Objektif.id
Beranda Metro Mahasiswa IAIN Kendari Kritik Sistem Pendidikan Di Indonesia Saat Ini

Mahasiswa IAIN Kendari Kritik Sistem Pendidikan Di Indonesia Saat Ini

( Foto ilustrasi : Sumber Instagram KATAMORAL ) 

Populer akhir-akhir ini selain isu politik, korupsi, dan isu sosial lainnya adalah persoalan pendidikan. Sebab menteri pendidikan Nadiem Makarim akan melaksanakan pembelajaran tatap muka secara bertahap dimasa pandemi covid-19 dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Dengan adanya Pandemi hari ini Yang berdampak negatif mempengaruhi segala aktivitas kehidupan kita baik dari segi perekonomian, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya. membuat kita dalam keterbelakangan moral sosial.

Terlebih lagi sistem pembelajaran hari ini mengalami penurunan yang sangat signifikan untuk melanjutkan amanat UUD 1945 dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejatinya pendidikan atas Pandemi ini membuat intensitas kualitas paradigma peserta didik mengalami kejumudan untuk meningkatkan intelektualitas dalam berfikir secara produktif.

Bukan sesuatu yang tabu lagi ihwal menurunnya militansi belajar peserta didik atas eksistensi Pandemi ini dengan diterapkannya pembelajaran secara online, sehingga mengakibatkan daya nalar kritis serta analisis peserta didik Mengalami penurunan secara drastis. Mengapa demikian, karena penerapan pembelajaran seperti itu tidak akan efisien untuk membentuk insan akademis yang berkualitas di dalam diri peserta didik. Hal seperti inilah yang semakin menggiring kita dalam keterkungkungan berfikir.

Dan diketahui bersama bahwa tidak semua peserta didik yang berada di pelosok desa mempunyai jaringan atau sinyal dengan baik untuk mengikuti pembelajaran secara online, terlebih lagi persoalan pemenuhan dan kebutuhan kuota internet yang setiap saat tidak bisa dipenuhi oleh orang tua karena mengalami defisit perekonomian atas Pandemi hari ini. Mo gila saya eeee

Anomali tersebut tentu menjadi prioritas pemerintah untuk mencarikan solusinya terkhusus di bidang pendidikan. syukur Alhamdulillah, menteri pendidikan dan kebudayaan Nadiem Makarim mampu membaca situasi pembelajaran yang membosankan itu dengan cara akan menerapkan kebijakan pembelajaran secara tatap muka.

Jadi stop mi ko demo-demo menuntut belajar tatap muka, tapi tidak masalah ji sebenarnya kalau demo karena sudah kewajiban negara memang untuk menjadi fasilitator dalam menyediakan sistem pembelajaran yang efektif sebagaimana amanat konstitusi yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Yang menjadi masalah itu ketika sudah tatap muka baru masih malas ji juga ko belajar. 

Namun yang akan menjadi bahan diskusi kita adalah seperti apa sistem pembelajaran yang akan diterapkan nantinya ? Sebab transisi belajar online menuju offline itu hanya persoalan teknis saja saudara. Takutnya pola yang dipakai masih menggunakan cara-cara yang lama. Cara-cara lama yang dimaksud disini yaitu situasi pengajaran yang lebih menonjolkan peranan tenaga pendidik dengan anggapan bahwa pekerjaan mereka tidak lebih hanya sekedar menuangkan air kedalam gelas kosong. Sehingga mengakibatkan peserta didik lebih bersifat pasif dan hanya menerima apa yang disuguhkan oleh tenaga pendidik tanpa ada pertengkaran intelektual diantara keduanya.

Belajar itu lebih dari sekedar mengingat. Bagi peserta didik untuk dapat benar-benar mengerti dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan, mereka harus belajar memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri, dan selalu bergaul dengan ide-ide. Sehingga tugas pendidikan tidak dikonotasikan hanya sekedar menuangkan sejumlah informasi kedalam benak peserta didik, tetapi mengusahakan agar konsep-konsep penting yang sangat berguna tertanam kuat dalam benak peserta didik. Bahkan untuk persoalan kurikulum itu tidak sepenuhnya direncanakan dan disusun sendiri oleh tenaga pendidik tetapi harus melibatkan peserta didik itu sendiri, karena peserta didiklah yang mengerti betul apa yang menjadi kebutuhannya untuk meningkatkan pengembangan diri. Itu yang tidak ada di dalam sistem pendidikan kita saudaraku….

pandangan terhadap sekolahpun atau kampus sebagai alat transformasi pendidikan sudah mendapat banyak kritik, salah satunya adalah Paulo freire. Beliau mengatakan bahwa sekolah dan kampus selama ini hanya menjadi alat “penjinakan”, yang memanipulasi peserta didik agar mereka dapat diperalat untuk melayani kepentingan kelompok yang berkuasa. Bahkan tidak jarang sekolah dan kampus yang dibayar mahal hanya mampu melahirkan generasi yang jago nge-game dan poles wajah. Pertanda bahwa memang ada yang rusak di sistem pendidikan kita.

Tidakkah di abad ke-20 telah terjadi perubahan besar mengenai konsepsi pendidikan dan pengajaran dalam menanggulangi krisis terkait pendidikan. Diyakini bahwa tanpa ada upaya-upaya penanggulangan Secara cepat dan tepat, dikhawatirkan akan terjadi pembodohan masal pada bangsa Indonesia yang pada gilirannya akan mengakibatkan apa yang sering disebut sebagai “hilangnya satu generasi”. Tentunya kita tidak rela untuk melihat generasi bangsa ini mengalami degradasi intelektual !!! Tentu tidak sodara.

Di sini (abad 20) Salah satu tokoh yang sungguh mengagumkan adalah ki hadjar Dewantoro. Betapa rumusan ki Hadjar Dewantoro telah jauh mencakup ke depan. Ki Hadjar Dewantoro adalah seorang futuris. Beliau telah melihat bahwa hak-hak asasi manusia dan kehidupan global abad 21 merupakan suatu yang tidak dapat dielakkan. Sehingga pendidikan tidak terlepas dari upaya untuk kerja sama dengan seluruh stakeholder guna meningkatkan derajat manusia. Dengan kata lain hak-hak asasi manusia dan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama.

PANDANGAN KI HADJAR DEWANTORO

Pendidikan adalah upaya untuk memerdekakan manusia dalam arti bahwa menjadi manusia yang mandiri, agar tidak tergantung kepada orang lain baik lahir ataupun batin. Kemerdekaan yang dimaksud Ki Hadjar Dewantoro terdiri dari tiga macam, yaitu berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dan dapat mengatur dirinya sendiri. Pendidikan merupakan hak semua warga negara, tidak membedakan jenis kelamin (laki-laki dan perempuan). Ki Hadjar Dewantoro juga menegaskan bahwa pendidikan adalah tuntutan di dalam tumbuh dan berkembangnya peserta didik. Salah satu pikiran Ki Hadjar Dewantoro tentang pendidikan di wujudkan dalam bentuk taman siswa.

TAMAN SISWA

Taman siswa didirikan 03 Juli, 1922. Taman sisiwa merupakan badan perguruan yang sudah diselaraskan dengan kepentingan bangsa dan negara. Lahirnya taman siswa juga diilhami oleh model pendidikan penjajahan yang tidak menyelesaikan persoalan peningkatan kualitas sumber daya manusia waktu itu. Menurutnya pendidikan zaman penjajahan memiliki ciri perintah, hukuman, dan ketertiban. Seperti pola kaderisasi para wakanda ya… Hehehehheeh becanda kanda.

Model pendekatan pendidikan seperti itu menurut Ki Hadjar Dewantoro merupakan salah satu perkosaan terhadap kehidupan batin anak-anak. Oleh karena itu, tidak heran apabila hasil pendidikan penjajahan waktu itu melahirkan anak dengan Budi pekerti yang rusak sebagai akibat dari anak yang hidup di bawah paksaan dan hukuman, yang biasanya tidak setimpal dengan kesalahannya. Apabila telah dewasa, mereka tidak akan mampu bekerja kalau tidak dipaksa atau kalau tidak ada perintah.

Pendidikan pada taman siswa tidak menggunakan pendekatan paksaan. Dasar pendidikan yang dipergunakan adalah momong (merawat), among ( memberi contoh), Dan ngemong ( proses untuk mengamati). Dalam pelaksanaannya lebih kepada membimbing dan memimpin peserta didik untuk berkembang sesuai dengan kodratnya, sehingga peran tenaga pendidik sebagai pendamping dan orang yang membantu harus mengarahkan peserta didik sesuai dengan perkembangan dan kebutuhannya. Tanpa ada paksaan sama sekali.

Agar sekolah, dan kampus bisa menjawab kritik ataupun permasalahan sistem pendidikan kita, tentu saja sekolah dan kampus harus menunjukkan bahwa belajar bukan hanya proses transformasi dari tenaga pendidik ke peserta didik, tetapi juga upaya pengembangan potensi peserta didik berdasarkan atas kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik. 

Salah satu yang harus dilakukan tenaga pendidik adalah melakukan reformasi di dalam cara mengajar kepada peserta didik dengan menggunakan metode belajar humanistik.

BELAJAR HUMANISTIK

Teori belajar ini berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang di cita-citakan, serta tentang proses belajarnya yang paling ideal. Pelopor dari teori belajar humanistik adalah Jurgen Habermas. Proses belajar ideal menurut Jurgen yaitu proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri, maksudnya adalah mampu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri serta realisasi diri secara optimal. Tapi bagaimana kita mau pake metode humanistik kalau pendidiknya selalu merasa paling benar, di debat sedikit sama peserta didik langsung meposodo (baper). Popado (fuck)

Dalam pelaksanaan teori humanistik ini, materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan keinginan dari pihak yang akan belajar maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya.

Penulis berpendapat bahwa teori belajar humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar peserta didik pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan untuk mencapai tujuannya. 

Hal tersebut tentu akan dapat membantu pendidik dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi ke arah pembentukkan karakter peserta didik. 

Sa cuman mo bilang, kegiatan pembelajaran tahap demi tahap secara ketat, sebagaimana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang diatur dan ditentukan sendiri oleh pendidik, mungkin saja berguna bagi pendidik tetapi tidak berarti bagi peserta didik. Olehnya itu, agar proses belajar lebih bermakna bagi peserta didik maka diperlukan keterlibatan penuh dari peserta didik itu sendiri, sehingga peserta didik akan mendapatkan pengalaman belajar yang berharga dan efektif.

Penulis : Hajar

admin

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan