Objektif.id
Beranda INTERPRETASI Opini Tentang Rumahku Yang Rehat Menjadi Surga

Tentang Rumahku Yang Rehat Menjadi Surga

Iqromah, Mahasiswi STAI Sunan Pandanaran, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab

Sebagai seorang transmigran, saya merasa bangga ditempatkan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Masyarakatnya sangat baik ditambah budaya toleransi yang menjadikan masyarakat transmigran merasa aman dan nyaman.

Banyak hal yang mendasari keindahan dan nyamannya Bumi Anoa ini. Disamping keragaman budaya, kehangatannya dan juga keanekaragamannya. Sebagai transmigran asal Jawa, saya tetap memilih Bumi Anoa sebagai tempat saya pulang. Sulawesi sepertinya sudah menjadi rumah dan tempat berlabuh terbaik.

Akhir-akhir ini, Kota Kendari sedang dilanda konflik antar ormas. Sangat disayangkan, mengapa hal tersebut bisa terjadi sampai berlarut-larut. Aksi ini menyebabkan korban jiwa dan kekhawatiran masyarakat kota Kendari.

Berdasarkan berita yang beredar, aksi ini berawal dari saling ejek dan ada sebuah teriakan yang membuat provokasi antar kedua ormas. Akhirnya, warga setempat merasakan dampak dari aksi tersebut.

Kabarnya, beberapa jalan kosong dan diasumsikan sebagai tempat yang dianggap menyeramkan. Selain itu, pertokoan tutup dan wargapun lebih memilih untuk berdiam diri di rumah mereka masing-masing demi menyelamatkan diri dari konflik tersebut.

Banyak kalimat-kalimat yang keluar dari mulut masyarakat seperti “jangan lewat sana, bahaya” atau “awas, hati-hati jika kesana nanti”. Masyarakat seolah terkepung oleh sesamanya.

Selain itu, masyarakatpun seolah menjadi buronan yang tak mengerti apa kesalahannya. Sangat ironi, jika kita tidak merasakan kenyamanan di rumah sendiri. Rumah yang seharusnya tempat berpulang dan tempat melepas penat serta meluapkan segala ekspresi justru menjadi tempat yang sangat menyeramkan.

Aksi-aksi yang menyebabkan korban jiwa dan keresahan masyarakat seharusnya tidak terjadi apalagi dalam lingkungan yang di tinggali. Disadari atau tidak, kegiatan tersebut sangat merugikan, baik dalam diri sendiri maupun orang lain.

Jika bisa mengambil jalan tengah untuk berdamai, mengapa tidak?. Orang tua kita terdahulupun sudah mengajarkan tentang perdamaian dan kasih sayang. Bukan tanpa alasan, yakni agar anak keturunannya dapat merasakan ketenangan dan kedamaian dalam menjalani hidup dan bersosial.

Masyarakat dan aparatur negara diharapkan tidak terprovokasi akan hal yang sedang terjadi ini. Sangat disayangkan, sikap toleransi dalam segala hal yang sudah dibangun harus runtuh karena oknum-oknum yang tersulut emosi.

Seharusnya, kita dapat dengan bijak menanggapi sebuah masalah dan menyelesaikannya. Karena, dampaknya bukan hanya tentang diri sendiri tetapi dirasakan bersama.

Harapannya, segala masalah segera selesai, kondisi segera  membaik dan silaturahmi kembali terjaga. Karena apapun alasannya, kekerasan tidak semerta-merta menyelesaikan masalah. Apalagi jika melibatkan banyak orang yang bahkan tak mengetahui apa-apa. Semoga kita terhindar dari kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi.

Penulis: Iqromah
Mahasiswa biasa, suka ngopi dan jalan jalan, bisa disapa di ig:@ikromahiq, twitter: @ahikrom

admin

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *