Goresan Aksaraku
Penulis: Elsa Alfionita
Aku teringat saat-saat dimana kau megingatkanku pada banyak hal. Tentang perjuangan, tentang kebersamaan, tentang menahan amarah bahkan tentang asmara. Namun semua itu tinggallah kenangan.
Jika bisa! aku ingin memohon pada pemilik waktu agar memperpanjang waktu kebersamaan kita.
Tapi itu tidak mungkin, hal itu hanya sekedar khayalan bodohku yang takkan pernah terwujudkan.
Karna nyatanya waktu itu akan segera tiba, masa kita akan segera mengambil jalan kehidupan masing-masing.
Namanya Prisil, dia adalah sahabat bahkan sudah ku anggap sebagai keluarga dekat sewaktu merantau ilmu di Kota orang.
Kami sama-sama tinggal di satu kontrakan namun berbeda kamar. kurun waktu kurang lebih 2 tahun.
Hidup sebagai perantau bukanlah hal yang mudah apa lagi status kami sebagai mahasiswi.
Prisil yang kukenal bukanlah sosok yang lemah. Disela-sela kesibukannya sebagai mahasiswa kadang-kadang meluangkan waktunya menyamar jadi babu saat jam kuliah usai disalah satu rumah makan yang tidak jauh dari kampus. Dan saya sendiri menyibukakan diri dengan pencetakan gelas mugg.
Perjuangannya selama diperantauan cukup panjang, hingga Tuhan mempertemukannya dengan sosok laki-laki yang saat ini menjadi pendamping hidupnya.
Ia diberikan kesempatan untuk lebih dulu dari saya menjadi ratu sehari dipanggung pelaminan.
Tapi tak apalah kata orang Jodoh itu bukan perkara cepat atau lambat, tapi perkara siap dan sudah sesuai ketetapan Allah SWT.
Minggu dua puluh enam Desember adalah momen resmi ia melepas masa lajangnya dan juga momen ucapan selamat tinggal buat para mantannya.
Saat setelah menyelesaikan rukun nikah, sang calon suami menerima tantangan terakhir dari sang penghulu untuk membacakan surah pilihan, mulai dari surah Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas dan disimpulkan langsung dari pendengar “Ohh iman toude” yang artinya “Ternyata seorang imam”.
Beda halnya saat ijab qobul, yang sedikit tersendak-sendak yang ditambah dengan suara dari tamu undangan, “jangan gerogi santai saja” dan di dooble dengan lirik yang lebih keras “saaaaaaahhhhhhhhhhhh”
Tapi sebenarnya ada yang lebih mengunggah hati saya ketika mendengar kata “Sah” yaitu kata perpisahan yang spontan terbesit di pikiranku, mungkin disini tidak akan sama lagi hari-hari yang akan kami lewati seperti sedia kala. fikir saya.
Untuk semua kebersamaan, untuk hubungan persahabatan yang engkau tawarkan kepadaku.
Aku berharap suatu saat waktu akan berbaik hati lagi untuk mempertemukan kita.
Yang terakhir saya ucapkan baarakallahu laka wa baarakaa alaika wa jamaa bainakumaa fii khoir.
Dan semoga menjadi keluarga yang sakinah, warahma dan mawaddah. amin allahuma amin.
Penulis adalah mahasiswi aktif Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari, juga anggota aktif Unit Kegiatan Mahasiswa Pers (UKM-Pers).