,
Namun kini terdiam dalam keheningan.

Mereka yang dulu berani bersuara,
Kini terpaksa menahan langkahnya,
Dibungkam oleh ketakutan dan intimidasi,
Suara mahasiswa yang kini terdiam.

Mereka yang dulu berani menantang kebijakan,
Kini merajut kedamaian dalam diam,
Jejak langkah mereka menggema di lorong kampus,
Menyisakan cerita perjuangan yang abadi.

Namun, janganlah terlena dalam kesunyian.
Karena api perjuangan takkan pernah padam,
Suara mahasiswa akan kembali berkumandang
Menyuarakan kebenaran dan harapan.

Meski terdiam, namun semangat tak pernah padam.
Mereka tetap berjuang dalam diam,
Menyusun strategi dan rencana baru,
Suara mahasiswa yang tetap bersemangat.

Dalam keheningan, ada kekuatan yang tersimpan.
Suara mahasiswa yang terdiam bukanlah kekalahan,
Melainkan persiapan untuk bangkit kembali,
Menggelegar dengan semangat yang menggema.

Biarkan waktu menjadi saksi bisu,
Suara mahasiswa yang kini terdiam akan kembali bersuara.
Menggema di sudut-sudut kampus dan jalan raya,
Menjadi corong kebenaran dan perubahan.

Janganlah terpaku pada keheningan ini,
Suara mahasiswa akan terus mengalun,
Menyuarakan aspirasi dan cita-cita,
Menggetarkan hati dan menyadarkan jiwa.

Karena, suara mahasiswa adalah harapan.
Cahaya di tengah kegelapan,
Teruslah berjuang, jangan pernah berhenti,
Suara mahasiswa takkan pernah terdiam selamanya.

 

Penulis: Rachma Alya Ramadhan
Editor: Melvi Widya

Ikhlas

Objektif.id –

Bagaimana kau bisa ku raih
Sedang hatimu digenggam erat olehnya.

Bagaimana kau bisa memandangku
Sedang pandanganmu dituju padanya.

Bagaimana ku mau mendoakanmu
Sedang Tuhanku dan tuhanmu berbeda.

Lima tahun bukan waktu yang mudah.
Untuk Tumbuh bersama dalam satu lingkungan
melewati suka duka bersama,
Merajut cinta menepis kesedihan.

Tetapi aku tersadar…
Benteng kita teramat besar
Jarak kita terlalu jauh berbeda,
Aku sudah tak mampu menggapaimu.

Apalagi Mengangan-angankanmu,
Aku sudah tak sanggup.
Aku malu pada tuhanku dan tuhanmu.
Jika hanya karena cinta ini,
Aku harus merebutmu.

“You my first love”
Hingga kata-kata itu menjadi penutup pertemuanku denganmu,
Walau jejak yang terpisah masih menempel dibenakku.

Aku ikhlas,,,
Dan selalu mencintaimu..

Buton Utara, 11 April 2023

 

Penulis: Rani
Editor: Melvi Widya

Puisi: Misteri Malam Yang Sunyi

Objektif.id

Di malam yang sunyi, bintang-bintang bersembunyi.
Menyisakan ku berdiri, dalam gelap yang membuncah di hati.
Misteri malam merayap, seiring detak jantung yang lelap.
Menari dalam pikiran, seolah menjadi tarian tanpa iringan.

Dalam diam, aku merenung, mencari makna dalam sunyi.
Menyentuh luka yang mendalam, yang tersembunyi dalam gelap malam.
Angin malam berbisik, membawa pesan yang pahit,
Mengingatkan akan rasa sakit, yang terjaga dalam tidur yang singkat.

Bulan pucat menatap, merasakan getar hati yang lelap.
Menyinari ruang hati yang gelap, oleh bayang-bayang rasa sakit.
Misteri malam menggema, seolah menjadi nyanyian tanpa nada.
Menyayat hati yang terluka, dalam keheningan yang mencekam jiwa.

Di malam yang sunyi, aku mencoba untuk bertahan…
Menahan rasa yang menggulir, seiring waktu yang terus berjalan.
Misteri malam terungkap, dalam setiap detik yang terlelap.
Menghantarkan aku pada kenangan, yang terpendam dalam hati yang hancur.

Di malam yang sunyi,,, aku menangis dalam diam…
Menyirami hati yang gersang, dengan air mata yang jatuh tanpa henti.
Misteri malam berakhir, seiring fajar yang mulai bersinar.
Menyisakan hati yang terluka, dalam sunyi yang terasa begitu nyata.

 

Penulis: Rachma Alya Ramadhan
Editor: Melvi Widya

Pergi Atau Menetap?

Objektif.id

Pergi, bukanlah jalan satu-satunya.
Tetapi, menetap hanyalah luka.
Bukankah itu percuma?

Kau dan senja begitu identik,
Kemunculan Mu sangat indah mempesona.
Membuatku terlena, terhipnotis…
Bahkan, nyaris mati atas debar yang kau cipta.

Kini kau telah bersemayam didasar lembah yang kosong.
Menjadi lukisan, mutiara, emas…
Bahkan, kau telah ku nobatkan menjadi tropi.
Lantaran aku semakin jauh kedalam engkau…

Tetapi, kini senja seakan benci dirinya,
Ia terburu-buru meninggalkan Jingga.
Menuju bintang yang hanya sebuah fatamorgana.

Katanya,,,
Ia ingin mencari bulan.
Lewat keheningan jumantara.
Katanya,,
Ia lebih senang menjadi malam.
Dari pada senja yang hanya sementara.

Aku tahu!
Walau namamu selalu tersemat dalam doa,
Ragamu yang selalu ku sanjung.
Bahkan, semua perjuanganku
Bagimu, mungkin itu tak ada gunanya

Aku tahu!
Aku terlalu biasa di matamu,
Aku bagaikan benalu.

Dan aku tahu!
Aku tak pantas bersanding denganmu,
Yang selalu dipuja dan dikagumi.

Buton Utara, 4 February 2024

 

Penulis: Ran
Editor: Melvi Widya

Hujan

Objektif.id

Jikalau hanya soal basah,
mengapa harus ada kenangan?

Lima puluh lima hari setelah pertemuan itu
Dan kau, masih tergambar jelas.

Dibawah hujan lebat itu, kau dan aku menciptakan sebuah istana.
Sambil meramu kata dengan begitu indah,
Meletakan hati disebuah angan.

hingga,,,
tercipta sebuah gambaran nan indah.
Menjelma menjadi harap.

Sekali lagi, telah ku sematkan rasa ini.
Dengan sebuah janji yang telah ku ikrarkan.
Mungkin ini terlihat ambigu?

Aku tahu!
Kau datang padaku lewat rintik. sore yang tiba-tiba memberontak,
Rintik yang tiada lain, hanya mengantar senja dan malam dalam waktu bersamaan.

Aku tak pernah menyalahkan siapapun!
Juga menyesalinya…
Aku hanya menyayangkannya,
Saat tiba-tiba angin meliuk tajam ke rongga pori-pori
Memutus urat tangan, kaki dan bahkan nyaris hatiku.

Hah…
Baru juga rintik,
Tetapi guntur juga petir sudah datang saja.
Menyayat perih menegur jiwaku, untuk segera melangkah dan pergi.

Bau-bau, 3 February 2024

 

Penulis: Ran
Editor: Melvi Widya

Kapan Selesai?

Objektif.id 

Di sudut kampus yang ramai, duduk seorang mahasiswa akhir,
Mengais kenangan, merajut mimpi, dalam keheningan diri.
“Kapan selesai?” begitu pertanyaan yang sering terdengar.
Menyayat hati, meruntuhkan semangat, namun harus dihadapi dengan tegar.

Setiap hari menjadi perjuangan, tiap malam menjadi pertempuran,
Menaklukkan tugas dan deadline, dengan harapan dapat menyelesaikan.
“Kapan selesai?” suara itu kembali menggema.
Menyentak jantung, menggetarkan jiwa, namun harus tetap berjalan.

Dia berjalan di koridor waktu, menatap masa depan yang luas,
Membayangkan hari ketika dia bisa menjawab, “Akhirnya telah selesai.”
“Kapan selesai?” suara itu kembali memburu.
Menimbulkan keraguan, menumbuhkan ketakutan, namun dia tak boleh menyerah.

Dia menghadapi setiap tantangan dengan keberanian,
Menyambut setiap kesulitan dengan kegigihan, berharap suatu hari nanti bisa tersenyum.
“Kapan selesai?” suara itu kembali menyerang.
Namun dia berdiri teguh, dengan tekad yang kuat, menjawab, “Saya akan selesai.”

Dia adalah mahasiswa akhir, dengan pertanyaan yang ditakuti,
Namun dia tahu, setiap pertanyaan pasti ada jawabannya, dan dia akan menemukannya.
“Kapan selesai?” suara itu akan terus ada.
Namun, dia akan terus berjuang. Sampai suatu hari dia bisa menjawab, “Saya telah selesai, dan saya bangga dengan diri saya.”

 

Penulis: Rachma Alya Ramadhan
Editor: Melvi Widya

Pulang

Objektif.id

Aku kembali kepada Rabb-Ku,
Aku menemukan-Nya di satu jalan.
Di persimpangan panjang yang takku ketahui sebelumnya,
Aku akhirnya pulang kepada-Nya.

Jika kau tanya kenapa akhirnya aku bisa menemukan-Nya,
Aku pun juga tidak tahu.
Tapi hari demi hari, langkah demi langkah, tanpa aba-aba.
Jiwaku akhirnya kembali menemukan-Nya, Di satu jalan kegelapan.

Aku tersesat sudah lama, bahkan jauh hari sebelum kegelapan yang membuat lupa akan semua.
Aku sudah lebih dulu, pergi dan tak ingin kembali pada-Nya
Tiada hal yang dapat disesali. atas semua yang terjadi,
Kembali dan menemukan tujuanku bukanlah hal cuma-cuma.

Menemukan separuh dari diriku yang telah lama hilang,
Hingga akhirnya sesuatu hal yang besar menghampiriku.
Aku ingin pulang,
Aku ingin kembali,
Aku bahagia pada akhirnya, aku menemukan tujuanku yang lain, yang takkan pernah menjadi kesia-siaan.

 

Kendari, 4 Desember 2023

Penulis: Elfirawati
Editor: Melvi Widya

Pendapat Rasa 

Objektif.id

Siapa yang lebih angkuh dari pujangga yang menolak tunduk terhadap cinta?

Dirimu, yang belum sadar bahwa kesendirian adalah kesombongan yang nyata, karena beranggapan semua bisa diselesaikan tanpa melibatkan elemen lain.

Apakah benar semua asmara berawal dari hubungan yang tidak mesra?

Mengapa kita tidak berhenti dari huru-hara perasaan, kemudian menyusun batu bata rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah.

Ibarat lukisan, dirimu indah dipandang dari sudut manapun.

Aku selalu ingin memandang mu berulang kali.

Tapi sayang, aku berhenti sebab ada satu sudut dimana aku tak ada dalam pandanganmu.

Kita adalah dua orang yang baik, yang mungkin belum cocok.

Namun yang pasti, tujuan cinta harus bahagia bagaimanapun jalannya, termasuk menikah ataupun berpisah.

Rumit tapi aku mencintaimu.

Kisah kita itu seperti mawar, memiliki keindahan sekaligus bisa menimbulkan luka.

Diantara banyak hari untuk menjelajah, Kemana rindumu hari ini mengarah?

Bahkan jika rindumu tak menemukan arah pada diriku, maka izinkan hamba yang penuh dosa ini abadi menjelajah dalam kenanganmu.

Panjang umur ketulusan.

 

Penulis: Hajar

Editor: Melvi Widya

Lorong Sunyi Kampung Halaman  

Objektif.id -

Di lorong sunyi kampung halaman,
Berdiri sebuah rumah yang penuh dengan kenangan,
Tempat bermain, tempat tertawa,
Tempat menangis, tempat bercerita.

Di lorong sunyi kampung halaman,
Ada rumah yang selalu ramai dan hangat,
Dengan suara-suara riang dan tawa,
Dan aroma masakan yang selalu menggoda.

Di lorong sunyi kampung halaman,
Rumah dengan halaman yang luas,
Tempat bermain petak umpet dan galah asin,
Tempat berlari dan berkejaran hingga senja.

Di lorong sunyi kampung halaman,
Rumah dengan pohon mangga tua,
Tempat bermain, tempat berteduh,
Tempat bercerita, dan tempat bermimpi.

Di lorong sunyi kampung halaman,
Rumah dengan kamar yang selalu terbuka,
Tempat beristirahat, tempat bermimpi,
Tempat merindukan, dan tempat menanti.

Di lorong sunyi kampung halaman,
Rumah dengan dapur yang selalu hangat,
Dengan aroma masakan yang selalu menggoda,
Dan cerita-cerita yang selalu menarik.

Di lorong sunyi kampung halaman,
Rumah dengan serambi yang luas,
Tempat berkumpul, tempat bercerita,
Tempat tertawa, dan tempat berbagi.

Di lorong sunyi kampung halaman,
Rumah dengan jendela yang selalu terbuka,
Tempat memandang, tempat merenung,
Tempat bermimpi, dan tempat menanti.

Di lorong sunyi kampung halaman,
Rumah dengan pintu yang selalu terbuka,
Tempat masuk, tempat keluar,
Tempat datang, dan tempat pergi.

Di lorong sunyi kampung halaman,
Rumah dengan atap yang selalu melindungi,
Tempat berteduh, tempat berlindung,
Tempat merasa aman, dan tempat merasa nyaman.

Di lorong sunyi kampung halaman,
Rumah dengan dinding yang selalu berdiri tegak,
Tempat bersandar, tempat berpegangan,
Tempat merasa kuat, dan tempat merasa teguh.

Di lorong sunyi kampung halaman,
Rumah dengan lantai yang selalu bersih,
Tempat berjalan, tempat berlari,
Tempat bermain, dan tempat beristirahat. 

Di lorong sunyi kampung halaman,
Rumah dengan kenangan yang selalu abadi,
Tempat mengenang, tempat merindukan,
Tempat menanti, dan tempat kembali.

Penulis: Rachma Alya Ramadhan
Editor: Melvi Widya

Pilcaleg, Ajang Bagi-Bagi Cuan

Objektif.id

Di tengah hiruk pikuk kota hingga ke pelosok desa,
Terdengar suara-suara riuh.
Pesta demokrasi telah tiba,
Pil Caleg, ajang bagi-bagi cuan...

Janji-janji manis terucap,
Harapan-harapan mulai tumbuh.
Di balik topeng dan jubah, ada wajah yang tertutup,
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan...

Suara-suara mulai berbicara,
Mereka memilih dengan hati dan jiwa.
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan,
Harapan untuk masa depan yang cerah, dan bersinar...

Kotak suara menjadi saksi bisu,
Dari pilihan rakyat yang tak terhenti,
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan,
Siapa yang akan memimpin tanah air kita???

Perubahan di ambang pintu,
Di tengah keramaian dan kegaduhan.
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan,
Harapan untuk Indonesia yang lebih baik....

Demokrasi, suara rakyat,
Di tengah hiruk pikuk dan kebisingan.
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan,
Siapa yang akan menjadi pilihan rakyat???

Demokrasi, suara hati,
Di tengah keramaian dan kegaduhan.
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan,
Siapa yang akan memimpin negeri ini???

Demokrasi, suara keadilan,
Di tengah kebisingan dan keriuhan.
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan,
Siapa yang akan membawa perubahan???

Demokrasi, suara kebenaran,
Di tengah kegaduhan dan kegemparan.
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan,
Siapa yang akan membawa keadilan???

Demokrasi, suara kebebasan,
Di tengah keriuhan dan kegemparan.
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan,
Siapa yang akan membawa kebebasan???

Demokrasi, suara keberanian,
Di tengah kegemparan dan kegaduhan.
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan,
Siapa yang akan membawa keberanian???

Harapan rakyat, harapan kita semua,
Bukan hanya kata-kata yang diucapkan.
Janji-janji yang telah dilantunkan,
Dan omong kosong yang disampaikan...

Penulis: Rachma Alya Ramadhan
Editor : Muh. Akmal Firdaus Ridwan

Maafkan Diriku

Objektif.id
Maaf...
Maaf...
Maafkan aku...
Hanya itu yang mampu terucap saat ini
Rasa ini seakan tak mau terkubur
Walau telah ku timbun dengan tatapan benci mu...

Biarlah aku berlayar jauh
Meninggalkan kota dan dirimu.
Walau senyummu selalu muncul
Tak apa, aku akan mencoba...

Biarlah angin menjadi saksi rinduku,,
Rinduku yang teramat menyiksa
Senyummu yang selalu muncul
Ragamu yang selalu dipuja....

Aku tak bisa menenggelamkan rasa,,
Aku tak bisa berbicara layaknya penyair
Aku tak bisa berhenti memandang
Aku tak bisa!!!

Tapi biarlah, ia hanya sebatas kata,,
Kata hatiku, yang mengganggumu....

Amolengo, Minggu 7 Jan 2024
Penulis: Maharani 
Editor: Melvi Widya

Janji Politik, Antara Harapan Atau Petaka

Objektif.id – Di tepi pemilu, janji manis berderai,, Dari bibir caleg, berlomba-lomba memikat hati. Mereka berjanji akan membawa perubahan, Namun, apakah ini hanya mimpi di siang bolong?

Janji-janji itu terdengar begitu indah,, Seperti lagu yang merdu, membius telinga. Namun, di balik nada-nada itu, Apakah ada kebenaran, atau hanya omong kosong?

Mereka berjanji akan membangun negeri,, Membuatnya lebih baik, lebih adil, dan lebih sejahtera. Namun, apakah mereka benar-benar peduli, Atau hanya ingin memperebutkan kursi?

Mereka berjanji akan memerangi korupsi,, Membuat sistem yang bersih dan transparan. Namun, apakah mereka benar-benar jujur, Atau hanya permainan retorika belaka?

Mereka berjanji akan memperjuangkan rakyat,, Membela hak-hak mereka, dan memberikan keadilan. Namun, apakah mereka benar-benar tulus, Atau hanya ingin mendapatkan suara?

Di tepi pemilu, janji manis berderai,, Seperti hujan yang turun, membasahi tanah. Namun, apakah hujan itu akan membawa kehidupan, Atau hanya akan membuat tanah menjadi licin?

Kita, sebagai rakyat, harus berpikir kritis,, Tidak terbuai oleh janji-janji manis. Kita harus memilih dengan bijaksana, Untuk masa depan negeri yang lebih baik.

Kita harus meminta bukti, bukan hanya janji,, Kita harus meminta tindakan, bukan hanya kata-kata. Kita harus meminta kejujuran, bukan hanya retorika, Untuk memastikan bahwa pemilu ini benar-benar adil.

Di tepi pemilu, janji manis berderai,, Namun, kita harus tetap waspada dan kritis. Karena, di balik janji-janji itu, Ada masa depan negeri yang sedang dipertaruhkan.

Jadi, mari kita dengarkan janji-janji itu,, Namun, jangan lupa untuk meminta bukti. Karena, di balik janji manis di tepi pemilu, Ada tanggung jawab yang harus kita pikul.

Jadi, mari kita pilih dengan bijaksana,, Siapa yang berhak menjadi pemimpin, Untuk memajukan tanah impian ini Bukan hanya omong kosong yang diungkapkan….

Penulis: Rachma Alya Ramadhan

Editor: Muh. Akmal Firdaus Ridwan

Tawa Pahit Kenangan Seseorang

Objektif.id 
Di balik tawa yang riang dan gembira, 
Ada seorang yang hatinya penuh luka. 
Dia tertawa, tapi matanya berbicara, 
Tentang rasa sakit yang tersembunyi di balik senyum.

Dia adalah penopang harapan, 
Tapi di balik senyumnya, ada duka yang mendalam. 
Dia berbagi tawa, tapi dia sendiri yang menangis, 
Menyembunyikan air mata di balik wajah yang riang.

Dia adalah mentor, guru, dan teman,
Tapi dia juga manusia, dengan hati yang bisa terluka. 
Dia berbagi pengetahuan, tapi dia sendiri belajar, 
Tentang kehidupan, cinta, dan rasa sakit yang tak terkira.

Dia adalah seseorang yang selalu ada, 
Tapi dia juga merindukan masa lalu yang telah pergi. 
Dia berbagi cerita, tapi dia sendiri merenung, 
Tentang kenangan yang telah lama berlalu.

Dia adalah pemandu, yang menunjukkan jalan, 
Tapi dia juga merasa tersesat di tengah hutan. 
Dia berbagi petunjuk, tapi dia sendiri mencari, 
Jalan pulang ke masa lalu yang telah hilang.

Dia adalah seseorang, yang selalu tersenyum, 
Tapi di balik senyumnya, ada rasa sakit yang mendalam. 
Dia berbagi tawa, tapi dia sendiri menangis, 
Menyembunyikan air mata di balik tawa yang manis.

Dia adalah pejuang, yang selalu berjuang, 
Tapi dia juga merasa lelah dan ingin beristirahat. 
Dia berbagi semangat, tapi dia sendiri merasa lemah, 
Menyembunyikan kelelahan di balik semangat yang teguh.

Dia adalah seseorang yang selalu berbagi, 
Tapi dia juga merindukan masa lalu yang telah pergi. 
Dia berbagi kenangan, tapi dia sendiri merenung, 
Tentang masa lalu yang telah lama berlalu.

Dia adalah seseorang, yang selalu memberi, 
Tapi dia juga merasa kehilangan dan ingin menerima. 
Dia berbagi kasih, tapi dia sendiri merasa sepi, 
Menyembunyikan kesepian di balik kasih yang tulus.

Penulis: Rachma Alya Ramadhan 
Editor: Muh. Akmal Firdaus Ridwan