Tren Mahasiswa Kupu-Kupu dan Mahasiswa Kura-Kura

Penulis : Muh Iqbal Ramadhan

Mahasiswa adalah sebutan bagi orang yang sedang menempuh pendidikan tinggi di sebuah perguruan tinggi yang terdiri dari Sekolah tinggi, Akademi, Institut, Politeknik dan yang paling umum adalah Universitas. Tentunya kata maha yang melekat pada mahasiswa memiliki kata arti tertinggi.

Dewasa ini, kerap kali kita mendengar beberapa istilah dalam dunia kampus, terutama di kampus kita tercinta Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari. Memang sering diartikan sebagai bahan lelucon, tetapi ini sangat penting untuk langkah awal kita sebagai mahasiswa menentukan nasib bersama-sama.

Kata yang sering muncul didalam kampus adalah mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang). Tentu ini merupakan sebuah sarkas (sindiran) bagi mahasiswa yang memilih jalur rebahan tanpa memikirkan pengembangan dirinya.

Sudah banyak senior yang mengatakan, jika kita datang hanya belajar dikelas saja dan langsung pulang, sama halnya menyia-nyiakan waktu. Sebagian besar mahasiswa pulang setelah perkuliahan akibat faktor kecepean karena jadwal mata kuliah yang padat.

Padahal, jika kita maksimalkan waktu para mahasiswa bisa bersantai diperpustakaan sembari membaca literasi, berupa buku, jurnal, artikel, majalah dinding,dan lain sebagainya.

Selain itu, alasan mahasiswa selalu pulang setelah perkuliahan karena banyak tugas dan merasa jenuh dikampus. Tentunya hal ini, dapat teratasi jika kita bijak mengambil kesempatan, seperti membuat ruang diskusi, menambah relasi, dan membuat lingkaran pertemanan dalam menyelesaikan tugas bersama-sama.

Tetapi, mahasiswa tipe ini sering kali cepat menyelesaikan studi perkuliahan dikampus karena mereka fokus kearah tujuannya tanpa menyibukkan diri dikampus.

Selain itu, istilah kedua yang kerap kali kita dengar yaitu mahasiswa Kura-kura (kuliah rapat-kuliah rapat). Tentunya, mahasiswa tipe ini adalah mereka yang menghabiskan waktu dan tenaganya dengan berorganisasi dan berlembaga.

Dalam ruang lingkup kampus, tipe mahasiswa kura-kura ini memang tidak sebanyak tipe mahasiwa lainnya. Tetapi, merekalah yang sering membuat kegiatan,event,dan menyuarakan aspirasi mahasiswa dengan baik dan sukses. Tidak sedikit juga, dari mahasiwa kura-kura ini sukses keluar daerah untuk mewakili kampus dalam sebuah kegiatan, seperti seminar, perlombaan olahraga ataupun seni.

Selain itu, mahasiswa tipe ini pasti memiliki pengalaman yang begitu banyak, baik itu dalam manajemen waktu, leadership (kepemimpinan), administrasi dan lain-lain. Tetapi, kebanyakan dari mahasiswa kura-kura ini sering terlambat penyelesaian studi perkuliahannya,akibat tidak bisa membagi waktunya dalam keseharian.

Oleh karena itu, sebagai mahasiswa haruslah selektif dalam memilih masa depan kalian.Arah masa depan mahasiswa saat ini, ada ditangan kalian sendiri.

Ayo,kalian tipe mahasiswa Kupu-kupu atau Kura-kura nih?

Tulis komen dibawah yah!

 

Penulis adalah mahasiswa aktif Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari, juga Anggota aktif Unit Kegiatan Mahasiswa Pers (UKM-Pers).

Makalah dan Mahasiswa, Siapa Yang Hebat?

Penulis : Muh Iqbal Ramadhan

Makalah dan mahasiswa sesuatu yang tidak pernah terlepaskan dalam dunia Kampus. Makalah adalah salah satu jenis karya tulis yang bersifat ilmiah. Dalan kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) makalah adalah karya tulis pelajar atau mahasiswa sebagai laporan hasil pelaksanaan tugas sekolah atau perguruan tinggi. Makalah memang sudah tak asing lagi bagi para pelajar.

Bagi mahasiswa makalah menjadi salah satu faktor penunjang untuk mendapatkan nilai terbaik, karena hampir seluruh program studi di Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari membuat makalah dari dosen mereka.Tetapi, secara tidak langsung dengan pembuatan makalah menjadi mahasiswa tidak berpikir kritis terhadap kemampuan intelektualnya.

Buktinya dengan hadirnya istilah kerennya Teknik Copy-Paste (Copas), hal ini yang membuat mahasiswa semakin tidak bisa mengembangkan dirinya, apalagi dalam teori menurut Jean Piaget kita harus memenuhi tiga penilaian utama dalam pendidikan yaitu Kognitif (Pengetahuan), Psikomotorik (Keterampilan) dan Afektif (Sikap).

Ketiga penilaian tersebut tidak bisa tercapai jika budaya COPAS (Copy-Paste) masih mendarah daging dikehidupan mahasiswa. Inilah yang perlu dievaluasi dalam sistem pendidikan di Perguruan Tinggi sekarang. Tujuan utama memajukan pemikiran mahasiswa tetapi malah membuat mahasiswa tidak bisa berpikir rasional.

Selain itu, dengan adanya kebiasaan ini membuat mahasiswa hanya titip nama dalam proses presentasi nanti didepan kelas, tentunya hal ini akan merugikan bagi mereka yang mengerjakan makalah tersebut dengan baik.

Salah satu Dosen IAIN mengatakan pembuatan makalah ini membuat para mahasiswa selalu berpikir instan atau tinggal tunggu jadi saja, tanpa mencari sendiri wawasan dan ilmu yang telah ada.

Oleh karena itu, kita mahasiswa yang dianggap sebagai laboratoriumnya peradaban harus selalu mencari berbagai pengalaman melalui literatur dan relasi yang baik, sehingga makalah kita yang dibuat tidak semata-mata bersifat menciplak saja, tetapi ada sumbangsih pemikiran didalamnya. Semoga kita selalu sukses dalam pemikiran.

Penulis adalah mahasiswa aktif Program Studi (Prodi) Pendidikan Guru Madrasah Ibtidayah (PGMI) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FATIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari. Juga anggota aktif UKM-Pers IAIN Kendari.

Kelas Sosial Dunia Kampus, Adu  Prestasi atau Alis?

Oleh: IH

Belakangan ini kita digegerkan di jagad media sosial dengan fenomena dunia peralisan, video viral yang diunggah salah satu akun instagram, menjadi buah bibir sehingga menjadi konsumsi publik kita dan perbicangan hangat baik di dunia nyata dan dunia maya.

Ternyata ketidakadilan terhadap perempuan itu tetap berlanjut, salah satunya di lembaga pendidikan tinggi negeri, namun kali ini antar sesama perempuan yang tidak mengiginkan kesetaraan dan kesamaan dengan adanya Legitimasi junior  tak boleh melebihi dari senior perkara ketebalan alis.

Sebagai tradisi kampus dalam proses penerimaan mahasiswa baru akan dijemput langsung oleh senior mereka dalam meperkenalkan lingkungan budaya akademik mereka yang baru, baik penyampaian aturan yang tidak tertulis dan tertulis.

Doktrin dan mantra akan di berikan oleh senior maupun neneor. Kadangkala senior menunjukan sikap yang angkuh di hadapan maba dengan harapan agar mereka di kultuskan, di hormati dan pada akhirnya senior punya pengikut baru.

Hadirnya maba dalam kampus adalah munculnya kelas sosial akademik baru, dan tidak hadir untuk mengancam eksistensi senior, jika kamu maba di larang bertingkah laku sok belagu. Utamakan adab, wajib di bina jika tidak dibinasakan.

Bagi senior perempuan melihat mahasiswi baru yang berlebihan dandan dan make up adalah ancaman potensial bagi keeksistensinya. Dan psikologi perempuan sebenarnya tujuan dari mereka berdandan itu bukan semata mata 100 persen untuk lawan jenisnya, melainkan untuk mengesankan perempuan lainya.

Olehnya itu fenomena video dialogika junior vs senior dengan tema “Dilarang Alis Tebal” Substansinya bukan persoalan alisnya tebal, namun junior perempuan akan mendominasi lingkungan lambetura, geng dan menjadi isu perbincangan hangat bagi buaya-buaya kampus dan potensi menjadi ancaman bagi senior perempuan lainya.

Lumayan ruwet perempuan memang dan harus diakui, perempuan sulit diaturnya mereka pun diberikan alis oleh tuhan namun mereka mengubahnya bahkan menghapusnya. Dalam Islam melarang merubah ciptaan Tuhan apa yang telah di berikan-Nya tanpa membawa suatau kemanfaatan dan kebaikan itu adalah dosa.

Dunia kampus, ketika proses penerimaan mahasiswa baru, kampus tak mampu memberikan identitasnya sebagai laboratorium pemikiran, industry literasi. Sebagai contoh  pertama kita disuguhkan dengan viralnya salah satu kampus kesehatan ternama di kota Kendari, kedua kampus negeri di kendari dengan viralnya aksi goyang tik tok dan diundang salah satu stasiuan tv lokal.

Hal ini merepresentasikan bahwa kualitas pendidikan kita ikut terdegradasi di zaman dunia instrumental dan viralisme. Fenomena video viral itu  membuat ruang tontononan kita sesama perempuan saling berkelahi hanya persoalan sepele dan tidak urgen yang pada akhirnya berujung perundungan di lembaga pendidikan Indonesia.

Mestinya kampus harus menghasilkan sebuah narasi apakah itu, viralnya  aksi maba dalam orasi ilmiah, pembacaan puisi, ataupun kegiatan lainya yang positif yang berkaitan dengan literasi. Namun berbanding terbalik.

Peran Kampus dalam Membumikan Feminisme

Kita harapkan kampus dapat menjadi lokomotif dalam upaya membebaskan  perempuan dari cengkraman pasar kapitalisme, dimana perempuan dari ujung kuku sampai ujung rambut terdapat konsumsi bahan kosmetik. Dieksploitasi oleh kapitalis.Tubuh perempuan di pandang sebagai barang dagangan, sehingga definisi cantik yang di pakai oleh perempuan hari ini adalah definisi menurut pasar, glowing, mulus, rambut lurus, dan seksi. Dalam buku Dr. Irwan Abdullah yang berjudul Seks, Gender dan reproduksi Kekuasaan, “Perempuan sesungguhnya bukan hanya menghadapi musuh lama laki laki, tetapi musuh baru yang lebih perkasa, yakni kapitalisme.

Video viral tentang alis menunjukan adalah langkah awal dalam retaknya solidaritas sesama perempuan atas definisi kecantikan yang di salah artikan. Bagaimana mungkin kesetaraan sesama laki-laki dan perempuan dapat terwujud jika hanya goresan ALIS di wajah di permasalahkan.

Miskonsepsi Kecantikan

Dewasa ini pemahaman cantik (bellus:yunani) sangat dipengaruhi oleh media sosial, artis, model yang di buat oleh standard mereka seperti cantik itu kulit putih, alis yang tidak alami, glowing, bertubuh langsing, berambut lurus. Tafsiran cantik semacam ini dapat menjadi masaalah bagi perempuan di beberapa wilayah, misalnya faktor kondisi alam dan budaya dan keturunan sehingga mereka tak berkulit putih, hal ini menjadi dilema bagi kaum perempuan, memaksa mereka untuk cantik yang di pasarkan oleh industry kecantikan dan kosmetik lewat media sosial.

Persepsi kecantikan yang tidak dilihat dari aspek lahiriah saja harus segera di dekonsturksin, jika tidak dampaknya akan menimbulkan diskriminasi yang tajam dan dapat menimbulkan kebencian. Sebagai contoh perkelahian antara senior dan junior hanya persoalan alis. Sehingga definisi cantik harus mengarah pada kualitas perempuan dilihat dari pendidikanya, cerdas, dapat memberikan semangat bagi perempuan lainya, berprestasi dan anggun dalam moral. Jika definisi cantik ini menjadi kesepakatan masyarakat maka bagi kalangan masyarakat kalangan bawah akan mempercantik dirinya, yang selama ini cantik di identikan mahal butuh materi.

Perempuan Inspirasi  bagi  Sesama  Perempuan

Banyak tokoh dunia perempuan  yang menjadi panutan seperti Margaret Teacher di Inggris, Indhi Gandhi di India, yang mampu memposisikan dirinya sebagai wanita cerdas, menggali potensi dirinya ada kekuatandan kecerdasan yang menjadi sentral dalam kehidupan manusia, di rumah tangga, industry, agama dan politik, perempuan dapat berperan baik di organisasi, pemerintah dan memimpin.
Di abad sekarang ini hampir sulit  menemukan sosok perempuan inspirasi yang dapat mengangkat derajat perempuan.

Lihatlah Raden Ajeng Kartini Pensilnya ia gunakan untuk menulis surat perlawanan, terbitlah buku dengan judul habis gelap terbitlah terang, beda halnya Si pirang beralis tebal. Mengangkat pensilnya ke muka buka di kertas hasilnya adalah bukan surat perlawanan namun video viral tak berkualits. Bahkan ironisnya sesama perempuan tidak saling menguatkan dan mensupport  khusunya di bidang pendidikan. Mempermalukan institusi pendidikan dengan persoalan make up yang bukan tradisi dari mahasiswa yaitu, buku diskusi dan aksi.

Penulis sangat menyangkan sebagian mahasiswa baru mengganggap kampus adalah ajang adu fashion dan model dan gaya-gayaan, bukan malah sebaliknya kampus dijadikan arena pertarungan ide dan gagasan yang membawa kebermanfaatn umat.

Apakah akan terjadi emansipasi wanita jika make up 5 kali sehari dan mengupload 5 kali sehari sebagai instant story? Saya pikir tidak. Kurangi mendempul wajah, isi otakmu dengan referensi literasi. Akhir kata penulis ingin mengutik dari kalimat bijak “jika ingin melihat kualitas peradaban pada suatau wilayah maka lihatlah bagaimana kesehjateraan dan kualits perempuanya”.

Solusi dari penulis kampus memang tidak etis apabila membuat sebuah aturan berapa meter dapat mencoret alis, namun perlu di bangun kesadaran dari paham alisnisasi agar tidak ekstra-tebal. Dan perlunya dari pihak senior apabila menegur adik juniornya tidak di khalayak umum lebih cenderung mempermalukan dari pada menasehati kesalahanya agar tidak mengullangi nya lagi. Tegurlah mereka di tempat sepi ajak mereka biacara 4 mata, atau sms tegur secara halus berikan pendekatan humanis, namanya juga mahasiswa tebal alis (Maba) Panjang umur dunia peralisan.

Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FATIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari.

Pendekar HMI Dari Mazhab Ciputat

Oleh : Yusran Darmawan

Mulanya dia diajak masuk Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Namun, dia lebih memilih gabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dia pun pernah menjadi demonstran yang pernah dikejar-kejar aparat.

Hingga takdir mengantarkannya pada titian sejarah sebagai muadzin bangsa yang penuh integritas. Dia seorang ilmuwan yang tak hanya tekun menuliskan data sejarah, tetapi juga punya suara jernih yang menembus hingar-bingar suara-suara di pemerintahan.

Dia, Azyumardi Azra.

Tahun 1975, dia bertolak meninggalkan Pelabuhan Teluk Bayur, Padang. Dia menuturkan bagaimana lagu tentang Teluk Bayur itu terus mengiang di benaknya. Dia ke Jakarta untuk mendaftar di kampus IAIN.

Otaknya memang encer. Dia tak perlu tes untuk masuk di kampus Islam terbesar di ibukota. Di masa itu, gerakan mahasiswa sedang dipenuhi gelora perlawanan. Pemerintah merepresi mahasiswa karena banyaknya keterlibatan dalam politik praktis.

Saat itu, Azra kerap memimpin demonstrasi mahasiswa Ciputat. Dia memprotes kebijakan pemerintah yang hendak memasukkan para penganut aliran kepercayaan ke dalam haluan negara atau GBHN.

“Saya dikejar-kejar hingga sembunyi,” kata Azra dalam wawancara di kanal Youtube milik Jajang Jahroni. Dia menyaksikan gurunya, Profesor Harun Nasution digebuk aparat. Beberapa dosen ikut digelandang aparat.

Azra memiih untuk tetap berlari dan sembunyi. Dalam pelariannya, dia diminta pamannya untuk menemui seorang militer asal Pariaman bernama Letkol Anas Malik. “Daripada kamu dicari-cari terus, lebih baik temui dia. Minta perlindungan,” kata pamannya.

Beruntung, Letkol Anas Malik siap memberi jaminan. Namun, Azra tetap menjadi wajib lapor. Saat itu, dia merasa perlu untuk bergabung di organisasi ekstra kampus.

Seorang mahasiswa asal Padang Bernama Uda Risman mengajaknya gabung di IMM. Uda Risman adalah putra pemiik warung Padang di sekitaran Ciputat.

Uda Risman merupakan putra dari pengusaha warung Padang. Alasannya mengajak Azra bergabung di IMM terbilang sederhana. Sebab di organisasi mahasiswa Muhammadiyah itu banyak orang Padang yang bergabung. “Kalau kamu ada yang gangguin, siapa yang bela kamu,” kata Azra menirukan.

Meski ditawari gabung IMM, Azra justru memilih bergabung di Himpunan Mahasiswa Islam atau HMI. Ia ikut maperca pada 1977. Di HMI, kariernya terus meroket.

Mulanya dia mengurus bulletin. Setelah itu, dia memimpin Departemen Penerangan di HMI. Hingga akhirnya dia menjadi Ketua Umum HMI Cabang Ciputat. Di masa menjabat, dia menjalin relasi dengan Din Syamsuddin yang menjadi Ketua Umum IMM. Juga dengan Suryadharma Ali yang memimpin PMII.

Namun secara intelektual, Azra meniti di jalan yang diretas oleh seniornya di HMI yakni Nurcholish Madjid yang kerap disapa Cak Nur. Di masa itu, Nurcholish ibarat matahari intelektual yang menyengat banyak anak-anak muda.

Nurcholish adalah tipe cendekiawan yang bicara apa adanya. Kejujuran dan kejernihan intelektualnya sering disalahpahami oleh banyak kalangan. Nurcholish menjadi ikon dari kecendekiawanan yang tumbuh dari HMI, serta ekosistem intelektual di Ciputat.

Sebagai matahari, Nurcholish menarik banyak pihak untuk mengitarinya, baik di HMI maupun kampus IAIN Ciputat. Di antara banyak sosok, nama Azyumardi Azra dan Komaruddin Hidayat menjadi sosok yang paling menonjol.

Mereka produktif dalam mengisi wacana di berbagai media. Mereka menulis artikel, hadir dalam berbagai diskusi, serta mewarnai kajian-kajian keislaman.

Nurcholish selalu berbicara tentang Islam dan peradaban, Komaruddin Hidayat sering membahas wacana tasawuf, sedangkan Azra menggali kearifan para ulama Nusantara yang dahulu menjadi jejaring untuk menyebarkan pemikiran keislaman.

Para aktivis HMI di Ciputat memberi julukan pada ketiganya sebagai peletak Mazhab Ciputat. Ketiganya adalah para pendekar HMI.

Nama mereka juga ditulis dalam daftar paling atas buku berjudul “Dekonstruksi Islam Mazhab Ciputat” yang ditulis Fachry Ali, Kautsar Azhari Noer, Budhi Munawar Rahman, Saiful Muzani, Hendro Prasetyo, Ihsan Ali Fauzi dan Ahmad Sahal.

Jejak Azra di jalur intelektual terus bergerak. Dia belajar ke Amerika Serikat untuk menjadi sejarawan Islam yang menekuni kajian Asia Tenggara. Dia produktif menulis artikel, buku, dan makalah.

Pemikirannya tentang jaringan Islam Nusantara menjadi karya penting yang membentangkan bagaimana jejaring para ulama yang secara brilian telah menyebarkan ide-ide keislaman hingga berbagai penjuru Nusantara. Dia mengajarkan, keindonesiaan adalah hasil dari dialog-dialog kebudayaan yang di masa lalu telah mempertemukan para ulama dalam satu jejaring kuat.

Azra berbicara tentang Islam Nusantara, jauh sebelum kalimat itu menjadi slogan dari pemerintah dan ormas di masa kini. Azra selalu menekankan pentingnya Islam wasatiyah atau Islam jalan tengah, yang diharapkan bisa menjadi pilihan terbaik di tengah bangsa Indonesia yang majemuk.

Tak cuma bicara sejarah, Azra juga selalu membahas isu-isu kebangsaan yang actual. Di berbagai media, dia sering berbicara tentang korupsi serta pentingnya integritas. Dia pun menjadikan integritas sebagai napas dari semua gerak langkahnya di jalur akademisi yang mempertemukannya dengan banyak politisi.

Dia seteguh karang yang berani menarik jarak dari para politisi. Dengan cara itu, dia bisa lebih kritis dan tidak ada beban saat mengingatkan pemerintah untuk tetap berada di aras kebangsaan dan pengabdian pada rakyat.

Baginya, kebangsaan adalah sesuatu yang sudah selesai. Islam tidak perlu dipertentangkan dengan kebangsaan, sebab cinta tanah air adalah ekspresi dari keimanan.

Dia pun percaya, kemajuan Indonesia adalah kemajuan umat Islam. Sebab umat Islam adalah pihak mayoritas yang mengisi semua lini. Kemajuan itu adalah kerja bersama semua kalangan, di mana spirit Islam mengisi semua ruang-ruang kebangsaan.

Dia pun meninggalkan warisan berharga berupa buah-buah pemikiran. Dalam perjalanan ke Malaysia, dia mempersiapkan makalah yang isinya adalah summary atau intisari pemikirannya tentang keislaman.

“Kebangkitan peradaban juga memerlukan pemanfaatan sumber daya alam secara lebih bertanggung jawab. Sejauh ini, kekayaan alam di Indonesia dan agaknya juga di Malaysia cenderung dieksploitasi secara semena-mena dan tidak bertanggung jawab,” tulisnya.

Dia meminta agar kaum Muslimin perlu memberi contoh tentang penerapan Islamisitas atau nilai-nilai Islam secara aktual dalam penyelamatan alam lingkungan dan sumber daya alam.

Di titik ini, dia ingin kaum Muslim memperkuat integritas diri pribadi dan komunitas, sehingga dapat mengaktualkan Islam rahmatan lil’alamin dengan peradaban yang juga “menjadi blessing bagi alam semesta.”

Kini, muadzin bangsa itu telah pergi. Kita hanya bisa mengenang dan mencatat semua warisan berharganya untuk Indonesia. Kita mengenang dirinya sebagai sosok yang selalu ingin mengajak bangsa untuk selalu kembali ke jalan yang lurus.

Selamat jalan.

Artikel ini pertama kali diangkat oleh http://www.timur-angin.com/2022/09/pendekar-hmi-dari-mazhab-ciputat.html#

Menunda Kenaikan Harga BBM adalah Langkah yang Tepat

Penulis : Muhamad Ifan Permana

Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia di sibukkan dengan isu rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang di prediksi kenaikan harga BBM ini akan berlaku pekan depan. Rencana kenaikan BBM ini dinilai dapat meningkatkan APBN karena beban APBN berkurang yang selama ini menanggung BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar yang mengakitbatkan beban subsidi dan kompensansi mengalami obesitas pada tahun 2022 menembus angka Rp. 502,4 Triliun. Anggaran tersebut merupakan total anggaran subsidi untuk BBM, LPG dan Listrik.

Presiden Jokowi Dodo mengatakan, semua harus diputuskan dengan hati-hati, dikalkulasikan dampaknya yang dapat menyebabkan kurangnya daya beli masyarakat, mengurangi konsumsi masyarakat, kenaikan inflasi dan bisa menurunkan  perekonomian. Sebelumnya Menteri koordinator dan investasi luhut binsar panjaitan memberi signal bahwa masyarakat harus siap-siap dengan kenaikan bbm bersubsidi jenis pertalite dan solar dan menunggu keputusan presiden pekan depan karena sudah tidak dapat ditanggung oleh APBN.

Sedangkan menurut Menteri keungan sri mulyani mengatakan bahwa anggaran Rp. 502. 4 triliun yang dipersiapkan untuk alokasi anggaran subsidi minyak dan kompensasi energi pada tahun 2022 telah habis. Nilai tersebut sudah membengkak dari anggaran semula yaitu hanya sebesar Rp. 152, 1 Triliun. Diimana anggaran tersebut akan terus bertambah hingga akhir tahun. Karena mulanya pemerintah mengasumsikan rata-rata harga minyak mentah indonesia (ICP/Indonesian Crude Price) sebesar 100 dollar AS/Barel. Namun realisisnya sudah mencapai di level 105 dollar AS/ barel.

Sri mulyani juga menuturkan BBM subsidi jenis pertalite anggaran subsidi sebesar Rp. 93,5 Trilun dimana anggaran tersebut 86 % dinikmati oleh rumah tangga mampu atau orang kaya sedangkan orang miskin atau kendaraan bermotor hanya dikisaran 20 %. Jadi hampir 60 triliun anggaran subsidi dihabiskan oleh orang mampu sisanya untuk golongan tidak mampu. Lanjut, Menurut Menteri keuangan Alokasi anggaran subsibdi BBM jenis Solar sebesar Rp. 149 Triliun dimana 89 % di pakai dunia usaha dan 11 % oleh rumah tangga. Dan dari 11 % rumah tangga yang menggunakan  bahan bakar Minyak (BBM) jenis solar bersubsidi sebanyak 95 % adalah orang mampu. Dari anggaran Sebesar Rp. 149 Trilun hanya 5% yang digunakan untuk rumah tangga kurang mampu.

Jadi dari data dan pernayatan  diatas APBN yang anggarannya mencapai ratusan triliun rupiah guna subsidi energi  bahan bakar minyak faktanya cenderung dinikmati mayoritas masyarakat kalangan menengah keatas dan hanya sebagian kecil di dinikmati langsung oleh masyarakat menengah kebawah.

Adapun alasan utama pemerintah rencana menaikan bahan bakar minyak (BBM) disebabkan  karena 1. Distribusi bbm bersubdi jenis pertalite dan solar tidak tepat sasaran 2. Harga minyak dunia yang mengalami Fluktuatif 3. Kurs Rupiah yang mengalami Depresiasi terhadap Dollar AS.

Perlukah BBM Naik ?

Menyoal  rencana kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite dan solar saat ini belum tepat karena melihat situasi dan kondisi pasca covid 19 seharusnya pemerintah berfokus terhadap pemulihan perekonomian tanpa memberi opsi dengan menaikan harga BBM bersubsidi atau mencari solusi lain dengan berbagai alternatif. Entah, dengan mengeluarkan regulasi pembatasan volume untuk kendaraan roda empat atau bahan bakar minyak jenis pertalite hanya diperuntukkan untuk kendaraan bermotor dan angkutan umum ketimbang menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis pertalite. Sedangkan untuk BBM Subsidi jenis Solar pemerintah mengevaluasi pertamina mengapa sebanyak 95% solar dinikmati orang kaya. Apakah ada kerjasama sepihak atau ada oknum yang bermain sehingga alokasi bbm Subsidi jenis solar bisa tepat sasaran.

Ketidakmampuan pemerintah menelaah masyarakat yang layak dan tidak layak mendapatkan bbm bersubsidi  menyebabkan  APBN subsidi energi mengalami obesitas karena menanggung beban subsudi  Bahan bakar yang tidak tepat sasaran. Selanjutnya skema sasaran subsidi tidak tepat karena kurangnya pengawasan terhadap bahan bakar minyak jenis pertalite dan Rentannya kebocoran bahan bakar jenis solar skala besar, seperti pada sektor Perkebunan, Pertambangan maupun Industri Nikel.

Rencana menaikan harga BBM bersubsidi yang di canangkan pada pekan depan. Maka Sudah sangat jelas akan berdampak terhadap daya beli masyarakat berkurang. Tidak menuntut kemungkinan akan megakibatkan Inflasi dalam kurun waktu yang cukup lama dan juga akan mengakibatkan  harga bahan pokok lain melonjak. Sehingga gejolak ekonomi di kalangan masyarakat tak terbendung. dan juga, jika ini terjadi maka penolakan tentang kenaikan bahan bakar minyak bersubsidi tak terhindarkan. Karena pemerintah dinilai tidak kafabel mengelolah keuangan Negara.

Selain itu, dalih fluktuasi harga minyak mentah dunia terus melonjak dan juga depresiasi nilai KURS Rupiah Terhadap Dollar AS. Alasan pemerintah ini sangat Absurd sebab alasan utama pemerintah ini dinilai tidak tepat jika opsinya harus menaikan harga BBM bersubsidi Sedangkan Masih banyak mega proyek infrastruktur yang sedang berjalan bahkan akan berjalan seperti Ibukota Negara Baru (IKN) mengapa agenda ini tidak ditunda dulu.

Oleh Karena itu, Kebijakan pemerintah ini wajar mendapat banyak reaksi dari masyakarakat. Karena tidak adanya sosilasiasi dan keputusan ini dianggap final. Sisa menunggu Perpres dan Keputusan Presiden. Sehingga usulan menaikan harga BBM dipastikan akan mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan, Karena tidak adanya alternatif lain dan juga tidak adanya proses redistribusi yang dilakukan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah seharusnya menunda terlebih dahulu sembari mengkaji lebih dalam tentang kebijakan yang akan di buat dan resiko apa yang akan ditimbulkan  Sembari menemukan formula yang tepat.

Senioritas dan Kebebasan Berekspresi

Dunia kampus adalah dunia yang tidak hanya diperhadapkan dengan gedung-gedung mewah dan tinggi, tenaga pendidik yang berkompeten di bidangnya dan berbagai aksi demonstrasi yang turut meramaikan kampusnya, diluar dari itu kampus adalah ruang imajinasi, ekspresi diri dan tempat melatih diri karena nantinya mahasiswa diperhadapkan dengan wacana-wacana sosial untuk dipertanggung jawabkan ke masyarakat kelak.

Senior, banyak berpandangan Senior adalah orang yang mendahului kita, orang yang merasakan manis pahitnya dunia kampus, dan lazimnya senior dengan penokohanya dikenal memiliki tingkat keilmuan yang lebih tinggi.

Bak reinkarnasi Majelis Ulama Indonesia setiap perkataan senior adalah fatwa yang harus dijalankan dan diikuti, momen Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) kita melihat realitas senior menampakan wajah garang dari selongsong peluru eksistensi dan ketampanan yang dipertontonkan dihadapan kami para mahasiswa baru melalui pendekatan pendekatan yang humanis ekstrimis, mereka dengan gamblang mengatakan bahwa senior tidak pernah salah.

Dalam proses masuk Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) masih saja mencampuri keputusan junior dengan mengikuti standarisasi Kelayakanya, belum lagi wacana wacana sosial yang bermanfaat untuk dirinya sendiri dibangun melibatkan juniornya sebagai bahan bakar yang bisa tersulut api kapan saja, dapat kita pahami bersama bahwa senior yang baik adalah mereka yang memberi bebas tapi terbatas, bukan terbatas dan tidak memberi bebas.

Akhir kata dari penulis, untuk kita yang merdeka, merdeka sebagaimana kita adalah kata yang bebas bertebaran dimana-mana.

Ditulis Oleh :
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Program Studi Perbankan Syariah

Sama-sama Rusak

Penulis: Hajar

Semarak momentum penyambutan Mahasiswa baru (Maba) diseantero kampus idealnya harus dilandasi dengan semangat pemberontakan terhadap pembebasan kebathilan melalui kesadaran nalar kritis. Oleh karena kampus adalah tempat bercokolnya pikiran ilmiah maka nafas perjuangan panjang ribuan pikiran yang berkembang di dalamnya tidak boleh disesaki pada apa yang lazim kita terminologikan “Larut kepada polarisasi konflik pragmatis serta tenggelam atas kejayaan masa lampau para pendahulu” yang acap kali dibangga-banggakan dalam ekspresi euforia semata, sementara itu ada teks sosial yang menuntut mahasiswa untuk sesegera mungkin Secara optimal menggagas ide besar yang futuristis dengan menanggalkan pelbagai hal yang cenderung bersifat epigon.

Mari sejenak Kembali kita review doktrin kaum materialis, bahwa manusia adalah hasil dari lingkungannya dan pendidikannya, dan karena itu manusia yang berubah adalah hasil dari lingkungan yang berbeda juga pola pendidikan yang di ubah, bahkan pendidiknya sendiri membutuhkan pendidikan (Karl Marx & Friedrich Engels). Artinya, mahasiswa dengan banyak metode memperoleh ilmu pengetahuan jangan hanya membebek saja oleh pola pendidikan para pendidik yang memang itu membuat kemunduran berfikir dalam mengembangkan potensi masing-masing individu. Hal demikian juga sangat gamblang ditegaskan oleh Soe Hoek Gie dalam buku Catatan Seorang Demonstran “Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa dan selalu benar. Dan murid bukan kerbau”.

Namun sangat mengesalkan apabila penjelasan yang begitu komprehensif yang mengantarkan kita pada peningkatan pikiran kritis dari beraneka literatur termasuk dua paragraf pengantar di atas gagal dipahami sebagian banyak mahasiswa terkhusus tokoh-tokoh kemahasiswaan itu sendiri. Kalau aku (penulis) tidak keliru Saban waktu ada semacam aliansi visioner (katanya) dalam momentum konstalasi politik kampus yang berorientasi terhadap kemajuan peradaban intelektual yang bermutu. Namun ditengah perjalanan, timbul kekacauan yang menyebabkan mereka-mereka yang terafiliasi dalam aliansi tersebut mulai kehilangan arah, sesat, bahkan semakin mundur bukan semakin maju untuk mencapai titik kulminasi yang telah disepakati dan yang ingin dicapai bersama.

Semestinya di situ (Aliansi) tumbuh spirit kuriositas yang progres bahwa hal-hal yang dilakukan itu harus betul-betul berdampak pada peningkatan taraf intelektual yang lebih maju. Tidak lagi kita bicara perihal yang itu-itu saja. Bagaimana mungkin kita ingin maju satu langkah dari yang lain? Sedangkan nalar kritis kita semakin kesini semakin tumpul. Mengapa semakin tumpul, tidak berkembang, pakem disitu-disitu terus? sebab kian hari yang dikritisi oleh mereka yang menjadi elit-elit lembaga politik kemahasiswaan kampus semakin tidak berkualitas Padahal sangat banyak hari ini isu-isu yang sejatinya lebih urgen untuk dinarasikan, dikritisi, dan diberikan solusi, ketimbang urusan receh full pencitraan yang sedang mereka kerjakan sekarang ini. Salah banyak anomali yang terjadi di kampus baru-baru ini Misalnya kasus perubahan nilai dari oknum mahasiswa tanpa persetujuan dosen pengampu mata kuliah, kemudian ada salah satu dekan fakultas yang menolak mahasiswa integ (pindah) ke fakultasnya yang dimana penolakan dekan tersebut bertentangan dengan regulasi yang diatur dalam pedoman akademik kampus, Inikan konyol sangat tidak profesional. Dasar orang-orang tolol yang mati nalar sehatnya.

Katanya cerdas, pemikir, bahkan sedikit lagi mungkin ingin menjadi tuhan yang ketetapannya adalah mutlak. Okelah, kalau indikator itu ingin diklaim tapi sadar diri sedikitlah, Jangan ngotot pujian terhadap sesuatu yang resultannya nol. sehingga yang merasa ditelanjangi melalui tulisan ini, sesekali tolong sampoi juga itu mulut dan sabuni gerak kepongahan diri supaya bersih dari bakteri yang menyebabkan kalian hoby omong kosong dan gerak bodoh. Minimal kalau berucap serta bertindak itu terukur dan tidak ditertawakan.

Pendalaman kebobrokan dari birokrasi kampus hingga ke lembaga politik kemahasiswaan bukan ihwal yang tabu lagi buat kita. karena ada kebanggaan yang tenang diantara bau keringat yang merebak kuat, seperti kesaksian tak sadar tentang banting tulang mereka untuk menyambung hidup dengan melakukan perbuatan menghilangkan harga dirinya sebagai manusia.

Jika di telisik lebih dalam ternyata birokrasi kampus juga kemungkinan hampir sama rusaknya dengan lembaga politik kemahasiswaan. Sekali lagi jika aku (penulis) keliru tolong diingatkan, Kalau tidak salah kemarin tersebar kabar tentang keadaan ingin berpindah dari institut menuju universitas dan hal itu bagaikan sangat di banggakan tapi rasa-rasanya kebanggaan tersebut didahului duluan dengan iklan pencitraan kampusnya yang sudah jalan namun keadaan yang diinginkan belum ada (terwujud).

Sedikit saran dari penulis untuk satu periode rektor, benahi dulu orang-orang yang menjadi anasir mulai dari rektorat hingga turun ke prodi tentang perbaikan karakter setiap pejabat struktural maupun dosen itu sendiri sebagai tenaga pendidik agar supaya tidak tercipta watak-watak penjilat terhadap pimpinan (bukan pemimpin) institusi birokrat kampus itu sendiri sehingga tercipta suasana saling menghargai antar sesama civitas akademika dalam menjalankan masing-masing peran secara profesional.

Kemudian saran juga terhadap kalian para pejabat lembaga kemahasiswaan (sema-dema) dengan segala rasa perlawanan tidak terhormat tolong mundur saja dari jabatanmu bila tidak mampu menjalankan amanah, apalagi telah melakukan perbuatan yang tidak mencerminkan diri sebagai seorang tokoh mahasiswa.

Mesti di garis bawahi bahwa Perlahan polemik di kampus akan mahasiswa dongkrak ke publik, apa yang dijelaskan ini hanya sebagian kecil saja dari banyak kasus yang terjadi. Tulisan ini hanya berfokus pada rusaknya pelayanan, profesionalitas birokrat kampus, dan oknum tokoh lembaga kemahasiswaan yang berbuat tindakan amoral. Masih banyak ruang-ruang pengikisan etis yang belum penulis sentuh. Nantikan ekspresi mahasiswa mulai dari gerakan melalui media hingga terjun langsung ke lapangan demonstrasi.

Note: kemunduran gerakan intelektual kampus kita beserta oknum mahasiswanya bukan lagi hanya sekedar asumsi melainkan telah menjadi fakta realitas.

Intrik Politik Etis di Indonesia

Melihat situasi dan kondisi perpolitikan di Indonesia hari ini kian memanas, menuju puncak tahun politik yaitu pada tahun 2024. Mulai dari calon-calon presiden yang akan maju, dapat dipastikan pesta demokrasi Indonesia akan sangat seru, dibanding tahun-tahun politik sebelumnya.

Tidak hanya itu berbagai macam ideologis juga akan bertarung pada pesta politik 2024, dilihat dari latar belakang semua calon, berasal dari latar belakang yang beragam, mulai dari TNI hingga masyarakat sipil akan turut meramaikan pesta demokrasi di tahun tersebut.

Demikian, apakah pembaca sekalian pernah mendengar tentang politik etis? Politik etis atau yang disebut juga dengan politik balas budi, sudah mulai masuk di Indonesia pada masa Hindia Belanda tepatnya sejak 17 September 1907 kemudian di senandungkan oleh salah satu tokoh nasionalis yaitu Amin Rais.

Beliau adalah salah seorang yang sering menggaungkan politik etis di setiap pidato politiknya. Politik etislah mengawali sejarah dimulainya era pergolakan pergerakan nasional yang bermula dari kebijakan tanam paksa.

Tujuan dan Tokoh Politik Etis

Munculnya kritikan dan kecaman atas tanam paksa pada masa Hindia-Belanda, baik dari pribumi maupun dari kalangan orang Belanda sendiri. Dikutip dari artikel bertajuk “Politik Etis sebagai awal lahirnya tokoh-tokoh pergerakan nasional” (Baca: kemendikbud), sistem tanam paksa akhirnya dihentikan pada 1863. Meskipun begitu, tanam paksa terlanjur menimbulkan kerugian besar bagi rakyat Indonesia.

Van Deventer pertama kali mengungkapkan perihal politik etis melalui majalah De Gids pada tahun 1899, desakan terkait ini diterima oleh pemerintah colonial Hindia-Belanda sejak 17 September 1901. Politik Etis pun resmi diberlakukan, beberapa tujuan politik etis ini disanggupkan oleh Van Deventer untuk mengecam Tindakan Belanda pada saat itu dimana Tanam Paksa sudah melanggar Hak Asasi Manusia.

Politik etis berfokus kepada desentralisasi politik, kesejahteraan rakyat dan efisiensi. Terkait isinya, terdapat beberapa program utama yaitu irigasi, edukasi dan emigrasi.

1. Irigasi

Dalam program ini, pemerintaha Hindia Belanda melakukan pembangunan fasilitas untuk menunjang kesejahteraan rakyat. Sarana dan prasarana guna menyokong aktivitas pertanian serta perkebunan diberikan, meliputi pembuatan waduk, perbaikan sanitasi, jalur transportasi pengangkut hasil tani dan lainnya.

2. Edukasi
Melalui program edukasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan upaya mengurangi angka buta huruf masyarakat dilakukan. Selain itu, mulai dilaksanakan pengadaan sekolah kerakyatan. Akan tetapi, berdasarkan penjelasan Suhartono dalam Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-1945, hanya laki-laki saja yang boleh mengenyam Pendidikan colonial itu, sedangkan perempuan belajar dirumah. (2001:7).

3. Emigrasi

Program Emigrasi diterapkan dalam rangka meratakan kepadatan penduduk di HIndia Belanda atau Indonesia. Pada 1900 saja, Jawa dan Madura telah dihuni pleh 14 Juta jiwa.

Intrik Politik Etis di Indonesia

Awalnya, kebijakan Politik Etis memang terlihat menguntungkan rakyat Indonesia. Akan tetapi, dalam perjalanannya terjadi penyimpangan Politik Balas Budi yang dilakukan oleh orang-orang Belanda. Meskipun terjadi banyak penyelewengan yang menimbulkan dampak negatif, Politik Etis setidaknya juga menghadirkan beberapa dampak positif bagi bangsa Indonesia.

Diterapkannya Politik Etis memicu lahirnya berbagai organisasi pergerakan dan perhimpunan yang bersifat kedaerahan maupun dalam skala luas nasional. Diantaranya adalah Boedi Oetama, Sarekat Islam, Indische Partij, dll.

Program edukasi yang diberikan dalam politik etis melajirkan kaum terpelajar dari kalangan pribumi. Mereka inilah yang kemudian mengawali era pergolakan pergerakan nasional dengan mendirikan berbagai organisasi yang berjuang melalui ideologi pemikiran hingga politik. Hingga pada akhirnya berbagai organisasi ini berganti wujud menjadi partai politik yang turut memperjuangkan dan merintis kemerdekaan Republik Indonesia.

Namun pada akhirnya di tahun 1942 pola politik etis berakhir di Nusantara akibat kekalahan Belanda oleh jepang dalam perang Asia Timur Raya atau yang di kenal dengan Perang Dunia Ketiga. Tahun 1945, giliran Jepang yang kalah didalam perang Dunia Kedua yang kemudian membuka ruang untuk kemerdekaan Republik Indonesia.

Hingga kini politik etis di Indonesia masih kerap menjadi senjata ideologi yang masih di konsumsi oleh beberapa pemikir ataupun organisasi yang dimana ini sangat berbeda dengan politik praktis yang dalam kandungan katanya bisa dinilai bahwa politik praktis dapat menghalalkan segala cara untuk menuju tujuan politiknya.

Meski demikian pada dasarnya politik kerap kali seperti itu, akan tetapi esensial dan kandungan politik etis ataupun politik balas budi menjunjung tinggi etika kemanusiaan dengan menjadikan kesejahteraan masyarakat umum sebagai pertimbangan awal sebelum mencapai tujuan politik itu sendiri. Dengan demikian selfcontrol politic dapat menjamin kesejahteraan dan mengurangi kemudorotan di pemerintahan juga masyarakat luas. Meski demikian politik balas budi kini banyak disalah artikan oleh para penganut politik etis itu sendiri.

Hegemoni Politik etis perlu untuk disuarakan agar memberikan pemahaman lebih terhadap masyarakat supaya masyarakat melek politik dan memahami cara untuk menanggapi pola perpolitikan, lebih lagi pesta demokrasi 2024 akan segera diselenggarakan apabila konsepsi politik etis ini dapat dipahami dengan baik hal ini akan cenderung mengurangi kecurangan politik kedepannya, karena dalam sejarahnya politik etis atau politik balas budi ini cukup memberikan dampak positif dan juga intrik politik yang baik di Indonesia.

Penulis : Rahmat Risaldi Basir salah satu Mahasiswa Hukum Keluarga Universitas Islam Indonesia.

PJ Bupati Muna Barat, Bayang-bayang Rembulan Ataukah kegelapan?

Banyak sebuah perdebatan di berbagai kalangan masyarakat baik kalangan elit maupun kalangan bawah, para politisi dan akademisi hal ini di karenakan ada sebuah momentum yang saya anggap penting untuk di perbincangkan.

Ada berbagai tanggapan yang muncul dari para akademisi yang meneropong adanya penunjukan PJ di kabupaten Muna Barat ada yang pro ada juga yang kontra. Kedua-duanya berkomentar sesuai pemahaman dan pengetahuan nya.

Berdasar pada pijakan dasar Hukum Undang-Undang Dasar 1945 yang tertuang dalam UU no.1 Tahun 2018 tentang mekanisme pemilihan PJ sebagai landasan dasar argumentasi.

Hal ini di tanggap dengan berbagai argumentasi yang berbeda dari pihak “PRO” mengatakan bahwa urusan Penentuan PJ yang akan menempati di kabupaten Muna Barat adalah tupoksi dari Kemendagri itu sendiri sehingga apa yang akan terjadi itu sesuai dengan prosedural yang berlaku.

Di lain pihak yang “KONTRA” mengatakan bahwa jika yang akan menjadi PJ nantinya itu bukan dari rekomendasi Provinsi dalam Hal ini adalah pak Gubernur maka tentu hal ini tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang seperti yang saya cantum kan di atas.

Dalam demokrasi itu adalah bagian dari hak warga negara indonesia dalam menyampaikan pendapatnya di muka umum dan itu sah dalam Regulasi kita sebagai warga negara.

Jika kita melihat lebih dalam sosok yang di perbincakan ini yakni Dr. Bahri, S.STP, Msi yang merupakan calon kuat menjadi PJ bupati Muna Barat, bicara sepak terjang beliau adalah alumni dari Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN ) yang tentu memiliki pengalaman dan pemahaman tentang tata kelola pemerintahan yang baik, dia juga merupakan Direktorat Perencanaan Anggaran Daerah Kementrian Dalam Negeri.

Akan tetapi yang ingin saya sampaikan kepada seluruh masyarakat Muna Barat, bukan pada persoalan siapa PJ Muna Barat nanti nya, karna saya memahami bahwa itu bukan kewenangan dari masyarakat itu sendiri.

Yang lebih urjen dari perdebatan atau pun perbedaan pemahaman dan keinginan siapa Yang menjadi 01 di Muna Barat nanti nya adalah bagaiaman seluruh lapisan masyarakat mengawal pemerintahan yang akan di pimpin oleh PJ yang akan terpilih nanti, karna yang terpenting bagi kita masyarakat bukan kepada siapa jabatan itu jatuh akan tetapi bagaimana tata kelola pemerintah yang baik itu di lakukan, melakukan Pelayanan publik yang baik, pemanfaatan sumber daya alam (SDA) yang tepat, dan pemberdayaan masyarakat yang masif, menciptakan kondisi masyarakat yang tentram dan damai, menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat Muna Barat, sebagiamaan yang tertuang dalam aturan tentang tugas PJ kepala daerah yang tertuang pada Pasal 65 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah .

Di lain sisi PJ Kepala Daerah nantinya harus memperhatikan dalam Pasal 132A Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dijelaskan ada 4 poin yang tidak boleh dilakukan PJ.

Jika kita memandang kebelakang, kita bisa berkaca pada tahun 2021 Pemerintah Kabupaten Muna Barat (Mubar) mendapatkan rapor merah terhadap kepatuhan pelayanan publik.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua Ombudsman RI Perwakilan Sultra, Mastri Susilo saat rapat koordinasi yang dihadiri langsung oleh Bupati Muna Barat, Sekretaris Daerah dan beberapa kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berlangsung di kantor Bupati Mubar. Hal ini tentu menjadi salah satu alasan bagi kita semua agar kiranya PJ bisa menjadi solusi atas kesalahan-kesalahan yang tengah berlangsung.

Maka tentu Jika kita selalu berselisih tentang sesuatu yang bukan menjadi kewenangan kita maka yang akan terjadi hanyalah sebuah benturan di wilayah garis horisontal masyarakat itu sendiri sehingga menjadikan daerah kita akan tertinggal dengan daerah lain.

Di tanggal 22 Mei 2022 nanti setelah pelantikan itu di lakukan, kami berharap kepada PJ Bupati Muna barat untuk serius dalam memimpin Muna barat bukan hanya untuk singgah lalu pergi tanpa ada jejak perubahan baik yang di tinggalkan.

kami juga meminta kepada PJ nantinya untuk mengevaluasi kinerja seluruh jajaran pemerintahan yang ada di Muna barat agar seluruh pemangku kepentingan bisa sejalan searah dalam pembangunan daerah yang lebih maju.

Jangan biarkan politik peninggalan kolonialisme tumbuh subur dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Muna barat. Politik pecah belah, politik adu domba, atau divide et impera adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukkan. Dalam konteks lain, politik pecah belah juga berarti mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat. Hal ini perlu kita cegah dengan menciptakan politik yang JuRdil dan LuBer agar kiranya kepentingan khalayak bisa terekspos.

Sebagai pemuda Muna Barat tentunya menginginkan agar PJ Bupati kedepannya bisa lebih mengedepan kan kepentingan rakyatnya sebagaiaman perintah undang-undang dan kami tidak menginginkan jika nanti ada sebuah tindakan yang kemudian di lakukan oleh PJ tidak sesuai dengan wewenang dan tugasnya maka tentunya kita sebagai masyarakat harus mengambil sikap secara tegas karna pada dasarnya pemimpin harus menjadi pelayan bagi masyarakat.

Penulis: Laode Muh Didin Alkindi (Ketua Forum Kajian Politik Sultra) (Ketua Aliansi Pemuda Pelajar Muna Barat)

Kerab Jadi Korban Berita Medsos, Bergerakpun Keperluan Medsos: Mahasiswa Yang Terprovokasi Sehingga Tak Mendapatkan Solusi

Penulis : Irga Ranca’bana.

Halo para intelektual dan masyarakat Indonesia, saya Irga menyapa semogah hati ini baik-baik dan puasanya lancar yaa!

Irga ingin bercerita soal aksi demontrasi serta kejanggalan dan yang aneh di Negara kita ini.

11 April 2022 adalah salah satu bukti sejarah bagi mahasiswa Indonesia yang bergabung berbagai Aliansi gabungan BEM Dan SENAT/MPM yang jarang di post oleh beberapa media nasional.

Sejak periode ke-2 bapak presiden Jokowi Dodo bersama dengan bapak Ma’ruf Amin sering banyak menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang membuat masyarakat hampir tidak mempercayai lagi kepemimpinan beliau.

Bagaimana tidak mulai dari impor ekspor pangan, tenaga kerja asing, infrastruktur, harga bahan pokok, pemindahan ibu kota yang baru-baru ini, Minyak goreng yang tiba-tiba langkah, kelangkaan bahan bakar minyak yang bersubsidi, naiknya harga bahan bakar minyak non Subsidi serta kenaikan Pajak Pertambahan Nilai naik 11%.

Sehingga, masyarakat sejagat raya Indonesia menjerit atas kejadian yang menimpa bangsa Indonesia saat ini. Menurut survey 65% masyarakat enggan menyuarakan akibat ketakutan, bagaimana mereka tidak takut berbagai macam sumber serta pengalaman masyarakat yang menyuarakan penolakan terhadap kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap masyarakat akan di jadikan bulan-bulanan (Target) untuk di bungkam dan diintimidasi.

Hal serupa, bisa kita lihat pada beberapa para aktivis Hak Asasi Manusia. Seperti Haris Azhar dan Faria, Ruslan Buton Bahkan Habib yang di incar bahkan dibuatkan Undang-undang agar mereka bersalah dan atas dasar melawan negara dan membuat kegaduhan di tengah Masyarakat.

Ditambah lagi saat kampanye presiden terpilih saat ini hampir menghianati janji-janjinya yang lagi-lagi membuat rakyat merasa sesal yang mendalam namun semua itu tak ada gunanya.

Saat inipun banyak berita yang hampir menggiring untuk menyalahkan bahkan tidak menyalahkan sekalipun pemerintahan hari ini, sehingga di publik tercipta sebuah asumsi belaka berdasarkan giringan berita tersebut, yang saat ini menjadi konsumsi bagi kami sehingga hampir termakan dengan fikiran dari masing-masing penafsiran.

Pada tanggal 7 April 2022 kelompok BEM se-Indonesia melakukan konsolidasi Akbar terhadap Bem-bem di setiap wilayah untuk melakukan Aksi demontrasi pada tanggal 11 April 2022 secara serentak, Namun ajakan tersebut tidak diindahkan oleh salah satu BEM ternama di salah-satu Universitas. Menolak ajakan tersebut karena mereka memandang ada hal yang belum terselesaikan di tingkat pemikiran pemimpin lembaga (BEM), sehingga BEM tersebut menunda ajakan tersebut.

Irga kembali melihat aksi 11 April kemarin, itu hanya bagian dari propokasi belaka (Solidaritas) bukan aksi kesadaran (Pemikiran dan narasi), Bagaimna tidak ciri khas seorang mahasiswa itu adalah pemikiran yang inteltual, kajian hukum harus jelas, sebab akibat, tuntutan harus melahirkan apa.? Jika terabaikan mau gimana? (Saya nyakin itu tdk ada dalam aksi kemarin) terkhusus di wilayah Sultra.

Aneh tapi nyata, salah satu Presiden Mahasiswa tidak mengetahui pokok permasalahan yang mereka tuntut, kata Yasonna H. Laoly Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam sebuah acara tv pada tahun 2019.

“Saya juga dulu Aktifis jalanan, dulu kalau kami ingin demo maka yang kita lakukan mengkaji dulu persoalan yang ada sehingga melahirkan tuntutan yang kita inginkan, serang heheheh (tertawa) mohon maaf kalian hanya terpropokasi oleh oknum tertentu nyatanya ungkap tadi setelah host memberikan anda kesempatan berbicara ternyata tidak tau ternyata apa-apa, kalian ini BEM di undang di sini untuk bicara data bukan omong kosong,” kata mantan Menteri Hukum dan HAM di Kabinet Kerja 2014-2019.

Yang lebih aneh salah satu tuntutan mahasiswa adalah menolak presiden 3 periode atau penundaan pilkada serentak. Padahal soal 3 periode itu sudah selasai diskusinya di tataran DPR RI dan pemerintah. menurut data dan survey, menyuarakan hal yang tidak jelas asal usulnya membuat kawan-kawan rugi, kata senior saya “Sekarang Ade-ade atau petinggi lembaga Jago Tapi substantif kosong, Di nasional banyak Hae aktor intelektual yang desain dan tumpangi itu isu-isu,” ucapnya kala itu.

Dengan demikian, isu yang begitu cepat tersampaikan di telingah serta di mata mahasiswa dan masyarakat pada umumnya begitu cepat dan membakar semangat teman-teman mahasiswa sehingga apapun desain isu tersebut tak terpedulikan oleh mahasiswa yang pasti mahasiswa ikut berpartisipasi dalam aksi Akbar tersebut.

Namun disayangkan, prilaku sebagian mahasiswa bersikap prontal dan anarkis dalam proses penyaluran aspirasi padahal dalam undung-undang kita tidak ada himbauan ataupun kewajiban bagi orang yang menyalurkan aspiranya harus merusak, anarkis, prontal, dan bertingkah preman. Sehingga banyak kejadian yang tidak diinginkan oleh pendemo maupun pihak keamanan dan pemerintah.

Ada juga poster buatan mahasiswa (i) yang tidak baik di pandang sebagai masyarakat intelektual, bertuliskan (Dari pada BBM naik mending ayang yang naik #69, Jangan minta 3 Ronde 2 ronde aja udah ngos-ngosan, Mending 3 Ronde di ranjang dari pada 3 periode).

Nauzubillah bahkan sebagian mahasiswa membela hal tersebut dengan dalil mereka rela panas-panasan ketimbang yang kritik tidak turun di jalan, padahal dalam Asas fiqih mengatakan Bersekutu dengan jahat, jahat pula hukumnya.

Padahal kerab aktivis perempuan membela atau menyuarakan tetang pelecehan seksual di kalangan perempuan, agar semua perempuan bisa dihargai dan di jaga lantas gimana dengan mahasiswi yang memegang poster tersebut.

Dengan demikian ungkapan tulisan saya sebagai masyarakat biasa, tetap memberi hormat terhadap mahasiswa(i) yang telah berjuang di atas jalan duniawi meski tidak banyak bisa berjuang mempertahakan puasanya. Heheheh.

Semogah perjuangan teman-teman mahasiswa ketua-ketua lembaga yg konon, di beri kekuatan dan kecerdasan yang biak agar bisa menjadi manusia yang lebih baik dan berguna bagi sesamanya.

Kolaka, 12 April 2022
Pukul, 12:46 WITA

Cinta adalah Seni?

Penulis : Syafira Damayanti

Cinta adalah seni? Berarti cinta butuh pengetahuan dan upaya. Ataukah cinta itu suatu sensasi nyaman, yang kita alami semata karena adanya kesempatan, yang hanya orang beruntung saja yang “jatuh cinta”? Sedikit dari jumlah orang menggunakan premis yang pertama, sementara mayoritas orang zaman sekarang pasti lebih meyakini premis kedua.

Bukannya orang tak percaya bahwa cinta itu penting. Mereka mendambakan cinta, bahkan mereka saksikan banyak sekali film tentang kisah cinta, yang bahagia tak bahagia, mereka dengarkan ratusan lagu tentang cinta, tapi nyaris tak berpikir bahwa cinta perlu dipelajari.

Ada beberapa premis, baik tunggal maupun gabungan, yang mendasari dan cenderung membenarkan mengapa orang bersikap ganjil seperti ini.

Banyak orang beranggapan bahwa soal cinta yang terpenting adalah dicintai, bukannya mencintai, bukannya kapasitas seseorang untuk mencintai. Disini bagi mereka adalah bagaiamana agar dicintai, bagaimana pantas dicintai.

Dalam mengejar tujuan ini mereka menempuh beberapa cara. Pertama , biasanya dipakai oleh laki-laki, adalah dengan menjadi sukses, menjadi seberkuasa dan sekaya mungkin. Cara lain biasanya dipakai oleh perempuan, adalah dengan membuat dirinya menarik, dengan cara merawat tubuh, pakaian, dll. Cara lain supaya terlihat menarik, dipakai baik oleh laki-laki maupun perempuan, adalah dengan bersikap menyenangkan, berbicara menarik, sopan, suka menolong dan lugu.

Faktor ini berkaitan erat dengan karakteristik utama budaya kontemporer. kebudayaan kita seluruhnya berdasar pada hasrat membeli, pada gagasan tentang pertukaran yang saling menguntungkan. sikap ini bahwa mencintai itu mudah berlanjut menjadi gagasan lazim tentang cinta meskipun banyak bukti sebaliknya. Hampir tidak ada tindakan dan usaha, yang di awali dengan harapan dengan ekspetasi sebesar itu, dan sering gagal melebihi cinta. Dalam hal lain, mereka akan bersemangat mencari tahualasan mereka gagal, lalu belajar supaya lebih baik atau mereka akan menyerah adalah mustahil, tampaknya ada satu cara tepat untuk mengatasi kegagalan cinta, memeriksa sebab-sebab kegagalan ini dan melanjutkan studi tentang arti cinta.

Lantas, langkah-langkah apa yang dibutuhkan untuk belajar seni? proses belajar seni dapat dibagi menjadi dua bagian: Pertama  menguasai teori. Kedua menguasai terapan.

Beberapa penyebab sikap ini berakar dalam perkembangan masyarakat modern, salahsatunya adalah perubahan besar yang terjadi pada abad 20 terkait memilih “obyek cinta”. Di mana pada zaman victoria, seperti banyak kebudayaan tradisional lainnya, cinta bukanlah pengalaman pribadi spontan yang membawa pada pernikahan. Sebaliknya, pernikahan diikat oleh persetujuan-baik oleh keluarga masing-masing atau makelar pernikahan, atau tanpa bantuan perantara semacama itu (dalam budaya bugis makassar dikatakan sebagai “silarian” yang mana sangat tidak di sukai oleh orang bugis makassar). Pernikahan diputuskan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sosial, dan cinta diharapkan tumbuh setelah menikah.

Pada beberapa generasi terakhir, konsep cinta romantis telah diterima hampir di seluruh dunia barat. Di amerika, meskipun masih ada yang mempertimbangkan bentuk konvensional, tapi banyak orang mencari “Cinta romantis”, mencari pengalaman cinta persona yang akan membawa pada pernikahan. Konsep baru tentang kebebasan dalam cinta ini jelas telah memperbesar pentingnya obyek cinta, yang bertentangan dengan fungsi cinta.

Maka dua orang jatuh cinta saat mereka merasa telah menemukan obyek terbaik yang tersedia di pasar, mengingat keterbatasan nilai tukar mereka sendiri, sering kali seperti membeli real estate, memainkan peran besar dalam tawar menawar ini. Dalam kebudayaan di mana orientasi dagang berlaku, di mana kesuksesan materi bernilai luar biasa, tak mengejutkan bahwa relasi cinta manusia mengikuti pola pertukaran sama, yaitu pola yang menguasai komoditas dan pasar tenaga kerja.

Penulis adalah mahasiswa aktif IAIN Kendari, Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (Fatik), anggota aktif UKM-Pers IAIN Kendari dan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Ibnu Rusyd.

Perempuan Pemimpin

Penulis: Dila Lestari

Di masa sekarang, perempuan tidak lagi menjadi kaum terbelakang yang dianggap lemah dan terkungkung dalam aturan dan stigma kuno di masyarakat. Sepertinya perempuan hanya boleh menjadi Ibu rumah tangga (IRT), perempuan hanya bisa mengurus suami dan anak, serta batasan-batasan lain yang membuat perempuan tidak bisa mengeksplor potensi dirinya.

Salah satu Pahlawan Nasional Perempuan mengatakan “Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya.” kata Raden Ajeng Kartini..

Pendidikan mampu menjadikan perempuan melek akan dunia luar. Tidak terbatas hanya pada mematuhi budaya bawaan leluhur yang melekat di daerahnya atau negaranya. Tapi lebih jauh perempuan mampu mengkritisi apa yang dihadapi karena kecerdasan yang dimiliki.

Indonesia sendiri menduduki peringkat keempat yang memiliki pemimpin perempuan terbanyak di dunia dengan persentase sebanyak 37%. Membuktikan bahwa perempuan-perempuan di Indonesia sudah memiliki pikiran yang lebih maju, berani dan tidak lagi terkungkung pada batasan-batasan yang ada di masyarakat.

Sejarah mencatat Indonesia pernah dipimpin oleh seorang Presiden wanita yaitu itu Megawati Soekaernoputri, dimana ia merupakan adan dari Soekarno. Megawati Soekaernoputri dikenal sebagai sosok perempuan kuat dalam dunia politik Indonesia.

Putri sulung Soekarno ini memulai kariernya sebagai Ketua umum PDI. Pernah menjadi Wakil Presiden Indonesia ke-8 bersama Gus Dur. Kemudian statusnya naik menjadi Presiden RI ke-5, menjadikannya sebagai Presiden wanita pertama di Indonesia.

Kepemimpinan perempuan sudah mendapat banyak respon positif saat ini. Oknum-oknum yang mengatakan kodrat perempuan bukan untuk memimpin sudah mulai teredukasi terutama dengan adanya gerakan-gerakan kesetaraan gender.

Dengan banyaknya dukungan dan gerakan menuju kesetaraan gender seharusnya tidak ada lagi larangan ataupun batasan bagi perempuan untuk berkarya dan memimpin di berbagai aspek kehidupan.

Terkait kepemimpinan, Islam tidak melarang perempuan untuk menjadi seorang pemimpin. Bahkan dalam perspektif agama Islam pun, inti dari ajaran Islam itu sendiri tidak membeda-bedakan derajat seseorang berdasarkan jenis kelamin.

Dalam surah Al-Baqarah ayat 30 Allh berkata “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Ayat tersebut menjelaskan semua manusia itu sama, yaitu menjadi khalifah dan menciptakan kemaslahatan di muka bumi. Disisi lain, Rasulullah SAW bersabda, “Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.”

Seorang pemimpin yang memimpin manusia akan bertanggung jawab atas rakyatnya, seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, dan dia bertanggung jawab atas mereka semua, seorang wanita juga pemimpin atas rumah suaminya dan anak-anaknya, dan dia bertanggung jawab atas mereka semua, seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya, dan dia bertanggung jawab atas harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya,” (HR Muslim 3408).

Hadits itu menjelaskan tugas dan kewajiban semua manusia sama, yaitu menjadi seorang pemimpin.

Jika melihat sejarah, pemimpin perempuan Islam sudah ada sejak dulu. mengingat kepemimpinan perempuan memiliki andil penting di dalam sejarah perkembangan Islam. Mereka menjadi contoh pemimpin yang menampilkan sisi kemanusiaan di tengah masyarakat zaman kegelapan (Jahiliyah) di jazirah Arab yang berusaha melenyapkan kehadiran perempuan dari muka bumi ini. Para perempuan pemimpin ini punya mental baja karena harus bertahan di tengah lingkungan yang sangat patriarkal dan menempatkan perempuan sebagai manusia hina yang tak bernilai.

Perempuan pemimpin dalam sejarah Islam juga hadir dalam berbagai bidang, mulai dari perekonomian sampai dengan pendidikan.

Di masa Rasulullah, ada Khadijah Al-Kubra yang merupakan saudagar kaya. Sebelum menjalani biduk rumah tangga dengan Nabi Muhammad, ia adalah perempuan mandiri yang memimpin perusahaan besar peninggalan sang ayah di Makkah. Di saat banyak orang tua memilih membunuh anak perempuan karena dianggap aib, ayah Khadijah, Khuwailid, dan ibunya, Fatima, sudah punya pemikiran lebih maju. Mereka mengajari Khadijah bisnis sejak kecil, tak heran jika ia piawai dalam menjalankan usaha keluarga sepeninggal sang ayah.

Namanya tersohor di kalangan suku mayoritas Quraish dan disegani banyak pihak. Di tangan Khadijah, bisnis sang ayah maju pesat berkat keterampilan, integritas, dan keluhuran budinya.

Kemudian ada Aisyah, intelektual muslimah dan pemimpin perempuan Islam. Ia merupakan istri sekaligus orang yang paling dipercaya Nabi, berwawasan luas, berotak brilian, kritis, dan punya rasa ingin tahu yang tinggi. Setelah Nabi Muhammad wafat, Aisyah menjadi orang yang dipercaya memimpin komunitas Muslim di jazirah Arab. Dari Aisyah pula banyak tercetak intelektual-intelektual yang berpengaruh besar dalam Islam. Ia punya dedikasi besar menyebarkan Islam yang inklusif.

Aisyah dikenal sebagai orang pertama yang membuka sekolah dari rumahnya pada masa itu. Baik perempuan maupun laki-laki bisa ikut serta, tidak peduli latar belakang mereka. Aisyah juga menyediakan program beasiswa bagi mereka yang mau belajar bersungguh-sungguh. Bahkan tokoh-tokoh besar dalam Islam banyak yang belajar terlebih dahulu dari Aisyah

Selanjutnya Fatima Al-Fihri pendiri Universitas pertama di dunia. Fatima dengan adiknya Mariam menggunakan harta peninggalan sang ayah untuk membangun masjid. Fatima punya pemikiran yang sangat revolusioner, dengan menjadikan masjid yang kemudian diberi nama Al-Qarrawiyyin.

Di bawah kepemimpinannya, Al-Qarrawiyin berkembang pesat hanya dalam beberapa dekade saja. Banyak orang yang berbondong-bondong untuk menimba ilmu ke sana. Masjid Al-Qarrawiyyin pun beralih fungsi menjadi institusi pendidikan, sebagai universitas pertama di Maroko dan pusat pendidikan terutama bagi komunitas muslim, bahkan hingga sekarang masih beroperasi. Sebagai institusi besar, Al-Qarrawiyyin telah mencetak berbagai profesi, mulai sastrawan, astronom, dokter, fisikawan, aktivis kemanusiaan dan masih banyak lagi. Seiring berjalannya waktu, tak hanya terbatas pada muslim, Al-Qarrawiyin juga menerima mahasiswa dari berbagai latar belakang.

Al-Qurrawiyin pun diakui oleh United Nations Educational Scietific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai universitas pertama dan tertua di dunia. Sejak 2017, Tunisia memberikan penghargaan Fatima Al-Fihri untuk mengapresiasi para perempuan di bidang pendidikan, dan mendorong para perempuan agar lebih berani menggapai cita-citanya.

Dalam perkembangannya, wanita juga tumbuh dan berkembang untuk menjadi seorang pemimpin yang kompeten. Bukan hanya sekadar jadi pemimpin biasa, beberapa diantaranya bahkan menancapkan eksistensinya dengan menjadi pemimpin negara dan memberikan kesan serta menorehkan namanya sebagai pemimpin wanita paling terkenal di dunia.

Dila Lestari adalah mahasiswa aktif Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari, juga anggota aktif Unit Kegiatan Mahasiswa Pers (UKM-Pers).

Berontak Pada Mereka adalah Arah Juang Kaderisasi

Penulis: Hajar 

Sejenak harus kita tinjau ulang apa yang telah diperbuat dalam mengorbankan segala hal demi sebuah capaian yang perlahan-lahan merongrong keharmonisan, sehingga kita plin-plan untuk berbincang. Tak seperti biasa, padahal kita dipertemukan ketika ada kebisingan untuk saling melengkapi.

Namun mengapa akhir-akhir ini, semuanya seperti ribut akan ketenangan, tetapi secara diam-diam timbul semacam ketegangan agar tidak mengenal apa lagi untuk saling mengenang.

Salah satu Komisariat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Kota Kendari, di dalamnya pernah terekam banyak jejak kaki para kader yang menyimpan gagasan dan menuntut keadilan dalam berproses, namun keadilan penyampaian akan ide itu seperti ditunda. Bahkan tidak untuk ditepati melainkan sengaja dikhianati.

Tempat yang seharusnya menjadi sentrum peradaban idealis tumbuh, kini sedang di ambang pengikisan moral. Bagaimana tidak, hal-hal yang begitu pragmatis mulai menjadi nomenklatur baru dalam sistem belajar mengajar hingga berimbas sampai ke akar yang pada akhirnya menjadi sebuah ideologi baru sebagai pedoman untuk menciptakan kader proposal (minim gagasan) yang lebih mementingkan arahan senior yang belum teruji validitasnya ketimbang kejernihan pemikiran dalam melihat problem secara objektif. Sehingga ratusan kader yang menjadi tumbal akibat perbuatan pragmatis para neneor sekarang terlunta-lunta dibanyak tempat dengan harapan hidup yang kian suram.

Di atas hamparan kejahatan itulah protes dan perlawanan dilantunkan. Kader yang merasa dirugikan mencuatkan sikap yang sudah puluhan tahun dipendam, kembalikan proses kaderisasi yang ideal, hancurkan pola pengkaderan yang membelenggu kemerdekaan berpikir setiap kader.

Sistem yang kita pakai sejatinya sudah usang, semakin konservatif. Kita terkadang heran dengan Para neneor ini. terlalu takut kehilangan ritme permainan, padahal mereka yang mengajarkan kita membaca buku-buku teori sosial, konflik sosial, sejarah pemberontakan dan bacaan radikal lainnya.

Seharusnya sesepuh-sesepuh ini bangga dengan hasil produk yang ia ciptakan, artinya mereka berhasil menjadi seorang guru sebab ada pertentangan pikiran yang terjadi. Semua akan menjadi nol resultannya ketika yang diajar (Adinda) tidak lebih maju satu langkah dari yang mengajar (Wakanda). Tetapi terkadang para Wakanda ini selalu menggiring hal-hal yang bejat terhadap adinda-adindanya yang ingin maju satu langkah dari pendahulunya. Lagi-lagi mereka takut kehilangan ritme permainan.

Mengutip apa yang dikatakan ayahanda Lafran pane “kita diajak berHMI bukan untuk diperintah, kita diajak berHMI untuk berpikir dan bergerak. Sebab, diperintah itu adalah ciri kader HMI yang tidak menjaga nilai independensinya.” Olehnya itu, sesungguhnya Kaderisasi adalah proses yang dinamis.

Sudah sepatutnya, guru (wakanda) tidak kaku pada setiap dinamika yang ada. Dunia pendidikan (kaderisasi) selalu mengalami perubahan, begitu juga dengan praksis pendidikan dan proses pembelajarannya. Biarkan subjek pendidikan tumbuh dan berkembang dalam proses pendidikannya. Kakanda tidak untuk memberikan kontrol, tetapi memandu jalannya para adinda mencapai puncak jati diri mereka sendiri.

Dalam banyak kasus, jantung perkaderan hari ini tidak dijadikan sebagai tempat ternak pikiran yang revival. Dan itu sejalan dengan kritik Paulo freire terhadap pola pendidikan, ia mengatakan “Sekolah atau apapun itu yang didalamnya terdapat pola pendidikan (kaderisasi) selama ini hanya menjadi tempat “penjinakan”, yang memanipulasi peserta didik (Para Adinda) agar mereka dapat diperalat untuk melayani kepentingan kelompok yang haus akan kuasa. Seyogianya para wakanda ini sadar, bahwa apabila Tuhan saja yang maha mutlak membiarkan perbedaan dan pertengkaran pikiran tumbuh, maka mereka yang tidak bersifat mutlak jangan memaksakan keyakinannya untuk menolak perbedaan pendapat para kader lain yang ingin menumbuhkan Konsep dan gagasannya berkembang biak.

Seharusnya, Komisariat tidak dilibatkan dalam pusaran konflik berkepanjangan dari berbagai momentum konstelasi yang ada, sebab itu akan menghambat pola kaderisasi yang sudah lama dirawat oleh kader-kader yang mendedikasikan dirinya di dunia perkaderan dengan sungguh-sungguh melalui narasi hingga aksi yang humanistik.

Bagaimana mungkin kita akan belajar secara ideal, seperti yang dimaksud Jurgen Habermas “Proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri, yang mampu mencapai titik kulminasi aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri secara optimal,” Kalau pendidiknya (Senior) selalu merasa paling benar?

Disadari atau tidak bahwa di usia yang tak lagi belia HMI sudah jauh dari kata arah baru berdaya bersama, tentu dengan menelisik berbagai faktor dan indikator dari internal maupun eksternal HMI itu sendiri. 75 tahun, dalam kajian biologis itu bukan lagi usia yang cukup produktif untuk mencapai khita perjuangan idelogis tujuan HMI. Setiap kader akan bertanya sampai dimana resistensi HMI di tahun yang ke 75 ini, apalagi melihat segala polemik yang terjadi dalam tubuh HMI itu sendiri.

HMI mungkin tidak akan pernah menuju arah baru berdaya bersama, ketika pola lama masih menjadi kurikulum unggulan, kemudian menafikan gagasan bermutu para kader militan yang tidak jarang dipatahkan oleh mereka yang disebut neneor dan sejenisnya. Minimal kita banyak belajar dari berbagai peristiwa yang terjadi, paling tidak ada dua variabel yang akan muncul yaitu harapan serta kecemasan, dan Hari ini kecemasan lebih tinggi dari harapan. Ingat, menjaga HMI adalah merawat peradaban moral, mengedepankan nalar kritis intelektual yang sehat.

Sebenarnya Masih banyak yang ingin penulis narasikan, namun sepertinya ini sudah sedikit cukup untuk menggetarkan sebagian kader dengan sepenuh rasa, setengah rasa, bahkan yang sudah mati rasa. Entah, mungkin masih ada kader selain aku yang melihat dua warna itu (Hijau Hitam) perlahan mulai redup.

Penulis adalah mahasiswa aktif Intitut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari.

Peran Orang Tua Terhadap Anak dalam Penggunaan Media Sosial

Penulis : Fitriani

Objektif.id, Kendari – Tiktok merupakan aplikasi hiburan sosial media yang sangat Trend saat ini, Aplikasi ini dapat diakses dengan menggunakan kuota internet. Di dalam aplikasi tersebut, terdapat berbagai macam tanyangan atau konten yang disajikan dan digunakan di berbagai kalangan.

Bahkan tidak banyak orang yang menjadikannya sebagai lahan untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Berbagai ragam macam tanyangan atau konten yang di sajikan didalamnya seperti konten masak, promosi barang, dance berdurasi singkat dan masih banyak lagi.

Yang banyak kita saksikan saat ini adalah dance berdurasi singkat atau biasa disebut dengan goyang Pargoi dan Goyang Geboy.

Tren ini, banyak sekali diikuti oleh orang dewasa atau pengguna tiktok mungkin karena di iringi dengan musik yang enak pula sehingga dianggap layak untuk di pertontonkan.

Seperti yang kita ketahui, pengguna aplikasi tiktok ini bukan hanya orang dewasa saja melainkan anak-anak yang masih di bawah umur. Sehingga, tak jarang banyak anak-anak yang meniru trend goyangan tersebut.

Kalau diperhatikan itu sebenarnya bukanlah sesuatu yang layak untuk ditiru oleh anak-anak, hal ini bisa mennyebabkan merosotnya rasa malu mereka. sehingga dengan penuh percaya diri mereka bergoyang di depan kamera dan kadang kita temui perekamnya pun orang dewasa.

Dalam hal ini, kita tidak bisa hanya menyalahkan si pembuat konten, melainkan harus ada pengawasan dan pendampingan pada anak yang diberikan oleh orang tua agar anak tidak menyalahgunakan kepada hal-hal yang tidak dinginkan.

Pada kondisi seperti ini, orang tualah yang mengambil peran penting dalam membarikan edukasi dan penaman nilai moral pada anak sehingga anak bisa mengetahui mana hal yang baik dan buruk.

Dilansir dari www.halodoc.com, beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam mendampingi anak dalam bermedia sosial:

1. Jelaskan efek negatif media sosial

Ketika sudah cukup akrab dengan anak, dan anak tampak mulai terbuka, ajak anak berdiskusi dan jelaskan mengenai efek negatif dari media sosial. Beri contoh kasus nyata yang pernah terjadi, seperti perundungan, penculikan, hingga depresi yang terjadi akibat media sosial.

Jelaskan padanya bahwa ia boleh menggunakan media sosial, selama memahami akan berbagai kemungkinan efek negatif yang ditimbulkan. Minta juga padanya untuk selalu bercerita, jika ada hal-hal aneh di media sosial.

2. Batasi Waktu Menggunakan Gawai

Agar anak tidak terlena menggunakan media sosial, dengan membuat kesepakatan jadwal kapan ia boleh menggunakan gawai untuk mengakses media sosial, dan kapan waktunya belajar.

3.Beri Contoh yang Baik

Anak gemar meniru apa yang dilakukan orangtuanya. Oleh karena itu, jika ingin anak menggunakan media sosial secara bertanggung jawab, orangtua juga perlu memberi contoh yang baik. Misalnya, jangan mengunggah sesuatu yang bermaksud untuk pamer, mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan, kebohongan, atau menyerang orang lain di media sosial.

4. Mengikuti Akun Anak

Ikuti akun media sosial anak, agar kamu bisa mengetahui apa saja yang diunggah dan bagaimana interaksinya dengan akun lain. Perhatikan juga akun siapa saja yang di ikuti dan yang mengikutinya. Namun, jangan juga jadi orangtua yang overprotective, karena akan membuat anak tidak nyaman dan akhirnya memilih menutup diri.

Telaah Kapasitas Perempuan

Penulis : Elsa Alfionita

Objektif.id, Kendari – Peran perempuan dalam masyarakat dipertanyakan, tentang siapa dan apa itu wanita? Maka jawabannya bisa ditemukan dalam Al-Quran. Dalam ayat-ayat Islam yang suci, peran dan sifat perempuan telah dijelaskan oleh Allah, dalam kitab sucinya (Al-Qur’an).

Meskipun tradisi dalam agama Islam itu multi-etnis, namun Islam sebagai agama universal dibanyak negara telah membentuk mental dan struktur umatnya. Dalam keyakinan agama Islam dan Al-Qur’an, wanita diciptakan untuk suaminya.

Eksistensi dunia perempuan di belahan dunia Timur, selalu saja menyasikan luka batin yang cukup berkepanjangan, luka
batin itu terindikasi dari sejumlah pertanyaan fundamental yang mengemuka.

Pertanyaan itu antara lain: mengapa kesaksian perempauan adalah separuh harga laki-laki? Mengapa perempuan dalam agama tidak boleh menjadi pemimpin? Mengapa perempuan yang belum nikah harus ada restu orang tuanya, sementara janda tidak? Mengapa dan mengapa?

Eksistensi perempuan, seolah separuh eksistensi laki-laki. Dengan demikian, terdapat dikriminasi entitas kemanusiaan dalam kehidupan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Umumnya, pertanyaan ini akan diberi jawaban “Karena perempuan itu emosional, tidak pinter dan lemah intellegensinya atau karena sudah dari sananya begitu”. Jawaban ini mengisyaratkan adanya berbagai bentuk ketidakadilan gender.

Dalam buku, Mansour Faqih dengan judul Analisis Gender dan Transformasi sosial. menjelaskan, terdapat empat bentuk ketidak adilan gender:

Pertama, Violence, kekerasan dalam kehidupan sosial. Penyebabnya adalah lemahnya kaum perempuan, aturan yang dapat memperkuat posisi perempuan.

Kedua, marginalisasi, pemiskinan perempuan dalam kehidupan ekonomi. Terdapat banyak perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu serta mekanisme proses pemiskinan perempuan, kerena perbedaan gender.

Ketiga, stereo type, pelabelan negatif dalam kehidupan budaya. Stereo tyipe dalam kaitannya dengan gender adalah pelabelan negatif terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya kaum perempuan. Perempaun tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, karena tugasnya hanya berkutat di sumur, dapur dan kasur. Pelabelan ini sangat populer di masyarakat.

Keempat, Duoble burden, beban berganda dalam kehidupan keluarga. Seorang isteri, selain melayani suami, memasak dan merawat anak, membersihkan rumah, mencuci pakain, membentu kerja suami di toko, kantor, sawah, pasar, dan sebagainya. Kelima, subordinasi, penomorduaan dalam kehidupan politik.

Al-Qur’an telah mengabadikan sejarah kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang perempuan, Ratu Balqis, sebagai pemimpin negeri Saba’. Kepemimpinan Balqis disandingkan dan disetarakan dengan kepemimpinan Nabi Sulaiman ketika itu.

Ini berarti kepemimpinan seorang perempuan dalam wacana keagamaan, mempunyai landasan teologis dalam Al-Qur’an yang wajib diimani dan dimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

Pandangan yang menempatkan wanita pada posisi pinggiran selama ini sudah saatnya dihapuskan, karena kaum perempuan muslim mempunyai pengalaman, kelas sosial, serta nasib yang tidak sama.

Perempuan Desa yang miskin dan tidak berpendidikan, tentu tingkat penderitaan dan problem sosialnya berbeda dengan perempuan kota yang kaya dan berpendidikan.

Pesan yang disampaikan Nabi Muhammad SAW. yakni semua orang muslim memiliki dearajat yang sama, ibarat “Gigi sisir yang sama besarnya”. Islam tidak mengenal perbedaan garis keturunan dan kasta.

Islam tidak mengenal baduisme. Islam menyerukan keadilan, perbuatan baik, toleransi, moralitas yang baik dan melarang ketidakadilan, perampokan, kebebasan seks, dan perbuatan terlarang lainnya.

Agama, sejatinya merupakan instrumen tranformasi dan pembebasan perempuan dari segala perlakuan yang tidak manusiawi. seringkali diputar balikkan hanya karena untuk mempertahankan dominasi dan status quo. sebagai perjuangan melawan ketidakadilan.

Dalam artian bahwa misi, kehidupan, peran, perjuangan, dan cita-cita utama para Nabi (termasuk Nabi saw) adalah membebaskan kemanusian yang menderita karena tekanan berat penindasan, dan perbudakan.

Pada akhirnya, diakui atau tidak kiprah dan peran perempuan tidak dapat diabaikan begitu saja, eksistensi orang-orang hebat di dunia tidak luput dari peran perempuan.

Penulis adalah mahasiswa aktif IAIN Kendari, Program Studi Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) dan anggota aktif UKM-Pers IAIN Kendari.