Objektif.id
Beranda INTERPRETASI Opini Krisis Ruang Aman dari Kekerasan Seksual

Krisis Ruang Aman dari Kekerasan Seksual

Ketgam: Ilustrasi kondisi tekanan mental korban pelecehan, Foto: Google.com

Objektif.id – Kekerasan seksual adalah kejahatan serius yang meninggalkan dampak psikologis, fisik dan sosial yang mendalam pada korban. Tindakan ini bukan hanya melukai tubuh, tetapi juga merenggut rasa aman, harga diri, dan hak asasi manusia korban. Oleh karena itu, kekerasan seksual harus dipandang sebagai pelanggaran serius yang memerlukan penanganan tegas dan komprehensif.

Hal penting yang perlu ditegaskan adalah bahwa kekerasan seksual bukanlah kesalahan korban. Tidak ada alasan apa pun, termasuk cara berpakaian, tempat berada, atau waktu kejadian, yang dapat membenarkan tindakan kekerasan seksual. Kesalahan sepenuhnya ada pada pelaku dan pelaku harus bertanggung jawab penuh atas tindakannya.

Kasus kekerasan seksual yang terjadi di berbagai sektor belakangan ini menunjukkan betapa pentingnya kita semua untuk bersikap tegas. Misalnya, pada April 2025, publik dikejutkan oleh pengungkapan kasus kekerasan seksual yang dilakukan seorang Guru Besar di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada kepada belasan mahasiswi. Ini menandakan bahwa lingkungan akademik yang seharusnya aman pun bisa menjadi tempat kekerasan jika tidak diawasi dengan ketat.

Demikian pula, ruang publik pun belum sepenuhnya aman. Komnas Perempuan mencatat 57 kasus pelecehan seksual di KRL dan stasiun sepanjang 2024. Salah satunya terjadi di KRL jurusan Tanah Abang–Rangkasbitung, yang viral karena keberanian seorang penumpang perempuan melaporkan pelaku di tempat kejadian.

Korban kekerasan seksual berhak mendapatkan perlindungan, dukungan, dan keadilan. Kita perlu memastikan bahwa korban tidak disalahkan atau dipermalukan, melainkan diberi ruang untuk bersuara dan mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan. Pendekatan yang empatik serta mendukung sangat penting untuk proses pemulihan mereka.

Kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur di Natuna, Kepulauan Riau, juga memperlihatkan urgensi penanganan kekerasan seksual secara serius. Kepolisian berhasil menangkap pelaku, namun kasus ini menyoroti pentingnya kehadiran layanan perlindungan dan edukasi di daerah terpencil.

Penting bagi kita sebagai masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan bebas dari kekerasan. Hal ini bisa dimulai dari keluarga, sekolah, tempat kerja, hingga ruang publik. Lingkungan yang mendukung akan membuat korban merasa lebih aman untuk melapor dan mencari bantuan.

Pendidikan dan peningkatan kesadaran masyarakat mengenai kekerasan seksual juga sangat penting. Edukasi tentang kesetaraan gender, persetujuan (consent), dan hubungan sehat harus diberikan sejak dini, baik di rumah maupun di lembaga pendidikan, Yang adalah langkah awal dalam pencegahan, mengantisipasi adanya kekerasan seksual lainnya.

Sebab hal ini menjadi sangat relevan dengan meningkatnya jumlah kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Dimana tercatat sebanyak 5.949 kasus hingga April 2025 menurut data Kementerian PPPA.

Selain itu, media juga memiliki peran penting dalam membentuk opini publik. Penyajian berita mengenai kekerasan seksual harus beretika dan tidak menyudutkan korban. Media harus menjadi sarana edukasi dan penggerak perubahan, bukan alat yang memperkuat stigma atau menyebarkan informasi yang menyesatkan.

Pemerintah dan lembaga penegak hukum wajib berperan aktif dalam memberantas kekerasan seksual. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) merupakan langkah maju, namun pelaksanaannya di lapangan masih menemui berbagai tantangan, termasuk minimnya aparat yang terlatih secara khusus menangani kasus-kasus seperti ini.

Korban kekerasan seksual juga harus memiliki akses yang mudah terhadap layanan dukungan seperti konseling psikologis, bantuan hukum, dan perlindungan dari intimidasi atau kekerasan lanjutan. Layanan-layanan ini harus tersedia dan terjangkau di seluruh wilayah, termasuk daerah terpencil.

Kita juga perlu memberantas stigma dan diskriminasi terhadap korban kekerasan seksual. Dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas sangat berperan dalam proses pemulihan. Stigma hanya akan membuat korban enggan melapor dan memperburuk kondisi psikologis mereka.

Dengan kerja sama dari seluruh elemen masyarakat, individu, keluarga, institusi, media, dan pemerintah, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih aman dan adil.

Kekerasan seksual bukan hanya masalah individu, tapi masalah sosial yang harus kita tanggulangi bersama demi terciptanya masyarakat yang sehat mentalnya, aman, bermartabat,dan menghormati hak asasi setiap orang.

 

Penulis : Alisya Tri Julela

Editor : Maharani. S


Eksplorasi konten lain dari Objektif.id

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan

Eksplorasi konten lain dari Objektif.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca