Cinta adalah Seni?
Penulis : Syafira Damayanti
Cinta adalah seni? Berarti cinta butuh pengetahuan dan upaya. Ataukah cinta itu suatu sensasi nyaman, yang kita alami semata karena adanya kesempatan, yang hanya orang beruntung saja yang “jatuh cinta”? Sedikit dari jumlah orang menggunakan premis yang pertama, sementara mayoritas orang zaman sekarang pasti lebih meyakini premis kedua.
Bukannya orang tak percaya bahwa cinta itu penting. Mereka mendambakan cinta, bahkan mereka saksikan banyak sekali film tentang kisah cinta, yang bahagia tak bahagia, mereka dengarkan ratusan lagu tentang cinta, tapi nyaris tak berpikir bahwa cinta perlu dipelajari.
Ada beberapa premis, baik tunggal maupun gabungan, yang mendasari dan cenderung membenarkan mengapa orang bersikap ganjil seperti ini.
Banyak orang beranggapan bahwa soal cinta yang terpenting adalah dicintai, bukannya mencintai, bukannya kapasitas seseorang untuk mencintai. Disini bagi mereka adalah bagaiamana agar dicintai, bagaimana pantas dicintai.
Dalam mengejar tujuan ini mereka menempuh beberapa cara. Pertama , biasanya dipakai oleh laki-laki, adalah dengan menjadi sukses, menjadi seberkuasa dan sekaya mungkin. Cara lain biasanya dipakai oleh perempuan, adalah dengan membuat dirinya menarik, dengan cara merawat tubuh, pakaian, dll. Cara lain supaya terlihat menarik, dipakai baik oleh laki-laki maupun perempuan, adalah dengan bersikap menyenangkan, berbicara menarik, sopan, suka menolong dan lugu.
Faktor ini berkaitan erat dengan karakteristik utama budaya kontemporer. kebudayaan kita seluruhnya berdasar pada hasrat membeli, pada gagasan tentang pertukaran yang saling menguntungkan. sikap ini bahwa mencintai itu mudah berlanjut menjadi gagasan lazim tentang cinta meskipun banyak bukti sebaliknya. Hampir tidak ada tindakan dan usaha, yang di awali dengan harapan dengan ekspetasi sebesar itu, dan sering gagal melebihi cinta. Dalam hal lain, mereka akan bersemangat mencari tahualasan mereka gagal, lalu belajar supaya lebih baik atau mereka akan menyerah adalah mustahil, tampaknya ada satu cara tepat untuk mengatasi kegagalan cinta, memeriksa sebab-sebab kegagalan ini dan melanjutkan studi tentang arti cinta.
Lantas, langkah-langkah apa yang dibutuhkan untuk belajar seni? proses belajar seni dapat dibagi menjadi dua bagian: Pertama menguasai teori. Kedua menguasai terapan.
Beberapa penyebab sikap ini berakar dalam perkembangan masyarakat modern, salahsatunya adalah perubahan besar yang terjadi pada abad 20 terkait memilih “obyek cinta”. Di mana pada zaman victoria, seperti banyak kebudayaan tradisional lainnya, cinta bukanlah pengalaman pribadi spontan yang membawa pada pernikahan. Sebaliknya, pernikahan diikat oleh persetujuan-baik oleh keluarga masing-masing atau makelar pernikahan, atau tanpa bantuan perantara semacama itu (dalam budaya bugis makassar dikatakan sebagai “silarian” yang mana sangat tidak di sukai oleh orang bugis makassar). Pernikahan diputuskan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sosial, dan cinta diharapkan tumbuh setelah menikah.
Pada beberapa generasi terakhir, konsep cinta romantis telah diterima hampir di seluruh dunia barat. Di amerika, meskipun masih ada yang mempertimbangkan bentuk konvensional, tapi banyak orang mencari “Cinta romantis”, mencari pengalaman cinta persona yang akan membawa pada pernikahan. Konsep baru tentang kebebasan dalam cinta ini jelas telah memperbesar pentingnya obyek cinta, yang bertentangan dengan fungsi cinta.
Maka dua orang jatuh cinta saat mereka merasa telah menemukan obyek terbaik yang tersedia di pasar, mengingat keterbatasan nilai tukar mereka sendiri, sering kali seperti membeli real estate, memainkan peran besar dalam tawar menawar ini. Dalam kebudayaan di mana orientasi dagang berlaku, di mana kesuksesan materi bernilai luar biasa, tak mengejutkan bahwa relasi cinta manusia mengikuti pola pertukaran sama, yaitu pola yang menguasai komoditas dan pasar tenaga kerja.
Penulis adalah mahasiswa aktif IAIN Kendari, Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (Fatik), anggota aktif UKM-Pers IAIN Kendari dan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Ibnu Rusyd.