Wujudkan Generasi Berakhlakul Karimah, Mahasiswa KKN IAIN Kendari Kecamatan Poleang Gelar Lomba Anak Islami

Reporter : Aksan Muhamad

BOMBANA, Objektif.id – Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari di Kelurahan Kastarib, Kecamatan Poleang, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra) gelar Gebyar Lomba Anak Islami mulai 05-08 Agustus 2022.

Kegiatan tersebut digelar di Masjid Babussalam Kelurahan Kastarib yang melibatkan siswa-siswi TPA tingkat SD se-Kelurahan Kastarib dengan mengangkat tema “Meningkatkan nilai-nilai keislaman anak dalam mewujudkan generasi berakhlakul karimah.”

Adapun perlombaan yang diadakan dalam kegiatan ini meliputi lomba Adzan, Praktek Sholat, Hafalan Surah dan Tilawah.

Ketua Panitia, Muhammad Alif Syahrial mengatakan bahwa kegiatan tersebut dilaksanakan guna menjadi sarana untuk menggali potensi dan bakat anak-anak di kelurahan kastarib agar menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah dan berakhlak mulia.

“kegiatan gebyar lomba anak islami ini dilaksanakan agar dapat menjadi sarana yang baik dan tepat untuk menggali potensi, prestasi, dan bakat adik-adik kita, agar kelak mereka menjadi anak-anak yang sholeh-sholehah dan berakhlak mulia sehingga dapat menumbuhkan kreatifitas siswa-siswi TPA Al Qur’an khususnya kelurahan kastarib” Ucapnya.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa pentingnya kegiatan tersebut dilaksanakan untuk lebih mengislamkan anak-anak semenjak dini.

“Dengan nuansa Islami, kami ingin lebih mengislamkan generasi penerus Islam semenjak dini.” Ungkapnya.

Kordinator Kelurahan, Aditya rafly ramadhan wasirih berharap dengan diadakannya kegiatan ini dapat menjadi motivasi dan penyemangat buat adik-adik dalam belajar agama.

“kita bukan berharap kepada siapa pemenangnya, akan tetapi pelaksanaan lomba ini semoga menjadi penyemangat dan motivasi bagi adik-adik untuk mempelajari agama dengan baik agar menjadi penerus bangsa yang rahmatan lil alamin” Ungkapnya.

Senada dengan itu, Pak lurah kastarib Hasby, S.P juga berharap dengan diadakannya Gebyar Lomba Anak Islami ini dapat menambah semangat belajar anak-anak tentang agam islam sehingga dapat menjadi generasi berakhlakul karimah.

“semoga dengan di selenggarakannya kegiatan Gebyar Lomba Anak Islami ini, anak-anak di kelurahan kastarib bisa lebih semangat dalam mempelajari agama islam, dan juga kedepannya anak-anak di kelurahan kastarib bisa menjadi generasi yang berakhlakul karimah seperti tema yang di angkat oleh anak-anak KKN pada kegiatan kali ini yaitu “meningkatkan nilai-nilai keislaman anak dalam mewujudkan generasi berakhlakul karimah” Tukasnya.

Dosen Sering Sakit Karena Selalu Memikirkan Mahasiswa Berambut Gondrong

Penulis : Tumming 

Dewasa ini, tak jarang kita melihat seorang mahasiswa yang berambut gondrong mendapatkan diskriminasi, baik itu dalam ruang intelektual kemahasiswaan maupun di lingkup masyarakat, mulai dari Rektor, Dekan, Dosen atau bahkan sesama teman-teman mahasiswa itu sendiri.  Oleh karena itu, penulis kemudian mencoba untuk menuangkan persepsinya mengenai fenomena yang masih sangat banyak diperbincangkan saat ini.

Pada kesempatan kali ini, penulis akan lebih terfokus kepada problematika gondrong dalam ruang intelektual saja (Dunia Mahasiswa), karena tekanan yang lebih dominan didapatkan oleh mahasiswa berambut gondrong yaitu pada saat berada didalam ruang lingkup tersebut. Juga kepada dosen yang sering sakit-sakitan karena terlalu sering memikirkan mahasiswa gondrong. Namun sebelum itu, penulis akan sedikit bercerita mengenai gondrong dan sejarahnya di Indonesia.

Sejarah Rambut Gondrong di Era Orde Baru

Berbicara persoalan gondrong, pada masa Orde Baru juga sempat dilarang. Alasannya karena Pemerintah ingin agar anak Indonesia dapat dibentuk menjadi anak yang penurut dan patuh terhadap orang tua seperti layaknya konsep keluarga di Jawa. Selain melarang anak muda berambut gondrong, juga melarang anak muda yang berambut gondrong untuk ikut berbaur dengan politik karena berbagai alasan, salah satunya dikhawatirkan mengancam pemerintahan Orde Baru. (Berarti aturan sebagai pembenaran untuk mempertahankan kedudukan dong? Aduuh RUSAK).

Saking seriusnya, pemerintah kemudian membentuk Badan Koordinasi Pemberantasan Rambut Gondrong (Bakorperagon) yang beroperasi di sudut kota dan daerah di Indonesia untuk merazia pemuda berambut gondrong.

Andi Achidan dalam pengantarnya di buku “Dilarang Gondrong: Praktik Kekuasaan Orde Baru Terhadap Anak Muda Awal 1970-an” (2010: vii), menyebutkan bahwa kebijakan yang melarang rambut gondrong bagi pemuda  pernah ditayangkan di TVRI tanggal 1 Oktober 1997. Selain itu, Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) Jendral Soemitro juga mengumumkan kebijakan itu dalam sebuah acara televisi yang berjudul “Bincang-bincang di TVRI”. Soemitro mengatakan bahwa, fenomena tersebut dapat menyebabkan keadaan acuh tak acuh yang dapat memancing meningkatnya angka kriminalitas di Indonesia.

Kriminalisasi Gondrong di Era Belanda

Aria Wiratma Yudishtira, penulis buku “Dilarang Gondrong: Praktik Kekuasaan Orde Baru terhadap Anak Muda Awal 1970-an” (2010: 107) pernah membahas hal ini. Dia mengungkapkan, kriminalisasi terhadap orang-orang berambut gondrong juga pernah dilakukan oleh Belanda selama periode revolusi pada tahun 1945-1949.

Hal tersebut juga diulas Sejarawan barat bernama Antonie, JS. Reid, dalam bukunya yang berjudul “Revolusi Nasional Indonesia” (1996: 89-92). Sejarawan tersebut menjelaskan, di tengah suasana Revolusi, muncul berbagai elit pejuang Indonesia yang berpenampilan eksentrik, seperti berambut panjang, berpakaian militer, dan menenteng pistol.

Dalam sejarah rambut gondrong disebutkan saat itu, penampilan dengan rambut gondrong dianggap oleh belanda sebagai musuh, bahkan juga diduga teroris  dan ekstrimis yang siap memberontak. Belanda menilai pasukan revolusioner di Indonesia sebagai kaum kriminal yang membahayakan.

Beda halnya dengan pendapat Ali Sastroamijoyo dalam biografinya yang berjudul “Tonggak-tonggak di Perjalananku” (1974: 198). Ali justru menggambarkan pemuda yang berambut gondrong dengan gaya yang urakan di Yogyakarta pada awal tahun 1946 sebagai kekuatan revolusi bangsa.

Gondrong dan Kampus

Berbicara soal pendidikan intelektual, maka substansinya adalah bagaimana kemudian disiplin ilmu yang disampaikan oleh seorang dosen itu dapat tersampaikan dan diterima dengan baik oleh mahasiswa, bukan persoalan bagaimana seharusnya mahasiswa berpenampilan dalam ruang pembelajaran di kelas.

Jika kita membandingkan antara mahasiswa yang bergelut di organisasi dan yang tidak, itu kemudian memiliki perbedaan yang begitu signifikan, baik dalam hal keilmuan, retorika diskusi dan lain-lain. Mengapa demikian? karena organisasi tidak mengungkung kadernya (Mahasiswa) untuk berpenampilan seperti ini dan itu untuk bisa mendapatkan ilmu. Artinya mahasiswa diberikan kemerdekaan dalam berpenampilan (free action).

Jika dikaitkan dengan rambut gondrong, maka tidak ada korelasi antara rambut gondrong dengan perkuliahan. Emangnya rambut gondrong nutupin pandangan mahasiswa yang lain saat kuliah? Kan nggak! Emangnya yang rapih itu bisa serapih pemikirannya? Kan nggak! Toh yang melakukan kasus pelecehan kepada mahasiswi di kampus kan rambutnya rapih,  yang melakukan korupsi proyek dalam kampus juga rambutnya rapih dan dosen yang melakukan provokasi antara mahasiswa dengan pihak fakultas demi satu kepentingan pun rambutnya rapih. Lantas kenapa kemudian yang berambut gondrong masih selalu dipermasalahkan atau para dosen takut akan dibuka kebusukannya oleh para mahasiswa yang berambut gondrong seperti pada masa Soekarno dulu?

Salah satu dosen yang saya temui mengemukakan alasannya, yaitu karena ingin menegakkan kode etik. Tapi ketika kemudian saya bertanya , “Pelarangan gondrong itu diatur dalam bab berapa, pasal berapa dan poin keberapa?” dosen tersebut kalang kabut mencari buku Kode Etik Mahasiswa yang berada di laci mejanya. “gak usah di cari pak, itu dibahas di Bab V, Pasal XIII Tentang Pelanggaran Ringan, Poin ke V” kataku. Lah gimana mau menegakkan kode etik kalau gak tau kode etiknya? Aduuh RUSAK!!!

Dosen Sering Sakit Karena Terlalu Banyak Mikirin Gondrong

Banyak orang yang memisahkan antara penyakit fisik dan mental. Seolah-olah apa yang terjadi di fikiran tidak berpengaruh sama sekali terhadap kondisi fisik kita. Padahal, sudah lama para ilmuan kesehatan menemukan bahwa pikiran dan kesehatan tubuh memiliki hubungan dua arah yang saling mempengaruhi.

Di ilmu Pengobatan Psikosomatis dijelaskan, bahwa apa yang terjadi di otak kita bisa mempengaruhi badan secara keseluruhan. Maka tidak heran ketika ada orang yang stress kemudian mengalami tegang leher. Kalau sakit kepala, bisa kemudian mengalami sakit lambung juga, karena ada interconectinon (keterkaitan).

Kalau kita ke dokter kemudian bertanya “Dok, saya sakit kepala” kemudian dokter berkata “Kamu ini sakit kepala karena banyak mikir”. “Betul, saya lagi mikirin mahasiswa gondrong yang ikut di kelas saya”. Tapi pertanyaannya, kenapa jadi sakit kepala? Karena dengan memikirkan mahasiswa gondrong itu, otak bekerja lebih keras. Stress karena mahasiswa gondrong itu karena persepsi yang muncul di otak kita adalah persepsi negatif. Ketika ada persepsi negatif, otak kita harus bekerja keras untuk beradaptasi dengan persepsi negarif itu. Otak kita selalu berusaha agar segala sesuatu menjadi seimbang. Ketika ada persepsi negatif, maka otak itu akan mencoba beradaptasi.

Jadi, bagaimana stress bisa merusak kesehatan tubuh kita? Ada quote dari Hans Style, “Bukan stress yang membunuh kita, tapi reaksi kita terhadapnya.” Karena masalahnya bukan di stress itu sendiri, tapi persepsi kita. Misalnya “Duh kenapa si gondrong itu masuk di kelas ini lagi?” atau “Kenapa dia belum memotong rambutnya.” Itulah yang menyebabkan badan mengeluarkan zat. Pertama, respon adrenalin meningkat. Adrenalin meningkatkan tekanan darah (Karena jantung menjadi makin berdebar), pembuluh darah menyempit, dan karenanya kepala kita menjadi tegang.

Dalam jangka panjang, kondisi seperti ini akan meningkatkan hormon stress, yang dinamakan koristol. Koristol adalah zat yang sifatnya oksidatif, merusak apapun didalam tubuh kita. Jika dia menempel di pancreas, dia meningkatkan insulin. Makanya, kalau ada orang stress bawaannya mau makan karena berfikir dia sedang membutuhkan energi.

Jika stresnya akut atau sementara, maka reaksinya juga sementara. Tetapi jika stresnya lama, maka reaksi tubuh juga akan lama dan yang lebih parahnya jika seseorang yang stress tidak tahu bahwa dia lagi stress, karena sudah terbiasa hidup stress.

Jika kita stress kelamaan, badan akan merespon dengan hal-hal yang kita tidak tahu sebagai bagian dari stress. Contohnya penyakit Dyspepsia atau gangguan lambung, in the long run, bisa muncul gangguan jantung, hipertensi dan diabetes.

Solusi Untuk Dosen

Jikalau ada dosen yang mengidap penyakit Gondrongphobiya membaca tulisan ini, penulis berharap dan berdo’a agar segera disembuhkan dari penyakit tersebut. Amiin.

Di dalam buku yang berjudul “Filosofi teras (Filosofi Stoa; Yunani-Romawi kuno yang telah ada sejak 2300 tahun yang lalu).” yang ditulis oleh Henri Manampiring mengatakan bahwa, jikalau ingin hidup anda bahagia, terbebas dari stress atau persepsi negativ, maka yang harus dilakukan adalah mengendalikan persepsi pemikiran kita.

Epictetus (Enchiridion) berkata, “ada hal-hal dibawah kendali (tergantung pada) kita, dan ada hal-hal yang tidak dibawah kendali (tidak tergantung pada) kita.” Prinsip ini disebut “Dikotomi kendali (Dichotomy of control). Bisa dibilang semua filsuf Stoa sepakat pada prinsip fundamental ini. Hal-hal apa saja yang masuk kedalam kedua definisi ini menurut Stoisisme?

TIDAK dibawah kendali kita:

  • Tindakan orang lain (Kecuali berada dibawah ancaman kita)
  • Opini orang lain
  • Reputasi/popularitas kita
  • Gaya /penampilan orang lain
  • Kondisi saat kita lahir, seperti jenis kelamin, orang tua, etnis, warna kulit, dan lain-lain.

DI BAWAH kendali kita:

  • Pertimbangan (judgment), opini atau persepsi kita.
  • Keinginan kita.
  • Tujuan kita.
  • Segala sesuatu yang merupakan pikiran dan tindakan kita sendiri.

Lebih lanjut, Epichtetus menjelaskan dalam buku Enciridion, “Hal-hal yang ada dibawah kendali kita bersifat merdeka, tidak terikat, tidak terhambat; tetapi hal-hal tang tidak dibawah kendali kita bersifat lemah dan milik orang lain. Karenanya, ingatlah jika kamu menganggap hal-hal yang merupakan milik orang lain itu sebagai milikmu sendiri… maka kamu akan meratap, dan kamu akan selalu menyalahkan para manusia karena tidak bersikap atau berbuat sebagaimana yang kamu mau.” Dalam bahasa gampangnya: siap-siap saja kecewa kalau kamu terobsesi dengan hal-hal di luar kendali kamu seperti perbuatan orang lain, penampilan orang lain, kekayaan orang lain dan lain sebagainya.

Saya rasa para dosen gak bodoh- bodoh amat ya… jadi gambaran solusinya cukup sampai disini. Bahwa persoalan rambut gondrong itu tidak berada dibawah kendali para dosen. Artinya bahwa anda tidak bisa memaksakan bagaimana mahasiswa berpenampilan sesuai dengan yang para dosen inginkan dan ini salah satu penyebab sehingga pendidikan di Indonesia masih tertinggal jauh dibawah Negara lain. Karena masih mengaitkan penampilan dengan proses pembelajaran.

Alasan klasik yang sering dijadikan pelarian dari realita bahwa dosen tersebut memang tidak suka melihat mahasiswa gondong entah karena ia pernah mendapat pengalaman yang buruk saat bertemu mahasiswa gondrong atau karena masah pribadi dengan mahasiswa gondrong sehingga kemudian menggeneralisasikan bahwa semua mahasiswa gondrong itu tidak baik  ialah  karena ingin menegakkan Kode Etik mahasiswa. pertanyaannya sederhananya adalah, apakah aturan yang termuat dalam kode etik (pelanggaran ringan) itu hanya persoalan rambut gondrong saja?. Nggak kan. Didalamnya juga termuat beberapa poin yang lain. Jadi jikalau ingin menegakkan kode etik, ya jangan setengah-setengah dong pak. Hehehe. Dan sebelum itu baca dan tegakkan dulu kode etik dosen.

Berdasar pada yang pernah penulis pelajari bahwa, salah satu tujuan dibuatnya sebuah aturan yaitu kemanfaatan. Berangkat dari azas kemanfaatan tersebut, Sekarang kita bandingkan poin ke-V (dilarang gondrong) dengan salah satu poin yang lain, yang tertuang dalam Kode Etik Mahasiswa Bab V Pasal XIII tentang Pelanggaran ringan. Contohnya dilarang mengendarai motor ngebut, yang dalam hal ini manfaatnya adalah agar terhindar dari kecelakaan. Lah kalau di larang gondrong manfaatnya apa? Yang dirugikan siapa? kan nggak ada. Penulis menginterpretasikan bahwa aturan ini dibuat atas dasar kerapian saja, sedangkan persepsi orang tentang kerapian itu berbeda beda setiap orangnya.

Yaah saya rasa sampai disini dulu aja yaa, nanti kita sambung di lain kesempatan. Dan semoga dosen bisa bersikap dengan lebih bijak setelah membaca tulisan ini. Amiin.

Note : Tumming adalah salah satu mahasiswa aktif IAIN KENDARI

Dekan Fakultas Syariah IAIN Kendari, Bantah Tuduhan Pemalsuan Tanda Tangan Yang Dialamatkan Kepadanya

Reporter : Rizal Saputra
Editor : Elfira Wati

Objektif.id, KENDARI – Dekan Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari.  berikan klarifikasi atas tudingan pemalsuan tanda tangan yang dialamatkan kepadanya melalui media online, Jumat, (15/10/2021).

Dekan Fakultas Syariah mengaku tidak membenarkan tuduhan melakukan pemalsuan tanda tangan tersebut.

“Selama ini kami tidak melihat, bahkan tidak mengetahui adanya pemalsuan itu dan kalau praduga-praduga itu dari luar, kami mohon buktinya itu tunjukan sama kami. Saya yakin pemalsuan itu tidak ada,” kata Ipandang, kepada objiktif.id.

Lanjutnya, ketika pengambilan keputusan ditingkat fakultas, terlebih dahulu dirapatkan bersama.

“Ada refisi anggaran, itu pasti saya panggil semua karena putusan itu berdasarkan hasil rapat,” lanjutnya.

Menurutnya, tuduhan pemalsuan ini, telah mencemarkan nama baik IAIN Kendari.

“Pencemaran nama baik itu, sudah masuk memalsukan tanda tangan. Ini Institut ini yang dicemarkan bukan cuma fakultas syariah,” uangkapnya.

Dia juga sesalkan atas  kinerjanya oknum dosen yang merasa dipalsukan tanda tangannya tersebut, seakan tidak mendukung IAIN Kendari menuju UIN.

“Cuman karena dia kan jarang di fakultas, kita rapat paling lima menit lari lagi. Kamu tau sendiri kita akreditasi sampai jam tiga subuh. Mana dia, nda pernah nongol,” bebernya.

Tidak hanya itu, ketidak terbukaan dosen yang bersangkutan jika ada pemalsuan dalam tanda tangannya.

“Yang saya selalkan selama ini pihak yang bersangkutan tidak pernah menyampaikan kepada kami bahwa terjadi pemalsuan tanda tangannya,” sesalnya.

Sementara itu, Kasubak Adiministrasi Umum dan Keuangan Fakultas Syariah, La Ringga mengatakan kalau untuk pemalsuan tanda tangan wakil dekan itu tidak benar adanya.

“Kalau pemalsuan tanda tangan tidak ada, kalaupun ada tanda tangan wakil dekan itu kami sampaikan, kami koordinasikan, bahwa ada yang mau ditanda-tangan, Setiap kali kami hubungi dia datang sekalian dia paraf,” ungkapnya.

Lanjutnya, seharusnya kalau ada informasi seperti ini pastikan terlebih dahulu kejelasannya informasinya.

“Seharusnya kalau ada seperti ini di konfirmasi dulu, yang lebih tepatnya dibawakan datanya supaya jelas,” lanjut

“Kalaupun ada pemalsuan tanda tangan itu, kami juga bingung dari mana asalnya, siapa yang palsukan tanda tangannya. Hanya ini kan langsung beredar informasinya.

Menurutnya, hal itu secara tidak langsung merusak sendiri medianya.

“Secara tidak lansung sudah merusak citra lembaganya atau medianya sendiri,” tutupnya.