Menggali Sejarah Politik Kaum Muda Lewat ALDERA

Objektif.id – Buku “ALDERA Potret Gerakan Politik Kaum Muda 1993-1999” adalah sebuah karya yang merekam perlawanan terhadap rezim otoritarianisme Orde baru pada awal 1990-an hingga kejatuhan Soeharto. Aliansi Demokrasi Rakyat (ALDERA) ini memainkan peran penting dalam interaksi perlawanan atas rezim tersebut.

Buku ini ditulis oleh Teddy Wibisono, Nanang Pujalaksana, dan Rahadi T. Wiratama. Buku ini dibuka dengan mengisahkan epos yang sering kali dibahas dalam pergerakan kemahasiswaan. Ini mencerminkan bagaimana gerakan politik kaum muda memiliki peran penting dalam sejarah politik Indonesia.

Ada tujuh bagian yang secara berurutan menjelaskan tentang latar belakang, sepak terjang, hingga tujuan berdirinya organisasi yang diberi nama ALDERA. Dengan struktur ini, pembaca bisa mendapatkan gambaran yang lengkap dan mendalam tentang pergerakan ALDERA.

Pada bagian awal, buku ini menjelaskan latar belakang berdirinya ALDERA yang merupakan respons terhadap kondisi politik dan sosial pada era tersebut. Organisasi ini berperan penting dalam mendorong perubahan dan memperjuangkan demokrasi di Indonesia.

Bagian selanjutnya, buku ini menjelaskan tentang sepak terjang ALDERA. Bagian ini membahas berbagai aksi dan inisiatif yang dilakukan oleh ALDERA dalam perjuangannya melawan rezim otoritarian, ini memberikan gambaran tentang bagaimana ALDERA bergerak dan berjuang dalam situasi yang sulit.

Bagian ketiga, buku ini membahas tentang tujuan berdirinya ALDERA. Adapun bagian ini penting untuk dipahami apa yang menjadi tujuan dan harapan dari pergerakannya, ini juga memberikan gambaran tentang visi dan misi dari ALDERA.

Selanjutnya, buku ini juga membahas tentang berbagai tantangan dan hambatan yang dihadapi oleh ALDERA dalam perjuangannya, yang memberikan gambaran tentang bagaimana dalam proses perjuangan ini tidaklah mudah dan penuh dengan tantangan.

Selain itu, buku ini juga menjelaskan tentang berbagai strategi dan taktik yang digunakan oleh ALDERA dalam perjuangannya. Ini memberikan gambaran tentang bagaimana ALDERA beradaptasi dan berinovasi dalam menghadapi berbagai tantangan.

Dalam buku ini, menyoroti berbagai prestasi dan pencapaian yang telah diraih oleh ALDERA dalam perjuangannya, dan memberikan gambaran tentang bagaimana perjuangan ini telah menghasilkan perubahan yang signifikan.

Pada bagian akhir, buku ini memberikan kesimpulan dan refleksi tentang pergerakan ALDERA. Bagian ini sangat penting untuk dipahami yang bagaimana pergerakan ini dilihat dan dinilai dalam konteks sejarah politik Indonesia.

Secara keseluruhan, buku ini memberikan gambaran yang mendalam dan detail tentang pergerakan politik kaum muda pada era 1990-an. Buku ini juga memberikan pemahaman yang lebih baik tentang sejarah politik Indonesia, khususnya pada periode tersebut.

 

Penulis: Rachma Alya Ramadhan
Editor: Melvi Widya

Buku “Membunuh Hantu-Hantu Patriarki” Pandangan Feminisme Yang Independen

Objektif.id – “Membunuh Hantu-Hantu Patriarki” karya Dea Safira adalah sebuah publikasi yang menghadirkan pandangan unik dan menggambarkan sebuah perjalanan pribadi Dea Safira dalam menghadapi dan menghancurkan hantu-hantu patriarki. Sebagai seorang pemuda feminis dan aktivis sosial yang mengalami berbagai kesulitan dan ketakutan akibat norma patriarki yang dominan di masyarakat.

Dalam bukunya, Dea Safira memperlihatkan bagaimana hantu-hantu patriarki mempengaruhi dan menggantungkan wanita dalam masyarakat, seperti norma kecantikan, perkara seksual, dan peran sebagai ibu dan suami. Melalui aktivisme, pendidikan dan pengembangan diri, Dea Safira memaparkan perjuangannya melawan hantu-hantu patriarki tersebut.

Buku ini adalah sebuah karya yang menghadirkan pandangan feminis dan mencerminkan pemikiran Dea Safira tentang perempuan, politik, dan keluarga. Dea Safira menunjukkan bahwa perempuan tidak hanya wajib menerima norma patriarki, tetapi juga memiliki kuasa untuk menghancurkannya dan membentuk identitas yang lebih independen.

Pandangan Dea Safira tentang hantu-hantu patriarki membuka ruang pertanyaan mengenai sistem politik dan keluarga yang dominan di Indonesia. Buku ini menggambarkan bagaimana norma kecantikan dan masalah seksual, yang seringkali dikendalikan oleh politisi dan pemimpin religius dapat mempengaruhi dan menggantungkan perempuan dalam masyarakat.

Dea Safira juga menunjukkan bagaimana aktivisme feminis dapat menjadi solusi untuk melawan hantu-hantu patriarki di Indonesia. “Membunuh Hantu-Hantu Patriarki” bukan hanya sekedar penyampaian cerita, tetapi juga menjadi pemicu untuk pembaca agar lebih memahami dan melawan hantu-hantu patriarki di Indonesia, serta menghadirkan pandangan feminis yang lebih independen dan berani.

Penulis: Melvi Widya

Editor: Muh. Akmal Firdaus Ridwan

Film “I Saw The Devil” (2010) Memperlihatkan Sisi Gelap Manusia 

Identitas Film

Judul: I Saw The Devil

Jenis film: Thriller, Horor, Drama, Psikologis

Sutradara: Kim Jae-Woon

Produksi: Peppermint & Company

Pemain: Lee Byung-hun (Kim Soo-hyun) dan Choi Min-sik (Jang Kyung-chul)

IMDb: 7,8/10

Objektif.id – “I Saw the Devil” adalah film thriller Korea Selatan yang dirilis pada tahun 2010. Film ini disutradarai oleh Kim Jae-woon dan dibintangi oleh Lee Byung-hun dan Choi Min-sik. Film ini, pertama kali tayang pada Bioskop Amerika Serikat.

Sinopsis Singkat

Berkisah tentang seorang agen rahasia bernama Kim Soo-hyun (diperankan oleh Lee Byung-hun) memulai misi balas dendam pribadinya setelah tunangannya terbunuh dengan kejam oleh seorang pembunuh berantai bernama Jang Kyung-chul (diperankan oleh Choi Min-sik). Ia adalah psikopat berkedok sopir bus sekolah yang selalu mengincar korban perempuan untuk ia lecehkan, kemudian dibunuh secara sadis. Dalam aksi balas dendamnya Soo-hyun memutuskan untuk menghancurkan Kyung-chul dengan cara yang tidak konvensional dan brutal. Hal ini, ia lakukan dengan tujuan membuat Kyung-chul merasakan penderitaan para korbannya.

Review

“I Saw the Devil” menawarkan pengalaman yang intens dan gelap. Film ini menggabungkan elemen thriller psikologis dengan adegan kekerasan yang eksploitatif. Oleh karena itu, film ini diberi label rating usia 18+ . Namun, kekerasan tersebut memiliki tujuan naratif yang jelas, yaitu menunjukkan betapa jahatnya Kyung-chul dan sejauh mana Soo-hyun akan pergi untuk membalas dendam.

Selain itu, film ini juga mengeksplorasi tema-tema seperti moralitas, keadilan, dan batas-batas kekerasan. Pertanyaan muncul tentang apakah balas dendam benar-benar membawa kepuasan atau hanya memperburuk situasi. Sedangkan, dari sisi psikologis penonton akan dibuat terperangah sepanjang film bagaimana balas dendam dapat mengubah seseorang menjadi monster.

Secara sinematik, film ini menampilkan pengambilan gambar yang indah, akting yang memukau dari pemeran utama, Lee Byung-hun dan Choi Min-sik, mereka berhasil menghidupkan karakter-karakter yang mereka perankan dengan intensitas yang luar biasa.

Sang sutradara, Kim Jae-Woon berhasil mengemas film dengan sangat apik yang mana sesuai dengan judulnya “I Saw The Devil” atau “aku melihat iblis” terdapat 4 perspektif tentang arti iblis dalam film tersebut. Pertama, korban yang melihat Kyung-chul sebagai iblis, kedua, Kyung-chul sendiri, ketiga, Soo-hyun yang menjadi iblis karena kesedihan dan kebencian terhadap Kyung-chul, lalu penonton yang melihat mereka berdua sebagai iblis sebenarnya.

Secara keseluruhan, “I Saw the Devil” adalah film yang menarik sekaligus menganggu seseorang yang tidak kuat dengan adegan kekerasannya. Film ini menghadirkan pertanyaan moral yang menarik dan mengeksplorasi sisi gelap manusia.

Penulis: Tesa Ayu Sri Natari

Editor: Melvi Widya

Sinopsis Film Hamka dan Siti Raham Vol. 2, Perjuangan Yang Pilu dan Kisah Cinta Begitu Menguatkan

Objekti.id – “Allah ciptakan 100 bahagia kasih sayang, 99 bagian disimpan disisi Nya. Hanya satu bagian yang turun ke dunia. Dari satu bagian itu, semua mahluk berkasih sayang. Dan dari satu bagian itu, Allah kirimkan Ummi untuk Ayah,” ~ Buya Hamka.

Hamka & Siti Raham vol.2 merupakan film yang menceritakan kisah lanjutan Buya Hamka Vol. 1 tentang perjuangan Hamka mempertahankan kemerdekaan, difitnah dan dipenjarakan sahabatnya, hingga kisah cintanya yang begitu menguatkan.

Film ini, diproduksi oleh Falcon Pictures dan disutradarai oleh Fajar Bustomi. Adapun aktor dalam film ini, dibintangi Vino G Bastian (Buya Hamka) dan Laudya Cynthia Bella (Siti Raham) sebagai pemeran utamanya serta aktor-aktor lainnya.

Dalam trailernya, Hamka menyampaikan dakwahnya guna menyatukan ulama dan militer Indonesia di Sumatra Utara. Gerakan itu dilakukan Hamka untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia agar Belanda tidak lagi menginjak-injak harga diri bangsa ini, khususnya kepada kaum muslim.

Ditengah perjuangan Hamka, penonton juga akan disuguhkan seorang wanita yang sangat setia mendampinginya yaitu Siti Raham. Dia merawat Hamka dengan penuh rasa cinta, serta menjaga harga diri Hamka didepan semua orang.

Walaupun, cobaan datang silih berganti menimpanya. Terlihat bagaimana juga suka, duka, pahit, dan manisnya hubungan Hamka dan Siti Raham, yang tetap kuat meskipun mereka menghadapi banyak kesulitan. Ditambah, dia harus ditahan oleh pihak yang berwajib, karena dianggap penghianat oleh bangsa.

Namun, kesulitan-kesulitan itu tidak membuat Hamka rapuh dan terpuruk, karena cintanya untuk Raham dan pada agama menguatkan hari-harinya.

Apakah yang membuat Hamka harus ditahan di penjara? ataukah karena politik, teman bisa jadi lawan? dan bagaimana nasib cintanya Buya Hamka dan Siti Raham?

Semuanya akan terjawab dalam “HAMKA & SITI RAHAM Vol. 2” yang akan tayang mulai 21 Desember 2023, di seluruh Bioskop Indonesia.

Penulis: Andika

Editor: Melvi Widya

Saranjana: Kota Ghaib yang diyakini keberadaannya di Kalimantan

Objektif.id – Saranjana atau dikenal dengan nama Kota Ghaib merupakan film horor terbaru yang menarik banyak perhatian mayarakat Indonesia. Film ini diproduksi oleh Darihati Films dan tayang perdana pada akhir Oktober 2023 oleh DHF Entertainment yang disutradarai oleh Johansyah Jumberan dan Ridho Ivander Rama.

Film yang berdurasi 98 menit ini, sekarang viral di media sosial dan menarik perhatian publik tentang sebuah kota gaib yang diyakini keberadaannya oleh warga Kalimantan dan dihuni oleh jin-jin Islam. Kota ini sangat modern dan maju, dilihat dari gedung-gedung yang bertingkat, kemewahan, dan teknologinya jauh lebih canggih perkembangan nya dibandingkan dunia nyata pada film ini.

Aktor dalam film ini, diperankan oleh Adinda Azani sebagai Shita, Betari Ayu sebagai Fitriah, Lutfhi Aulia sebagai Rendy, Ajeng Fauziah sebagai Vey, Mouris Sam sebagai Anwar, M. Adhiyat sebagai Hendra, Gusti Gina sebagai Hamidah, Irzan Faiq sebagai Dion dan aktor lainnya.

Diawal film, dikisahkan sebuah band bernama Signifikan asal Jakarta sedang melakukan tour konser musik di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Anggota band tersebut adalah Rendy, Dion, Vey, Shita dan sang manajer bernama Fitriah.

Sebelum kembali ke Jakarta, Shita (sang vokalis) mengalami kejadian mistis saat sedang beristirahat di sebuah kamar hotel. Tak lama kemudian, Shita dikabarkan hilang secara misterius dari kamarnya dan membuat teman-teman bandnya panik dan pergi untuk mencarinya.

Setelah ditelusuri informasi nya, Shita diduga terjebak di kota sebelah (Saranjana). Kota ini adalah Kota Ghaib yang tidak dapat dilihat oleh mata orang biasa. Konon, jika seseorang sudah dibawa ke Kota Saranjana, kecil kemungkinan orang tersebut akan kembali. Kecuali, dia sendiri yang mau pulang.

Dalam perjalanan mencari Shita banyak kejadian-kejadian mistis yang harus dilalui, mereka harus berupaya hanya dalam tujuh hari untuk membawanya keluar dari sana. Jika lewat dari itu, mereka harus mengikhlaskan Shita gadis berparas cantik yang juga merupakan vokalis band Signifikan.

Selain itu, penonton juga disuguhkan dengan adegan yang menegangkan dimana Fitriah dan kelompok musisinya rela gugur demi mencari Shita yang berada di Saranjana yang hanya bisa dimasuki oleh orang-orang pilihan.

Dari film ini, kita bisa menyaksikan perjuangan sahabat yang sesungguhnya, sedikit dari kita semua memiliki teman yang setara dengan film tersebut. Petualangan kelompok musisi band yang rela mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan vokalisnya sehingga bisa keluar dari Kota Saranjana.

Akan kah mereka selamat? Apakah mereka berhasil menemukan Shita dan membawanya pulang dari kota Saranjana?

Film ini masih ditayangkan di Bioskop terdekat. Jangan dilewatkan keseruannya, perjuangan Musisi tersebut penuh dengan adegan yang menegangkan dalam menghadapi tantangannya yang penuh dengan misteri dalam upaya menyelamatkan temannya yang berada di Saranjana: Kota Ghaib.

Penulis: Andika
Editor: Melvi Widya

Air Mata di Ujung Sajadah

Objektif.id – Film “Air Mata di Ujung Sajadah” yang disutradarai oleh Key Mangunsong, merupakan salah satu film Indonesia terbaru dengan mengusung tema drama keluarga yang mampu menguras air mata melalui topik yang diangkat yakni tentang pengorbanan, keikhlasan,dan arti keluarga sesungguhnya.

Film ini akan membawa penonton ke dalam kisah yang mengharukan terhadap pilihan, yaitu antara memilih cinta dan kasih sayang atau memilih menjadi ibu asuh dan ibu kandung.

Melalui penayangan perdananya pada tanggal 7 September 2023, menceritakan seorang ibu bernama Aqilla yang ditinggalkan suaminya karena kecelakaan dan melahirkan seorang bayi laki-laki dari pernikahannya yang tidak direstui oleh ibunya Halimah. Halimah yang tidak merestui pernikahan anaknya lantas berbohong kepada Aqilla bahwa bayi yang dilahirkannya meninggal. Namun yang terjadi sebenarnya bahwa ia memberikan cucunya pada sang kariawan Arif dan Yumna, mereka adalah pasangan yang sudah lama menikah namun belum memiliki anak.

Setelah itu Aqilla kemudian memutuskan meniti karier di Eropa dengan menghabiskan waktunya disana yang penuh rasa kesepian akibat masa lalu.
Memasuki tahun ke tujuh sejak saat ia ke Eropa, Halimah tiba- tiba jatuh sakit. Sehingga hal itu yang membuat Aqila kembali menuju Indonesia, Sesampainya di Solo ia kaget dengan apa yang disampaikan ibunya, Halimah mengungkapkan bahwa Putra kandungnya masih hidup yang diberi nama Baskara dan selama ini dibesarkan oleh Arif dan Yumna.

Mengetahui putra sulungnya masih hidup, Aqilla kembali menumbuhkan harapan dan masa depannya. ia ingin menjalani hari-harinya bersama Baskara. Namun rencana mengembalikan anaknya ternyata tidak semudah itu, Ia mengalami dilema besar karena keberadaan Arif dan Yumna yang telah merawat anaknya dengan sepenuh hati serta tidak pernah pamrih layaknya orang tua kandung. Hal itulah yang membuat Aqilla tak enak hati.

Tidak hanya Aqilla, kegundahan juga muncul di hati Arif dan Yumna. Mereka merasa bersalah jika bersikukuh mempertahankan satu-satunya kebahagiaan Aqilla. Tetapi disisi lain mereka juga tidak sanggup kehilangan Baskara yang sudah dianggap seperti anak sendiri yang dibesarkan tulus dan penuh dengan cinta.

Ditengah keresahan serta kebimbangan yang bergejolak, mereka tetap mencari solusi terbaik untuk berusaha menekan keegoisan masing-masing. bahwa apa yang didapatkan didunia hanya sebuah titipin dari Allah tugas kita hanya merawat, mengasihi dan menyayangi.

Diawal film ini, bisa disaksikan bahwa penulis berusaha untuk menyampaikan pesan jika keikhlasan adalah kunci kebahagiaan yang sesungguhnya, ketika mengalami kesulitan kita tidak boleh mengotori hati nurani dan bersifat egois. Ketabahan Aqilla terhadap kebohongan sang ibu membuat kita belajar bahwa semua akan jauh lebih mudah ketika kita mencoba ikhlas terhadap apa yang sedang kita alami.

Selain dari pada itu, penonton juga disuguhkan adegan mengharukan ketika Aqilla untuk pertama kalinya bertemu sang anak yang berpisah dengan dirinya selama bertahun-tahun, ia memandangi Baskara dengan penuh cinta dan kerinduan. walaupun ia dianggap orang lain oleh darah dagingnya sendiri namun Ketegaran Aqilla membuat kita belajar bahwa seorang ibu rela mengorbankan apapun demi kebahagiaan sang anak.

Dari film ini, kita mendapat pelajaran bahwa kasih sayang muncul tidak hanya karena kita punya hubungan darah, tetapi ketika kita tulus dan menyayangi seseorang maka orang tersebut bisa dapat ketulusan sekaligus merasakan kebaikan kita.

Pada akhirnya semua ibu ingin mewariskan sebuah cerita yang luar biasa kepada anaknya. bahwa kasih sayang seorang ibu tiada batasnya hingga rela mengorbankan kebahagian sendiri demi kebahagiaan anaknya dengan menjadi sosok yang tegar demi melindungi sang anak.

Sutradara: Key Mangunsong
Produser: Ronny Irawan
Ditulis oleh: Nafa Urbach
Skenario: Titien Wattimena
Cerita: Ronny Irawan
Pemeran:
Titi Kamal
Jenny Rachman
Fedi Nuril
Citra Kirana
Penata musik: Andi Rianto
Sinematografer: Ipung Rachmat Syaiful, I.C.S
Penyunting: Kelvin Nugroho
produksi: Beehave Pictures Multi Buana Kreasindo Productions
Tanggal rilis: 7 September 2023
Durasi: 105 menit
Negara: Indonesia
Bahasa: Indonesia

Penulis: Wahida
Editor: Harpan Pajar

Politik kuasa media

Objektif.id – Dunia politik memang selalu beriringan dengan kehidupan sosial. Dari lingkup terkecil saja misalnya dalam bermasyarakat tak bisa dilepaskan dari apa yang disebut politik.

Buku yang berjudul Politik Kuasa Media yang ditulis oleh Noam Chomsky, ia sebagai pemikir terkemuka yang independen dan memiliki kemampuan analitis yang sangat tajam dalam bukunya membahas mengenai bagaimana pengaruh media digunakan dalam dunia politik.

Salah satunya saat media digunakan sebagai propaganda untuk membuat bahkan menggiring opini massa. Hal ini dikarenakan, siapapun yang dapat membangun citra yang baik maka akan mendapatkan kepercayaan dari publik untuk melaksanakan segala tugas dan kepentingan publik. Buku ini juga memberikan pemahaman kepada pembaca yakni informasi yang disajikan oleh media masaa adalah hasil dari pekerja media di meja redaksi.

Dalam buku aslinya yang berjudul “The Spektakuler Achievement Of Propaganda”, memuat mengenai sejarah media massa yang dipergunakan untuk melawan,mengatur, dan menguasai opini publik. Seperti yang terjadi pada saat pemerintahan Adolf Hiltler, ia menggunakan media sebagai alat untuk melakukan propaganda pada perang dunia dua dan hal serupa juga pernah dilakukan Presiden Amerika Serikat seperti, W. Wilson, saat memenangkan pemilihan umum pada tahun 1916.

Dalam waktu enam bulan W. Wilson berhasil menarik simpati warga Amerika dan pada saat perang antara Amerika dan Vietnam, masyarakat mampu dipengaruhi oleh media yang akhirnya berdampak terhadap masyarakat yang tadinya sangat anti perang tetapi berbalik menjadi masyarakat pemuja perang. yang berhasil melancarkan propaganda amerika itu creel commitee.

Kemudian industri humas melahirkan rekayasa opini,rekayasa opini menjadi hal fundamental didalam propaganda karena propaganda salah satu tugasnya yaitu mengontrol publik. Dalam pembahasan rekayasa opini ini amerika serikat membuat definisi demokrasinya sendiri jika sebagian masyarakat ikut berpartisipasi aktif didalam organisasi baik itu sosial politik, maka itu disebut sebagai kesalahan demokrasi atau bukan demokrasi sehingga sewaktu-waktu di amerika terjadi krisis demokrasi dari krisis itu lahirlah juga yang disebut Vietnam sindrom.

Dalam buku ini disebutkan jika anda menginginkan sebuah masyarakat kekerasan yang menggunakan kekuatannya ke seluruh dunia untuk mencapai tujuan yang diinginkan para elit lokal, apresiasi terhadap segala yang berbau peperangan harus di tumbuhkan. Dan semua halangan harus disingkirkan. Itulalah yang dimaksud dengan Vietnam sindrom.

Pada bagian terakhir Buku ini, Noam Chomsky membahas perang teluk yang terjadi di negara Irak. Amerika mendukung Irak ketika itu untuk memerangi lawannya dan pada akhirnya Amerika Serikat berperang dengan Irak. Padahal Saddam Husein yang telah lama menjadi kawannya namun pada akhirnya menjadi lawan, ini disebabkan oleh Amerika yang selalu menciptakan parade para musuh.

Melalui buku ini kita bisa belajar bahwa ketika kita seorang simpatisan ataupun pendukung para tokoh publik bukan berarti kita tidak bisa mengkritisinya, sampaikan Jika itu ada kesalahan.

Penulis: Noam Chomsky
Judul buku: Politik Kuasa Media
Judul asli: The Spektakuler Achievement Of Propaganda
Jumlah halaman: x + 51 hlm
Penerbit: jalan baru
Tahun tertib: cetakan ke 3 Januari 2017

Penulis: Novasari
Editor: Harpan Pajar

Buku “Seni Mendesain Hidup”: Keseimbangan Hidup Dunia dan Akhirat

Objektif.id – Buku “Seni Mendesain Hidup” ditulis oleh Puguh Windrawan yang menceritakan kehidupan ini ibarat universitas. Buku ini merupakan panduan dalam memulai dan mendesain hidup baru, yaitu kehidupan sebenarnya layaknya unversitas. Hidup baru yang di maksud adalah hidup terpisah dari orang tua, hidup mandiri, kemudian merencanakan tahap-tahap kehidupan setelahnya.

Di sinilah letak alur buku ini. Kehidupan ini tak jauh berbeda dengan apa yang ada pada dunia kampus. Ada tahapan-tahapan yang harus dijalankan sesuai dengan usia kita. Sama seperti kuliah, ada tahapan yang disebut semester untuk bisa melaju hingga mendapatkan gelar sarjana.

Buku ini berisikan beberapa fase dalam kehidupan yang sedang dan akan kita jalankan. Sebagai seorang yang akan beranjak dewasa, biasanya yang kita lakukan adalah berpisah rumah dengan orang tua yang selama ini kita cintai. Tidak akan mungkin kita selamanya bersatu dengan orang tua kita. Kita juga akan hidup mandiri melanjutkan kehidupan dan memperoleh keturunan sebagai penerus generasi.

Fase kedua, menjadi bagian yang cukup penting, yaitu bagaimana mengendalikan hasrat dan nafsu. Apakah ini penting? Jangan gegabah untuk menyepelekan hal ini. Banyak orang yang terhambat kesuksesannya gara-gara nafsu seksual yang tak bisa terbendung.

Fase ketiga, mulai masuk kepada jenjang pernikahan. Tidak mudah menjalin pernikahan, apalagi biasanya di sinilah akan muncul berbagai ujian kehidupan manusia. Penyatuan dua isi kepala dalam sebuah biduk rumah tangga memerlukan seni tersendiri.

Di lain sisi, kita menelaah kelengkapan sikap hidup kita melalui sang buah hati. Mengurus buah hati memang tidak mudah. Apalagi, jika anak tersebut kemudian beranjak dewasa. Ini bisa jadi akan menimbulkan masalah tersendiri. Anak yang beranjak dewasa selalu menginginkan kebebasan dan lepas dari kekangan, ini merupakan cermin dari kehidupan kita sebelumnya.

Pada semester kelima, ini menyangkut materi. Banyak di antara kita yang menganggap bahwa materi adalah simbol kesuksesan hidup. Nyatanya, pengertian ini bisa jadi salah kaprah. Materi memang penting dalam kehidupan, tetapi bukanlah menjadi yang terpenting.

Pada semester keenam, kita diharapkan menjadi pembangkit semangat untuk mencari rezeki yang halal, antara lain dengan berwirausaha, cari kerja atau semacam nya.

Pada semester ketujuh, kita akan membaca judul yang cukup unik; Tetangga pemberi rezeki. Apa maksudnya? Ternyata kita akan disuguhi oleh kenyataan tentang betapa pentingnya menjalin pertemanan dengan orang lain intinya perbanyak relasi lah.

Pada Semester akhir, kita akan ditunjukan pada puncak dari pencarian dalam memaknai hidup. Ini adalah kunci sukses dari apa yang tengah kita pelajari di dunia ini. Meski memang, untuk memaknai kesuksesan bisa sangat subjektif, tetapi minimal kesuksesan bisa berdampak langsung pada pribadi kita.

Seperti itulah kehidupan. Bagaimana beratnya memulai hidup baru lepas dari orang tua, bagaimana rumitnya menghadapi tantangan dan cobaan hidup serta bagaimana kita membina hidup baru dengan pasangan, semuanya terangkum apik dalam buku ini. Buku ini merefleksikan kehidupan secara runut, sejak masa akil balig hingga pada saatnya kita dituntut mendalami religiusitas sebagai dasar dalam mengarungi kehidupan.

Editor: Meita Sandra
Proofreader: Nur Hidayah
Desain Cover: TriAT
Desain isi: Leo Legowo
Penerbit: KATA HATI, Jl.Anggreak 126 Sambilegi, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Jogjakarta 55282

Penulis: Febrian
Editor: Muh. Akmal Firdaus Ridwan

Novel Gadis Jakarta: Menggambarkan Kembali Sejarah Konflik Sosial Politik

Objektif.id – Peristiwa berdarah yang tak terlupakan. Kalimat itulah yang patut aku sematkan dalam novel Gadis Jakarta.

Novel Gadis Jakarta yang ditulis oleh Najib Kaelani menceritakan tentang konflik sosial di Indonesia. Di dalam novel ini, ada beberapa tokoh penting dari partai politik yang ingin mengubah ideologi negara menjadi sosialisme dengan kepemimpinan mereka sendiri. Namun, upaya tersebut berhasil dicegah oleh seorang pahlawan revolusioner.

Dalam cerita ini, kita dapat melihat bagaimana politik dan ideologi bisa mempengaruhi kehidupan masyarakat. Konflik antara kelompok-kelompok politik juga sering terjadi di dunia nyata dan dapat membawa dampak besar pada kehidupan orang-orang biasa.

Dikisahkan seorang petinggi partai yang dipengaruhi oleh filsafat marxisme selalu berdebat dengan istrinya yang memiliki sudut pandang berbeda tentang ideologi.

Pada saat seorang pemimpin partai menghadiri pertemuan cabang di Jakarta, ia melihat dan mendengarkan seorang gadis yang memberikan pidato. Pidatonya membahas tentang penyimpangan ideologi yang dipelopori oleh beberapa tokoh partai yang dianggap bertentangan dengan akidah. Hal ini sangat mempengaruhi orang-orang yang hadir pada pertemuan tersebut. Gadis itu berhasil menarik perhatian banyak orang karena isinya yang kontroversial.

Gadis yang berpidato tersebut bernama Fatimah dan ayahnya Muhammad Idris yang merupakan tokoh Masyumi.

Perlu diketahui masifnya gerakan kaum reaksioner ingin menyebarkan ajaran sosialisme karena mereka menganggap pemerintah hanya doyan omong kosong dan tidak perhatian terhadap rakyat, melainkan membiarkan kelaparan serta penderitaan bersahabat dengan rakyat.

Setelah hari itu Fatimah berpidato ia berfirasat akan terjadi sesuatu yang buruk terlebih lagi ayahnya tidak ada kabar. Benar saja ayah Fatimah diculik dan interogasi oleh kaum reaksioner yaitu penentang gerakan pembaharuan dan kontra revolusi.

Meskipun ayah Fatimah diculik akan tetapi ia berhasil diselamatkan oleh seorang polisi yang bernama Anang walaupun ia harus mengorbankan dirinya tertembak mati.

Kemudian kekasih Fatimah yaitu Abu Hasan, dilaporkan kepada aparat penegak hukum karena ia mencetak selebaran poster dan menyampaikan orasi agitatif untuk menghina petinggi partai yang mempelopori pemberontakan kaum reaksioner.

Pemberontakan kaum reaksioner banyak menewaskan puluhan ribu jiwa warga sipil yang memang telah menjadi sasaran kelompok partai dalam membuat huru-hara dan ketidakstabilan sosial dan keamanan.

Namun dengan demikian para pahlawan revolusioner berhasil menangkap pelaku pemberontakan sekaligus mengepung wilayah kota untuk mencegah konflik itu tidak meluas. Akibat genosida yang disebabkan oleh kaum reaksioner maka pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memboikot pergerakan dan penyebaran ideologi sosialisme yang bertentangan dengan akidah.

Novel Gadis Jakarta adalah sebuah cerita yang menyimpan sejarah dalam kisahnya yang luar biasa dan tak terlupakan. Dalam novel ini, ada kelompok orang yang disebut kaum reaksioner dan kaum revolusioner. Kaum revolusioner ingin mencegah penyebaran ajaran tokoh partai pelopor pemberontakan yang dianggap melenceng dari akidah.

Dari cerita ini, kita bisa belajar bahwa kadang-kadang ada perbedaan pendapat antara kelompok orang tentang suatu hal tertentu. Ada yang setuju dengan pandangan seseorang, namun juga ada yang tidak setuju karena berbeda keyakinan atau sudut pandang. Namun demikian, penting bagi kita untuk tetap menghargai perbedaan tersebut dan mencari jalan tengah agar tidak terjadi konflik.

Melalui novel ini, penulis berusaha untuk menyampaikan pesan bahwa setiap individu memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas negara dan menentukan arah masa depannya. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi kita untuk selalu memperhatikan perkembangan politik dan ikut serta dalam proses demokrasi agar suara kita didengar dan hak-hak kita dilindungi.

Penulis: Najib Kaelani
Judul buku: Gadis Jakarta
Judul asli: A’dzrau Jakarta
Alih bahasa: Pahrurroji Muhammad Bukhori
Jumlah halaman : ix + 224
Penerbit : NAVILA
Tahun terbit : Cetakan ke 2, Juli 2001

Penulis: Muhamad Ali Mufti
Editor: Hajar

“Penulis Merupakan Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Kendari”

Mencuri Raden Saleh

Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang sebuah film terbaru yang akan dirilis beberapa bulan kedepan, yaitu film yang berjudul “Mencuri Raden Saleh”.

Film Mencuri Raden Saleh ini merupakan film garapan rumah produksi Visinema Pictures, yang di sutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko, dan film ini juga di isi oleh sederet aktor-aktor muda dan berbakat Indonesia.

Film ini bergenre Acrion Crime dan memiliki jalan cerita yang anti mainstream dari kebanyakan film lainnya. Film ini menceritakan tentang 6 anak muda yang akan melakukan sebuah aksi pencurian di istana negara, dan barang yang akan mereka curi di istana tersebut adalah sebuah lukisan yang memiliki nilai yang sangat mahal, yaitu lukisan karya Raden Saleh.

Lukisan karya Raden Saleh yang dimaksud dalam film ini adalah lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro yang dibuat pada tahun 1857.

Adapun aktor-aktor yang terdapat di film ini diantaranya adalah Iqbaal Ramadhan yang berperan sebagai Piko (The Forger), Angga Yunanda sebagai Ucup (The Hacker), Aghniny Haque sebagai Sarah (The Brute), Umay Shahab sebagai Gofar (The Handyman), Ari Irham sebagai Tuktuk (The Driver), dan Rachel Amanda sebagai Fella (The Negotiator). Keenam anak muda ini didalam film ini merupakan satu tim yang masing-masing mempunyai peran penting dalam misi untuk mencuri lukisan berharga tersebut.

Angga Dwimas Sasongko selaku sutradara mengatakan alasan munculnya ide membuat film ini adalah pada saat dia berdiskusi dengan seseorang pada tahun 2018 di Jogja kala itu. Hingga akhirnya setelah melewati proses yang panjang, mulai digarap lah film Mencuri Raden Saleh pada tahun 2021 dan melibatkan 6 orang aktor muda di dalamnya.

Film ini merupakan karya produksi terbesar dari Visinema Pictures, dan tentunya film ini akan banyak dipenuhi dengan adegan aksi yang menarik, mulai dari aksi pencurian hingga kejar-kejaran. Film ini kabarnya akan dirilis pada akhir tahun 2022 di bioskop-bioskop seluruh Indonesia.

Sedikit informasi tentang Raden Saleh, dia terkenal sebagai seorang pelukis modern pertama di Indonesia, dengan nama lengkap Raden Saleh Sjarif Boestaman.

Dia dianugerahi sebagai pahlawan nasional karena berhasil memberikan gambaran baru terkait peristiwa penghianatan pihak Belanda terhadap pangeran Diponegoro yang mengakhiri perang Jawa pada tahun 1830.

Pemerintahan Hindia Belanda menarasikan peristiwa tersebut didalam lukisan karya Nicolaas Pieneman (1835) yang berjudul Penyerahan Diri Diponegoro dan didalam lukisan tersebut, Pienam Menggambarkan pangeran Diponegoro dengan wajah lesu dan pasrah.

Dan pada tahun 1957, Raden Saleh melukis kembali peristiwa ini yang diberi judul “Penangkapan Pangeran Diponegoro” dan dia menggambarkan Pangeran Diponegoro dengan raut wajah tegas dan menahan amarah.