Hukum Perbankan Syariah
Kata hukum (al-hukm) secara bahasa bermakna menetapkan atau memutuskan sesuatu, sedangkan pengertian hukum secara terminologi berarti menetapkan hukum terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan perbuatan manusia, dalam perihal ini berarti penetapan hukum yang berkaitan dengan perbankan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Pengertian bank adalah berupa badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak (Pasal 1 angka 2).
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank. Mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (pasal 1 angka 1).
Bank syariah terdiri dari dua kata, bank yang berarti suatu lebaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua pihak. Kata syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai hukum Islam.
Penggabungan kedua kata yang dimaksud menjadi, “Bank Syariah.” Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak bank uang berlebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai hukum islam.
Selain itu, Bank Syariah biasa disebut Islamic Banking, yaitu suatu sistem operasional tidak menggunakan sistem bunga (riba), apekulasi (maisir) dan ketidakpastian atau ketidakjelasan (gharar).
Menurut Ensiklopedia, Bank Islam atau Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Jadi pengertian hukum perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank yang memenuhi prinsip-prinsip syariah dan memiliki peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan.
Gagasan awal Perbankan Syariah adalah ingin membebaskan diri dari mekanisme bunga, atau nonribawi. Mula-mula pembentukan Bank Islam di Indonesia sendiri khususnya banyak menimbulkan keraguan. Hal tersebut muncul mengingat anggapan bahwa sistem perbankan bebas bunga adalah sesuatu yang mustahil dan tidak lazim. Namun demikian, ekonomi syariah, walaupun dapat dikembangkan oleh masyarakat sendiri. Namun tetap membutuhkan legislatif, yang berarti formalisasi syariat Islam menjadi hukum positif, dengan demikian dibutuhkan juga perjuangan politik untuk menegakkan syariat Islam di bidang ekonomi, khususnya dalam bidang Perbankan.
Usaha pemerintah untuk mengembangkan bidang usaha asuransi ini juga tampak, misalnya dengan mengeluarkan berbagai peraturan tentang perizinan usaha perusahaan asuransi jiwa, tata cara perizinan usaha dan pemenuhan deposito perusahaan-perusahaan asuransi kerugian, pengawasan atas usaha perasuransian dan sebagainya.
Berdasarkan keadaan perekonomian Indonesia pada saat ini yaitu dalam bidang asuransi, umat Islam tertarik dengan institusi perekonomian yang membawa mereka maju di dunia modern ini, asalkan selaras dengan semangat agama dan prinsip Hukum Islam. Tetapi persoalan yang hangat dibicarakan di dunia Islam dewasa ini mengenai halal atau haramnya asuransi itu sendiri.
Di tengah-tengah perkembangan asuransi di Indonesia, masih tersisa adanya kesan negatif bahwa asuransi konvensional itu hanya mau menerima premi tapi ketika terjadi musibah, perusahaan asuransi tidak mau membayar klaim. Walau memang sebenarnya alasan tersebut masuk akal, tidak mudah untuk membayar klaim, karena asuransi adalah pengelola dana milik bersama dan tidak sembarang memberikan uang kepada seorang nasabah yang mengajukan klaim tanpa terlebih dahulu menyelidikinya.
Penulis: Elsa Alfionita
Mahasiswa, suka jalan-jalan.