Objektif.id
Beranda INTERPRETASI Opini Perempuan Pemimpin

Perempuan Pemimpin

Dila Lestari adalah mahasiswa aktif Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari, juga anggota aktif Unit Kegiatan Mahasiswa Pers (UKM-Pers)

Penulis: Dila Lestari

Di masa sekarang, perempuan tidak lagi menjadi kaum terbelakang yang dianggap lemah dan terkungkung dalam aturan dan stigma kuno di masyarakat. Sepertinya perempuan hanya boleh menjadi Ibu rumah tangga (IRT), perempuan hanya bisa mengurus suami dan anak, serta batasan-batasan lain yang membuat perempuan tidak bisa mengeksplor potensi dirinya.

Salah satu Pahlawan Nasional Perempuan mengatakan “Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya.” kata Raden Ajeng Kartini..

Pendidikan mampu menjadikan perempuan melek akan dunia luar. Tidak terbatas hanya pada mematuhi budaya bawaan leluhur yang melekat di daerahnya atau negaranya. Tapi lebih jauh perempuan mampu mengkritisi apa yang dihadapi karena kecerdasan yang dimiliki.

Indonesia sendiri menduduki peringkat keempat yang memiliki pemimpin perempuan terbanyak di dunia dengan persentase sebanyak 37%. Membuktikan bahwa perempuan-perempuan di Indonesia sudah memiliki pikiran yang lebih maju, berani dan tidak lagi terkungkung pada batasan-batasan yang ada di masyarakat.

Sejarah mencatat Indonesia pernah dipimpin oleh seorang Presiden wanita yaitu itu Megawati Soekaernoputri, dimana ia merupakan adan dari Soekarno. Megawati Soekaernoputri dikenal sebagai sosok perempuan kuat dalam dunia politik Indonesia.

Putri sulung Soekarno ini memulai kariernya sebagai Ketua umum PDI. Pernah menjadi Wakil Presiden Indonesia ke-8 bersama Gus Dur. Kemudian statusnya naik menjadi Presiden RI ke-5, menjadikannya sebagai Presiden wanita pertama di Indonesia.

Kepemimpinan perempuan sudah mendapat banyak respon positif saat ini. Oknum-oknum yang mengatakan kodrat perempuan bukan untuk memimpin sudah mulai teredukasi terutama dengan adanya gerakan-gerakan kesetaraan gender.

Dengan banyaknya dukungan dan gerakan menuju kesetaraan gender seharusnya tidak ada lagi larangan ataupun batasan bagi perempuan untuk berkarya dan memimpin di berbagai aspek kehidupan.

Terkait kepemimpinan, Islam tidak melarang perempuan untuk menjadi seorang pemimpin. Bahkan dalam perspektif agama Islam pun, inti dari ajaran Islam itu sendiri tidak membeda-bedakan derajat seseorang berdasarkan jenis kelamin.

Dalam surah Al-Baqarah ayat 30 Allh berkata “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Ayat tersebut menjelaskan semua manusia itu sama, yaitu menjadi khalifah dan menciptakan kemaslahatan di muka bumi. Disisi lain, Rasulullah SAW bersabda, “Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.”

Seorang pemimpin yang memimpin manusia akan bertanggung jawab atas rakyatnya, seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, dan dia bertanggung jawab atas mereka semua, seorang wanita juga pemimpin atas rumah suaminya dan anak-anaknya, dan dia bertanggung jawab atas mereka semua, seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya, dan dia bertanggung jawab atas harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya,” (HR Muslim 3408).

Hadits itu menjelaskan tugas dan kewajiban semua manusia sama, yaitu menjadi seorang pemimpin.

Jika melihat sejarah, pemimpin perempuan Islam sudah ada sejak dulu. mengingat kepemimpinan perempuan memiliki andil penting di dalam sejarah perkembangan Islam. Mereka menjadi contoh pemimpin yang menampilkan sisi kemanusiaan di tengah masyarakat zaman kegelapan (Jahiliyah) di jazirah Arab yang berusaha melenyapkan kehadiran perempuan dari muka bumi ini. Para perempuan pemimpin ini punya mental baja karena harus bertahan di tengah lingkungan yang sangat patriarkal dan menempatkan perempuan sebagai manusia hina yang tak bernilai.

Perempuan pemimpin dalam sejarah Islam juga hadir dalam berbagai bidang, mulai dari perekonomian sampai dengan pendidikan.

Di masa Rasulullah, ada Khadijah Al-Kubra yang merupakan saudagar kaya. Sebelum menjalani biduk rumah tangga dengan Nabi Muhammad, ia adalah perempuan mandiri yang memimpin perusahaan besar peninggalan sang ayah di Makkah. Di saat banyak orang tua memilih membunuh anak perempuan karena dianggap aib, ayah Khadijah, Khuwailid, dan ibunya, Fatima, sudah punya pemikiran lebih maju. Mereka mengajari Khadijah bisnis sejak kecil, tak heran jika ia piawai dalam menjalankan usaha keluarga sepeninggal sang ayah.

Namanya tersohor di kalangan suku mayoritas Quraish dan disegani banyak pihak. Di tangan Khadijah, bisnis sang ayah maju pesat berkat keterampilan, integritas, dan keluhuran budinya.

Kemudian ada Aisyah, intelektual muslimah dan pemimpin perempuan Islam. Ia merupakan istri sekaligus orang yang paling dipercaya Nabi, berwawasan luas, berotak brilian, kritis, dan punya rasa ingin tahu yang tinggi. Setelah Nabi Muhammad wafat, Aisyah menjadi orang yang dipercaya memimpin komunitas Muslim di jazirah Arab. Dari Aisyah pula banyak tercetak intelektual-intelektual yang berpengaruh besar dalam Islam. Ia punya dedikasi besar menyebarkan Islam yang inklusif.

Aisyah dikenal sebagai orang pertama yang membuka sekolah dari rumahnya pada masa itu. Baik perempuan maupun laki-laki bisa ikut serta, tidak peduli latar belakang mereka. Aisyah juga menyediakan program beasiswa bagi mereka yang mau belajar bersungguh-sungguh. Bahkan tokoh-tokoh besar dalam Islam banyak yang belajar terlebih dahulu dari Aisyah

Selanjutnya Fatima Al-Fihri pendiri Universitas pertama di dunia. Fatima dengan adiknya Mariam menggunakan harta peninggalan sang ayah untuk membangun masjid. Fatima punya pemikiran yang sangat revolusioner, dengan menjadikan masjid yang kemudian diberi nama Al-Qarrawiyyin.

Di bawah kepemimpinannya, Al-Qarrawiyin berkembang pesat hanya dalam beberapa dekade saja. Banyak orang yang berbondong-bondong untuk menimba ilmu ke sana. Masjid Al-Qarrawiyyin pun beralih fungsi menjadi institusi pendidikan, sebagai universitas pertama di Maroko dan pusat pendidikan terutama bagi komunitas muslim, bahkan hingga sekarang masih beroperasi. Sebagai institusi besar, Al-Qarrawiyyin telah mencetak berbagai profesi, mulai sastrawan, astronom, dokter, fisikawan, aktivis kemanusiaan dan masih banyak lagi. Seiring berjalannya waktu, tak hanya terbatas pada muslim, Al-Qarrawiyin juga menerima mahasiswa dari berbagai latar belakang.

Al-Qurrawiyin pun diakui oleh United Nations Educational Scietific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai universitas pertama dan tertua di dunia. Sejak 2017, Tunisia memberikan penghargaan Fatima Al-Fihri untuk mengapresiasi para perempuan di bidang pendidikan, dan mendorong para perempuan agar lebih berani menggapai cita-citanya.

Dalam perkembangannya, wanita juga tumbuh dan berkembang untuk menjadi seorang pemimpin yang kompeten. Bukan hanya sekadar jadi pemimpin biasa, beberapa diantaranya bahkan menancapkan eksistensinya dengan menjadi pemimpin negara dan memberikan kesan serta menorehkan namanya sebagai pemimpin wanita paling terkenal di dunia.

Dila Lestari adalah mahasiswa aktif Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari, juga anggota aktif Unit Kegiatan Mahasiswa Pers (UKM-Pers).

admin

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan