Melirik System Perbankan Syariah Sebagai Pilar Ekonomi Islam
Bank Syariah adalah lembaga finansial yang memiliki misi atau biasanya disebut risalah dan methodologi yang ekslusif, yakni kerangka syariat serta kaidah-kaidahnya yang bersumber dari etika dan nilai-nilai syariat Islam yang komprehensif dan universal.
Dalam penyaluran dana, Bank Syariah mengaplikasikan beberapa akad diantaranya murabahah salam dalam aktivitas jasa, Bank Syariah juga mengaplikasikan beberapa akad, diantaranya yakni kafalah atau bank garansi, hawalah atau pengalihan hutang, sharf atau jual beli valas.
Ada banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Syariah selain, yakni Bank tanpa bunga, Bank Tanpa Riba, dan Bank Syariah. Adapun terkait hukum Perbankan Syariah itu sendiri, dapat dirumuskan melalui banyak literasi baik di media maupun di cipta karya dalam bentuk buku.
Hukum perbankan syariah merupakan aturan atau regulasi yang mengatur serta menata jalur lalu lintas perbankan syariah agar tetap berada dalam koridor ekonomi yang sesuai dengan kaidah yang di atur dalam Islam.
Dimana, peraturan yang mengatur mengenai bank syariah di Indonesia pertama kali adalah UU No. 7 Tahun 1992. Bank syariah pada masa ini masih berbentuk bank pengkreditan rakyat. Landasan hukum Bank Syariah selanjutnya yang masih juga digunakan hingga saat ini adalah UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Sehingga, pribadi saya sendiri menilai kecenderungan masyarakat sekarang terlalu banyak membahas atau mempersoalkan polemik yang ada di tataran ekonomi konvensional, tanpa diketahui bahwasanya banyak juga sekat-sekat atau masalah yang sering terjadi ditataran ekonomi Syariah.
Dimana yang notabennya atau mayoritas agama islam perlu meluangkan waktu sejenak lalu menganalisa polemic tersebut, yang kemudian itu bisa merekontruksi atau mngevaluasi system perbankan Syariah.
Kemudian itu juga bisa dilibatkan sebagai ajang sosialisai bahwa ekonomi islam bukanlah system ekonomi yang rumit dan harus di alergikan olah para masyarakat selaku nasabah. Selaku penulis merasakan dan berasumsi bahwa ini adalah salah satu kecacatan atau kecelakaan berfikir masyarakat sekarang, bisa di kata masyarakat sangat alergi dan normative terhadap system atau jalur lalu lintas perekonomian islam sekarang.
Berangkat dari tulisan kecil ini, penuli akan sedikit bercerita terkait perbankan syariah, yang kemudian itu bisa menjadi ajang pesta sosialisasi yang seperti penulis katakan sebelumnya. Rintisan praktek perbankan syariah di Indonesia dimulai pada awal periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam.
Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pengkajian tersebut, salah satunya adalah Karnaen A Perwataatmadja. Sebagai uji coba, gagasan perbankan syariah dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas diantaranya di Bandung. Sebagai gambaran, M. Dawam Rahardjo dalam tulisannya pernah mengajukan rekomendasi Bank Syari’at Islam sebagai konsep alternatif untuk menghindari larangan riba.
Sekaligus berusaha menjawab tantangan bagi kebutuhan pembiayaan guna pengembangan usaha dan ekonomi masyarakat. Jalan keluarnya secara sepintas disebutkan dengan transaksi pembiayaan berdasarkan tiga modus, yakni mudharabah, musyarakah dan murabahah.
Mengenai pendirian Bank Islam di Indonesia baru dilakukan tahun 1990. Pada tanggal 18 – 20 Agustus tahun tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat.
Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22 – 25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang terkait.
Sebagaimana telah dikukuhkan melalui Undang-undang No. 10 Tahun 1998, yakni:
1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/33/KEP/DIR tentang Bank Umum, khususnya Bab XI mengenai Perubahan Kegiatan Usaha dan Pembukaan Kantor Cabang Syariah.
2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.
3. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
Terdapat bebarapa fungsi bank syariah yang banyak orang belum ketahui dia antaranya, Manajemen Investasi, Investasi, Jasa-Jasa Keuangan, dan Jasa Sosial. Banyak juga fenomena atau hal-hal yang sering terjadi di dalam perbankan syariah salah satunya adalah Sengketa Perbankan Syariah di Indonesia, di satu sisi dalam pasal 49 Undang-undang No. 03 tahun 2006 tentang Peradilan Agama ditetapkan bahwa sengketa dalam bidang ekonomi syariah termasuk di dalamnya sengketa perbankan syariah menjadi kompetensi absolut Peradilan Agama.
Kompetensi Peradilan Agama tersebut menunjukkan bahwa kata perbuatan atau kegiatan, lalu usaha yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah terdapat sengketa maka muara penyelesaian secara litigasi adalah bagian Peradilan Agama.
Adapun penyelesaian non litigasi dapat dilakukan melalui Lembaga arbitrase dalam hal ini badan Syariah Nasional (BASYARNAS), dan alternative penyelesaian sengketa dengan memperhatikan ketentuan dalam Undangundang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), dengan tetap berpegang pada prinsip syariah.
Sementara dalam Undang-undang Nomor 21 tahun 2008, dalam BAB IX tentang Penyelesaian Sengketa Pasal 55 ayat, disebutkan:
(1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Pengadilan Agama.
(2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai isi Akad.
(3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah.
Penulis: Apriansyah