Objektif.id
Beranda INTERPRETASI Opini Telaah Kapasitas Perempuan

Telaah Kapasitas Perempuan

Elsa Alfionita, adalah salah satu anggota aktif Unit Kegiatan Mahasiswa Pers (UKM-Pers) IAIN Kendari.

Penulis : Elsa Alfionita

Objektif.id, Kendari – Peran perempuan dalam masyarakat dipertanyakan, tentang siapa dan apa itu wanita? Maka jawabannya bisa ditemukan dalam Al-Quran. Dalam ayat-ayat Islam yang suci, peran dan sifat perempuan telah dijelaskan oleh Allah, dalam kitab sucinya (Al-Qur’an).

Meskipun tradisi dalam agama Islam itu multi-etnis, namun Islam sebagai agama universal dibanyak negara telah membentuk mental dan struktur umatnya. Dalam keyakinan agama Islam dan Al-Qur’an, wanita diciptakan untuk suaminya.

Eksistensi dunia perempuan di belahan dunia Timur, selalu saja menyasikan luka batin yang cukup berkepanjangan, luka
batin itu terindikasi dari sejumlah pertanyaan fundamental yang mengemuka.

Pertanyaan itu antara lain: mengapa kesaksian perempauan adalah separuh harga laki-laki? Mengapa perempuan dalam agama tidak boleh menjadi pemimpin? Mengapa perempuan yang belum nikah harus ada restu orang tuanya, sementara janda tidak? Mengapa dan mengapa?

Eksistensi perempuan, seolah separuh eksistensi laki-laki. Dengan demikian, terdapat dikriminasi entitas kemanusiaan dalam kehidupan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Umumnya, pertanyaan ini akan diberi jawaban “Karena perempuan itu emosional, tidak pinter dan lemah intellegensinya atau karena sudah dari sananya begitu”. Jawaban ini mengisyaratkan adanya berbagai bentuk ketidakadilan gender.

Dalam buku, Mansour Faqih dengan judul Analisis Gender dan Transformasi sosial. menjelaskan, terdapat empat bentuk ketidak adilan gender:

Pertama, Violence, kekerasan dalam kehidupan sosial. Penyebabnya adalah lemahnya kaum perempuan, aturan yang dapat memperkuat posisi perempuan.

Kedua, marginalisasi, pemiskinan perempuan dalam kehidupan ekonomi. Terdapat banyak perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu serta mekanisme proses pemiskinan perempuan, kerena perbedaan gender.

Ketiga, stereo type, pelabelan negatif dalam kehidupan budaya. Stereo tyipe dalam kaitannya dengan gender adalah pelabelan negatif terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya kaum perempuan. Perempaun tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, karena tugasnya hanya berkutat di sumur, dapur dan kasur. Pelabelan ini sangat populer di masyarakat.

Keempat, Duoble burden, beban berganda dalam kehidupan keluarga. Seorang isteri, selain melayani suami, memasak dan merawat anak, membersihkan rumah, mencuci pakain, membentu kerja suami di toko, kantor, sawah, pasar, dan sebagainya. Kelima, subordinasi, penomorduaan dalam kehidupan politik.

Al-Qur’an telah mengabadikan sejarah kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang perempuan, Ratu Balqis, sebagai pemimpin negeri Saba’. Kepemimpinan Balqis disandingkan dan disetarakan dengan kepemimpinan Nabi Sulaiman ketika itu.

Ini berarti kepemimpinan seorang perempuan dalam wacana keagamaan, mempunyai landasan teologis dalam Al-Qur’an yang wajib diimani dan dimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

Pandangan yang menempatkan wanita pada posisi pinggiran selama ini sudah saatnya dihapuskan, karena kaum perempuan muslim mempunyai pengalaman, kelas sosial, serta nasib yang tidak sama.

Perempuan Desa yang miskin dan tidak berpendidikan, tentu tingkat penderitaan dan problem sosialnya berbeda dengan perempuan kota yang kaya dan berpendidikan.

Pesan yang disampaikan Nabi Muhammad SAW. yakni semua orang muslim memiliki dearajat yang sama, ibarat “Gigi sisir yang sama besarnya”. Islam tidak mengenal perbedaan garis keturunan dan kasta.

Islam tidak mengenal baduisme. Islam menyerukan keadilan, perbuatan baik, toleransi, moralitas yang baik dan melarang ketidakadilan, perampokan, kebebasan seks, dan perbuatan terlarang lainnya.

Agama, sejatinya merupakan instrumen tranformasi dan pembebasan perempuan dari segala perlakuan yang tidak manusiawi. seringkali diputar balikkan hanya karena untuk mempertahankan dominasi dan status quo. sebagai perjuangan melawan ketidakadilan.

Dalam artian bahwa misi, kehidupan, peran, perjuangan, dan cita-cita utama para Nabi (termasuk Nabi saw) adalah membebaskan kemanusian yang menderita karena tekanan berat penindasan, dan perbudakan.

Pada akhirnya, diakui atau tidak kiprah dan peran perempuan tidak dapat diabaikan begitu saja, eksistensi orang-orang hebat di dunia tidak luput dari peran perempuan.

Penulis adalah mahasiswa aktif IAIN Kendari, Program Studi Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) dan anggota aktif UKM-Pers IAIN Kendari.

 

admin

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan