Di dalam surat kabar aku membaca pemberitaan bahwa salah satu oknum dosen kampus Agama Islam Ngeri (AIN) terciduk melancarkan aksi rudapaksa terhadap mahasiswinya. Sungguh sangat memilukan sekaligus memalukan, seorang perempuan yang melahirkan peradaban ditempatkan begitu hina dan dipandang seolah-olah hanya sebagai pemuas nafsu birahi sang oknum dosen yang mungkin sudah cabul sejak dalam kandungan.
Kepentingan untuk membicarakan perempuan dalam kontruksi gender maupun keberadaannya di ruang publik sesungguhnya tidak mudah. Prosesnya panjang sebab bangunan mitosnya telah terlampau kokoh dan mapan. Terkadang, perempuan yang ingin membicarakan pengalaman ketubuhan dan pikirannya itu seperti sedang berbicara kepada sebuah tembok yang keras kepala. Jangankan direspons, seringkali ia tidak didengar. Kalaupun didengar, ia ditertawakan, lalu dilekati label-label baru yang tentu saja bersifat merendahkan. Bahkan menelisik rentetan peristiwa kasus pelecehan seksual akhir – akhir ini yang terjadi dilingkungan kampus, adagium tentang mari “Mendengar Keluh Kesah Untuk Mahasiswi” berubah menjadi mari “Berbicara Penuh Desah Untuk Dicicipi”. Dasar oknum dosen bajingan, binatang jalang!
Teman-teman mahasiswi harus sadar bahwa maraknya ritual “bercocok tanam” dalam dunia seksualitas di area kampus itu tidak terlepas dari sikap ketidakberdayaan kalian untuk melawan. Kalian masih selalu berkutat pada hal-hal materialistis yang sejatinya itu adalah intimidasi upaya melupakan eksistensi kehormatan jati diri kalian sebagai perempuan. Kamu terlalu takut untuk melawan saudari, kamu rela menggadaikan tubuhmu hanya demi nilai mata kuliah dari oknum dosen biadab yang akan merobek – robek kehormatanmu. Terlalu receh harga tubuhmu jika hanya dihadiahkan dengan secuil nilai. Kalaupun demikian, lebih baik jadi pelacur saja, toh harga tubuhmu akan lebih mahal dari sekadar nilai yang diberikan oleh dosen biadabmu.
Aku ingin mengajak kepada seluruh srikandi-srikandi mudah yang membaca tulisan ini agar kiranya kalian jangan pernah malu ataupun takut untuk mengungkap kekerasan seksual di lingkup kampus, baik itu kampus khusus agama Islam maupun yang umum. Kita ketahui bersama terkadang pihak birokrasi kampus tidak jarang memperlambat penyelesaian kasus pelecehan seksual bahkan cenderung melindungi para pelaku dosen mesum. Namun, tentunya jika saudariku semua tak sedikitpun gentar untuk berontak membunuh tabiat bengis kebinatangan seorang oknum dosen seperti yang dijelaskan di atas niscaya gerakan perlawananmu akan berimplikasi terhadap orientasi kebaikan kepada mahasiswi di seluruh kampus Indonesia.
Aku kira nona sekalian telah banyak belajar dari berbagai kejadian kekerasan seksual yang terus menerus terjadi di kampus Islam kita ini. Olehnya itu, tentu sudah tak ada lagi keraguan untuk melakukan perlawanan. Apakah kalian rela tubuhmu itu dinilai hanya dengan secuil nilai dalam ruang perkuliahan? Berhentilah memberikan pujian terhadap kampus maupun oknum dosen yang tak pernah peduli dengan kejahatan seksual. Kalaupun mereka empati paling hanya secara tekstual saja. Pun kalau diselesaikan kasus pelecehannya itu tidak terlepas dari peran gelombang masa aksi yang selalu konsisten melawan kelaliman itu. Tapi sangat ironi ketika para nona yang diperjuangkan haknya sebagian banyak cuman tinggal duduk meratap perjuangan itu sambil memoles wajah dengan bedak yang ujung-ujungnya akan jadi korban budak seks bagi para dosen bejat lagi.
Yang melahirkan dan merawat peradaban harus pandai membaca tindak-tanduk kebiadaban yang ingin merusak selangkanganmu. Kalian jangan mau hanya dijadikan sebagai objek seksual saja, tetapi berusahalah untuk memberikan afirmasi bahwa kalian adalah rival intelektual yang tak pernah kehilangan mental untuk melawan penindasan secara total!
Sesungguhnya kalian pasti merasa aneh dengan tempat perkuliahan kalian selama ini, sebab begitu kontras nama kampus dengan kejadian kekerasan seksual yang dilakukan oleh beberapa oknum dosen. Mengapa tidak, nama yang dikemas dan tersematkan pada kampusmu seakan begitu rapi, bersih, bahkan terlihat “suci”. Padahal isinya tak lebih seperti tempat sampah yang begitu busuk sehingga mengundang ribuan lalat untuk datang menghirup dan menikmati bau busuk itu. Entah siapa yang menjadi lalat ataupun sampahnya.
Berbagai rentetan tragedi asusila, kampusmu itu seperti tempat binatang yang berperadaban. Jika ditelisik lebih jauh sebenarnya peradaban kampusmu hanyalah sebuah selimut, hanyalah selembar kain yang dipakai untuk menutupi peristiwa naas itu, supaya oknum dosen cabulmu tidak benar-benar terlihat seperti binatang. Terlebih lagi, kalau pelakunya adalah Sanak famili para petinggi birokrasi kampus yang sedang mabuk akan pencitraan dan jabatan. Wuih, keren. Semakin aku ingin mengolok-olok mereka. Hahahahhahah
Hey nona, kalian harus sadar bahwa pemikiran perempuan dalam sejarah perjuangan bangsa ini begitu besar. Salah satunya adalah Gayatri Rajapatni istri Raden Wijaya, raja pertama Majapahit (1293-1309). Namun, ini bukan semata beliau seorang permaisuri yang bijak dan diagungkan, melainkan peran penting Gayatri Rajapatni untuk negeri ini. Mampu merajut cita – cita Nusantara dan pemikiran soal kebhinekaan. Hasil penelitian bertajuk “Jejak Doktrin Bhinneka di Bumi Tulungagung”, yang dilakukan oleh Institute For Javanese Islam Research (IJIR), Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) IAIN Tulungagung, serta Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tulungagung bahwa Buah pemikiran tentang visi penyatuan Nusantara dan kebhinekaan yang disempurnakan oleh Gayatri itulah yang akhirnya menjadi semboyan bangsa ini, yang tertulis apik pada lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila. Ya betul, Bhinneka Tunggal Ika.
Sekilas kisah pemikiran seorang perempuan yang dijelaskan di atas mungkin sudah bisa mengsugesti kawan-kawan mahasiswi, agar bisa membuktikan kepada khalayak ramai bahwa kalian adalah kaum intelektual bukan hanya sekedar mahasiswi yang menjadi penerima jasa seksual. Mulai dari sekarang, prioritaskan dulu isi kepalamu nona, kalau hanya sekedar cantik banci di Thailand mungkin lebih cantik dari kamu. Mari sejenak buka kesadaranmu cantik, jika kampus tidak pernah serius mengatasi kasus pelecehan seksual maka tentunya itu adalah titik gerak perjuangan kalian dalam membongkar kebusukan kampus yang bersembunyi di balik kemunafikan.
Tidak peduli seberapa besar intimidasi dosen cabul kepada kalian, selama analisis kritismu masih hidup maka itulah yang menafasi gerak perlawanan atas tindakan kesewenang-wenangan itu. Sebab aku percaya bahwa kalian adalah srikandi-srikandi hebat yang tak akan pernah patuh dan tunduk seperti budak. Sesungguhnya kamu mampu dengan perlawanan atas kekerasan seksual yang sewaktu-waktu bisa saja terjadi terhadap dirimu. Olehnya itu, sekali lagi aku memohon agar kalian tidak gentar dan takut dalam memerangi kebiadaban yang sudah seringkali terjadi.
Mungkin aku hanya sebagian kecil dari gelombang yang berisik ketika ada kasus-kasus pelecehan seksual di kampus. Tetapi yang harus paling berisik di sini adalah kalian para mahasiswi yang tidak hanya bersembunyi dibalik topeng bedakmu itu. Seharusnya kalianlah yang menjadi lokomotif penggerak dari setiap kasus asusila yang terjadi, bukan kemudian menyembunyikan kasus tak senonoh ketika kalian tahu bahwa itu benar-benar terjadi. Percuma jadi bunga nan indah tetapi dikelilingi oleh semak-semak belukar. Oii cantik, berusahalah untuk selalu melakukan perlawanan terhadap kedzaliman sebab selalu ada harapan yang harus kalian perjuangkan! Melalui gorong-gorong penghianatan kampus dan dosen kurang ajar yang mesum.
Ingin aku akhiri tetapi bukan dengan kata selamat berpisah, melainkan sampai ketemu lagi! Ya, sampai ketemu lagi dalam tulisan – tulisan yang akan lebih menohok mengolok-olok birokrasi kampus dan dosen yang tak pernah pro atas pemenuhan hak-hak mahasiswa(i). Jika kemudian ada pihak yang tersinggung dengan hasil imajinasi yang aku tuangkan dalam tulisan ini, memang sulit kiranya untuk meyakinkan lalat bahwa bunga lebih indah daripada sampah.
Penulis : Hajar
Suka menegur pikiran menggunakan satir dengan metofor sederhana.