Janji Rektor IAIN Kendari Renovasi RTH Hanya Dimulut

Kendari, Objektif.id – Setahun telah berlalu sejak Rektor IAIN Kendari, Husain Insawan, berjanji akan merenovasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kampus IAIN Kendari, yang membuat harapan mahasiswa pun sempat melambung tinggi saat janji itu dilontarkan. Namun setelah janji itu terucap, yang tersisa hanyalah kekecewaan mendalam.

Sementara itu, RTH yang membentang dari depan perpustakaan hingga gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) awalnya merupakan salah satu sudut favorit mahasiswa. Yang dimana tempat itu sering digunakan untuk melepas penat, belajar, hingga berdiskusi. Akan tetapi ruang tersebut tampak jauh dari kata nyaman. Minim fasilitas dan perawatan, sehingga RTH tak lagi menjadi pelarian yang diidamkan mahasiswa di tengah kesibukan akademik.

Keluh kekecewaan ini muncul karena sebelumnya pihak kampus pernah menjanjikan untuk merenovasi RTH, Seperti menyediakan gazebo, kursi, meja dan fasilitas lainnya. Tetapi kenyataannya, upaya itu hanya omong kosong belaka. Sebab sampai hari ini janji itu tidak terealisasi.

Seperti yang dikatakan oleh Karsa (nama samaran), salah satu mahasiswa aktif semester lima, Prodi Pendidikan Agama Islam, Pada Selasa pagi (19/11/2024), dia mengungkapkan rasa kecewanya terhadap kondisi RTH yang memprihatinkan.

Baginya, keberadaan RTH yang nyaman sangat penting bagi mahasiswa, “saya menginginkan penataan ulang diruang terbuka hijau karna manfaatnya, khususnya dilingkungan kampus bisa sebagai objek tempat diskusi dan perkumpulan mahasiswa. kemudian Pak Rektor pernah janjikan atau dia ucapkan, itu sudah suatu kebijakan, saya setuju dengan penataan ulang tersebut,” jelas Karsa.

Karsa juga berpendapat bahwa Janji yang tidak terealisasikan itu akan menjadi pembohongan publik apabila sesuatu yang sudah dijanjikan tetapi tidak dilaksanakan, “jika dalam kepemimpinan Pak Rektor itu tidak dilaksanakan maka itu bisa dikatakan kebohongan dan jika itu dilaksanakan maka itu kebenaran,” terang Karsa tegas.

Pandangan serupa juga disampaikan oleh Ari (nama samaran), mahasiswa semester tiga Prodi Hukum Tata Negara. Dia menyoroti alasan dibalik keterlambatan renovasi RTH.

“Apakah karena masalah anggaran, birokrasi yang rumit, atau mungkin prioritas lain yang dianggap lebih mendesak? Atau mungkin pihak kampus memang sengaja lalai terhadap janjinya,” katanya, Rabu (20/11/2024).

“Kalau soal pembohongan publik itu belum terlalu jelas menurut saya, namun jika janji ini diabaikan terus menerus tanpa penjelasan hal itu dapat menurunkan kepercayaan civitas akademika terhadap pimpinan,” lanjutnya.

Sementara pada saat itu, secara jelas dan meyakinkan Rektor IAIN Kendari, Husain Insawan, mengatakan melalui wawancara eksklusifnya, bahwa dia akan melakukan penataan di RTH sebagai bentuk pengembangan kedepannya, “Insya Allah kita upayakan untuk dilakukan penataan di ruang terbuka hijau,” tutur Husain, pada Objektif.id Selasa (3/10/2023) lalu.

Tidak hanya itu lanjut Husain, bahwa pihak kampus akan menjadikan RTH ini sebagai salah satu objek wisata pendidikan bagi para mahasiswa, “di sana kita sediakan fasilitas, seperti gazebo atau fasilitas lain yang bisa menambah kenyamanan mahasiswa saat berada ditempat itu. Tahun 2024 kita upayakan ada penataan disana, sehingga mahasiswa menjadikan ruang terbuka hijau itu sebagai tempat diskusi, mungkin juga tempat untuk nyantai,” pungkas Husain dengan bangga, yang saat itu baru terpilih menjadi Rektor IAIN Kendari.

Tapi setahun telah berlalu namun bukti atas janji itu belum terlihat sama sekali bahkan terkesan hanya sekedar omong kosong belaka. Oleh karena itu para mahasiswa merasa kecewa sebab niat pihak kampus untuk memperbaiki kualitas ruang terbuka hijau yang mereka butuhkan tidak terlaksana.

Sampai hari ini mahasiswa bertanya-tanya, mengapa perenovasian belum terlaksana? Apakah Rektor belum berkoordinasi kepada pihak lainnya, seperti yang membidangi sarana dan prasarana yaitu Warek II IAIN Kendari.

Sungguh sangat disayangkan aspirasi mahasiswa yang pernah didukung akan tetapi hari ini menjadi satu penilaian buruk kepada pimpinan karena tidak adanya realisasi yang jelas.

Bagi mahasiswa, RTH bukan sekadar ruang kosong. Tempat itu adalah bagian penting dari kehidupan kampus, sebagai alternatif ruang belajar, berdiskusi, hingga berkumpul bersama teman. Ketiadaan langkah konkret untuk memperbaiki RTH dinilai mencerminkan kampus hanya sering mengobral janji.

Kekecewaan ini seharusnya menjadi peringatan bagi pimpinan kampus. Transparansi dan komunikasi yang jelas diperlukan untuk menjaga kepercayaan civitas akademika. Harapan mahasiswa sederhana, janji renovasi RTH segera diwujudkan. Sebab, kepercayaan adalah pondasi utama dalam hubungan harmonis antara pimpinan dan mahasiswa.

Sampai berita ini diterbitkan, pihak rektorat melalui warek II IAIN Kendari yang membidangi sarana prasarana saat dimintai keterangan untuk menyampaikan pendapat tidak terealisasinya janji Rektor IAIN Kendari, dia mengatakan bahwa, “baiknya wawancarai saja Pak Rektor yang tahu ide gagasannya.” Ucapnya, Rabu (13/11/2024).

Sementara Rektor IAIN Kendari, sangat sulit ditemui sejak isu liputan ini dimulai sampai pada penerbitan tulisan, bahkan saat dihubungi oleh pihak Objektif melalui Via WhatsApp untuk melakukan konfirmasi, tidak ada tanggapan sama sekali.

Penulis: Muh. Dimas Dafid F/anggota muda
Editor: Hajar

Miris! Fasilitas dan Pengelolaan PKM Lantai 2 IAIN Kendari Begitu Memprihatinkan, Bukti Ketidakpedulian Pimpinan Kampus?

Kendari, Objektif.id – Tepat 1 tahun yang lalu, sejak 16 November 2023, saat lembaga kemahasiswaan ramai-ramai menyoroti ketidakpedulian kampus terhadap fasilitas dan pengelolaan gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) lantai 2 Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari, kini kembali memancing perhatian publik kampus.

Sebab gedung yang menjadi sentra dari aktivitas berbagai Unit Kegiatan Khusus (UKK) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dalam menyelenggarakan kegiatan, yang seharusnya menjadi simbol vitalitas dan kreativitas mahasiswa ini, justru dipandang tak layak dan kurang mendukung kegiatan kemahasiswaan. Banyak mahasiswa yang merasa fasilitas serta tata kelola yang tersedia di sana jauh dari kata layak, bahkan jauh dari ekspektasi bagi sebuah institusi pendidikan tinggi.

Keluhan ini muncul kembali ke permukaan setelah pihak kampus sempat melakukan renovasi terbatas. Seperti penyediaan Kursi, meja, dan kipas angin sebagai bentuk perbaikan fasilitas. Tetapi kenyataannya, upaya ini dianggap sekadar solusi sementara yang tak menyentuh akar persoalan secara kolektif.

Sehingga para mahasiswa merasa perubahan ini hanya sekadar menggugurkan kewajiban tanpa keseriusan niat memperbaiki kualitas ruang yang mereka butuhkan, “kondisi gedung PKM sangat memprihatinkan. Kursi dan meja masih kurang, belum lagi soal kebersihan yang sama sekali tak terjaga. Setelah kegiatan, sampah sering kali berserakan di sekitar gedung,” ungkap La Ode Muh. Fazril, Ketua Dansat Menwa IAIN Kendari, melalui wawancara eksklusif dalam pemberitaan Objektif.id pada Kamis, (16/11/2023) lalu. Yang dengan lantang menggemakan suara keresahan seluruh anggota UKK dan UKM di IAIN Kendari.

Fazril, sebagai representasi keluhan kebanyakan mahasiswa, menekankan bahwa pihak lembaga kemahasiswaan menginginkan ada pengelolaan yang ditunjang dengan fasilitas yang bisa mendukung aktivitas mereka, karena faktanya, sering kali lembaga kemahasiswaan harus melangsungkan kegiatan dalam kondisi yang memprihatinkan.

“Kami sangat membutuhkan pengelolaan dan fasilitas yang lebih lengkap dan layak, seperti pendingin ruangan (AC), monitor proyektor, pengeras suara, pencahayaan yang lebih baik lagi, juga cara pengelolaan gedung yang baik. Ini bukan untuk kemewahan, tapi untuk menunjang kegiatan-kegiatan kami, terlebih ketika kami harus menyambut tamu atau narasumber dari luar. Bukan hanya kursi dan meja, kami ingin merasa dihargai di ruangan ini melalui keadaan yang baik,” katanya dengan tegas.

Ironisnya, gedung PKM yang sejatinya dirancang untuk mendukung kegiatan kemahasiswaan justru dirasa menjadi momok menakutkan. Seperti yang diungkapkan oleh Firmansyah (nama samaran), seorang mahasiswa yang kerap terlibat dalam berbagai kegiatan di sana, fasilitas ini bukan hanya mengecewakan, tapi juga sangat menyedihkan.

“Ruangan panas, sarang laba-laba di mana-mana, lantai kotor dan barang-barang tak terpakai berserakan. Setiap kali saya ke sini, rasanya seperti masuk ke tempat pembuangan sampah, seperti bukan gedung PKM tempat mahasiswa melakukan eksplorasi kreatifitasnya,” ucapnya penuh rasa jengkel, Kamis (14/11/2024). Kata-kata Firmansyah mungkin terkesan berlebihan, tetapi begitulah cara ia memukul perasaan mati rasa kampus yang selama ini dia pendam.

Lebih meresahkan lagi, kondisi gedung PKM IAIN Kendari ini menggambarkan sebuah paradoks yang memprihatinkan. Di satu sisi, perguruan tinggi ingin memupuk semangat mahasiswa untuk aktif, kreatif, inovatif, dan menyumbangkan prestasi, tetapi di sisi lain mereka seperti diabaikan ketika menyangkut fasilitas dengan nuansa gedung tak terurus yang tidak mendukung tempat mereka melaksanakan kegiatan itu.

Seharusnya dengan banyaknya keluhan yang muncul, kampus mesti lebih intens memberikan atensi yang nyata dalam persoalan ini. Namun, hingga saat ini, Dr. Nurdin S.Ag, M.Pd sebagai Wakil Rektor II IAIN Kendari yang bertanggung jawab atas sarana dan prasarana kampus masih belum memberikan tanggapan resmi. Padahal, protes ini bukanlah sesuatu yang baru; sudah cukup lama suara-suara mahasiswa mengalir dari gedung PKM, yang semakin hari semakin merasa gedung PKM yang ada dirasa tak layak.

Bahwa perlu diketahui persoalan ini bukan sekadar kurangnya fasilitas dan pengelolaan yang baik, tetapi menyangkut rasa cinta mahasiswa atas ruang yang menjadi tempat mereka berkarya, berkreasi, dan menyalurkan potensi, yang mereka anggap keluhan sudah bertahun-tahun akan tetapi sampai sekarang tidak mendapatkan dukungan kampus untuk menyediakan gedung yang lebih layak.

Jika kampus yang seharusnya menjadi tempat belajar dan bertumbuh tidak memberikan dukungan infrastruktur yang memadai, maka wajar jika mahasiswa selalu melakukan pembangkangan dan perlawanan, karena mahasiswa merasa kampus hanya memandang mereka sebagai angka, bukan sebagai manusia yang membutuhkan ruang ekspresi.

Oleh karena itu, dibalik keluhan ini ada harapan agar pihak kampus mampu melihat gedung PKM sebagai ruang penting bagi perkembangan mahasiswanya. Bukan sekadar soal fasilitas fisik, tetapi soal memberikan ruang yang nyaman untuk berkegiatan. Apakah pihak kampus akan merespons harapan ini, ataukah mahasiswa harus terus bersuara hingga kelelahan? Hanya tuhan yang tahu.

Penulis: Hajar & Wawan Tasriadin/anggota muda
Editor: Tim redaksi

Tips And Trik Sebelum mengikuti Lomba Fun Run

Kendari, Objektif.id – Dalam memeriahkan 10 Tahun Dies Natalis, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari akan menggelar Fun run pada Minggu (10/10/24), besok.

Kegiatan Fun Run dengan menempuh jarak 5 Km ini diadakan secara inklusif untuk setiap orang yang ingin ikut bersenang-senang.

Opsi populer untuk Fun run adalah dengan  jarak tempuh 5 kilo meter (km) yang memungkinkan untuk para pelari berpengalaman maupun pemula.

Bagi kamu yang berniat untuk mengikuti fun run dengan jarak lari 5 km, sebaiknya lakukan persiapan terlebih dahulu agar tidak cedera.

Dilansir dari fithub.id pada (12/2024) berikut beberapa persiapan lari 5 km yang bisa kamu lakukan sebelum mengikuti Lomba Fun Run

1. Tentukan target dan rencana

Menyiapkan diri adalah kunci untuk dapat mencapai tujuan yang kamu inginkan, termasuk menempuh jarak lari 5Km pertamamu.

Saat kamu menanamkan target ini sebagai tujuan yang ingin dicapai, kamu bisa membuat rencana latihan yang sesuai dengan tujuan itu contohnya menu latihan berikut ini.

Kamu bisa menjadwalkan latihan selama 1 minggu. hari pertama dan ketiga gunakan untuk lari atau berjalan selama 30 menit, hari kedua dan keempat gunakan untuk berjalan 30 menit, hari kelima istirahat, hari keenam lari atau berjalan sejauh 5 km, dan hari keenam istirahat atau jalan santai.

2. Cross-training

Pada hari-hari tertentu, lakukan cross-training atau latihan suilang selain berlari. Kamu bisa mengisinya dengan yoga, berenang, atau bersepeda.

Kamu juga dianjurkan melakukan strength training 2-3 kali seminggu di dalam training plan. Tujuan strength training bisa memberikan peningkatan dalam kekuatan otot, efisiensi lari, dan kinerja lari yang lebih baik.

3. Interval training

Interval training adalah latihan singkat dengan upaya yang lebih meningkat. Terkadang, pelari juga menantang dirinya dengan melakukan speed interval atau hill interval.

Bagi pemula, kamu bisa mencari video latihan HIIT atau mengikuti jenis kelas ini di gym untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tubuh.

4. Rest day

Meski kamu sudah memiliki program latihan yang padat menjelang race, ingatlah untuk meluangkan waktu untuk rest day sebelum melakukan Fun Run. Istirahat sama pentingnya dengan latihan karena memberi waktu pada tubuh dan otak untuk memulai dari awal lagi.

5. Lakukan mimic race

Mimic race adalah kesempatan untuk meniru kondisi hari perlombaan dalam sesi latihan. Misalnya, jika perlombaan dilakukan di pagi hari, melakukan beberapa latihan lari di pagi hari agar tubuh sudah terbiasa berlari pada waktu tersebut.

6. Pilih perlengkapan lari

Kenakan perlengkapan yang sudah biasa kamu pakai. Hari perlombaan bukanlah waktu untuk mencoba sepatu atau pakaian lari baru.

Malam sebelum lomba, siapkan sepatu lari terbaik dan pakaian lari yang paling nyaman, beserta nomor dada. Kamu juga bisa membawa makanan ringan atau minuman apa pun ke garis start.

Pikirkan juga aktivitas pasca-race, terutama jika ada selebrasi seperti color run dengan bubuk warna-warni.

Pada kesempatan tersebut, kamu tentu tidak ingin baju kesayanganmu kotor sehingga kamu bisa memilih alternatif pakaian lainnya.

7. Tidur cukup dan sarapan Sebelum Fun Run

Merasa nervous sebelum melakukan rutinitas lari 5k adalah hal yang wajar meski bukan lari 5K pertamamu.

Namun, cobalah untuk melakukan aktivitas yang rileks seperti membaca buku atau nonton film menjelang lomba agar kamu bisa tidur lebih mudah.

Jangan berlari dengan perut kosong, makan menu ringan setidaknya satu jam sebelum race agar perut tidak kram. Pilih makanan yang rendah lemak, protein, dan serat, tapi tinggi karbohidrat.

Itulah berbagai persiapan lari 5K yang biasanya diselenggarakan pada acara fun run. Ingatlah bahwa fun run bertujuan agar kamu bisa berlari dengan perasaan yang senang.

Penulis: Siti Nurminal Faizin/anggota muda
Editor: Red

Enggan Bentuk Satgas, Tanggapan Mahasiswa IAIN Kendari: Kampus Tidak Peduli Terhadap Pencegahan Kekerasan Seksual

Kendari, Objektif.id-Sejumlah mahasiswa IAIN Kendari kini menyuarakan keresahan mereka terhadap kampus yang tidak membentuk satgas kekerasan seksual. Padahal Kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, terutama di kampus, merupakan masalah serius yang memerlukan penanganan tegas secara menyeluruh.

Sementara institusi-institusi pendidikan lain mulai merespon dengan membentuk satuan tugas (satgas) khusus, namun IAIN Kendari justru masih mengandalkan Dewan Etik untuk menangani kasus-kasus kekerasan seksual tanpa membentuk mekanisme pencegahan yang lebih konkret.

Dalam kasus kekerasan seksual, mahasiswa beranggapan bahwa respon berupa penindakan setelah kasus terjadi tidaklah cukup. Salah satu kasus pelecehan seksual yang melibatkan dosen pada 16 November 2020 menjadi sorotan, di mana sejumlah mahasiswi melaporkan pelecehan tersebut.

Ironisnya, menurut laporan para mahasiswa, korban tidak menerima pendampingan psikologis yang layak. Meski pelaku sudah ditindak, namun mahasiswa menilai bahwa pasti ada luka psikis para korban yang tetap menganga. tanpa dilakukan upaya pemulihan dari pihak kampus, mahasiswa menganggap bahwa kampus menutup mata dihadapan wajah kekerasan seksual yang marak terjadi dilingkungan pendidikan.

Dengan kegagalan kampus dalam menyediakan dukungan penuh kepada korban melalui satgas, mahasiswa menilai kampus tidak peduli terhadap isu pencegahan kekerasan seksual. Dan kini telah menuai kritik tajam dari sejumlah mahasiswa, diantaranya mahasiswa Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD), Nurul Azkia, dia berpendapat bahwa kampus perlu memandang masalah ini dari sisi preventif. “Jangan hanya ketika ada kasus baru ada Dewan Etik. Kalau kampus tidak segera membentuk satgas, calon pelaku bisa merasa aman dan bebas melancarkan aksinya,” ungkapnya tegas.

Senada dengan itu, Muhammad Ahsan Tamsri, mahasiswa Fakultas Syariah, dia menganggap bahwa Dewan Etik saja tidak cukup memadai untuk mencegah kejadian serupa, keberadaan Dewan Etik selama ini hanya fokus pada sanksi, bukan pada pencegahan. “Kalau hanya menindak pelaku tanpa melakukan pencegahan dan mengabaikan sebagian hak-hak korban, maka kasus kekerasan seksual tidak akan pernah selesai,” tegasnya. Menurut Ahsan, pembentukan satgas kekerasan seksual akan menunjukkan komitmen kampus dalam memberikan perlindungan dan pengawasan yang ketat.

Mahasiswa lainnya, Muhammad Azhar dari Fakultas Syariah, juga mendukung penuh pembentukan satgas kekerasan seksual di kampus. Menurutnya, tindakan preventif jauh lebih efektif daripada hanya memberikan sanksi. “Lebih baik mencegah daripada mengobati,” kata Azhar yang merasa yakin bahwa regulasi yang ada saat ini belum mampu menangani kekerasan seksual secara efektif sekaligus menunjukkan sikap kampus yang tidak serius melihat isu kekerasan seksual sebagai isu yang sangat krusial.

Sementara itu, menurut Sri Wahyuni, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) menambahkan bahwa lemahnya pendampingan dari Dewan Etik adalah salah satu ketidakpedulian kampus terhadap dampak dari kekerasan seksual. Menurutnya, saat dosen yang terbukti melakukan pelecehan kepada mahasiswa diberhentikan, kampus seharusnya turut menyediakan pendampingan psikologis bagi korban. “Dalam hal ini Perempuan seharusnya jadi prioritas dalam perlindungan kampus,” kata Sri.

Bahkan menurut Ira, teman seangkatan Nurul di Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, kode etik kampus saat ini hanya efektif sebagai sanksi formal, namun belum menyentuh pemulihan psikologis korban. “Kalau kampus terus begini, banyak yang akan merasa tidak aman,” jelas Ira. Ia juga menegaskan bahwa tekanan dari lingkungan sekitar sering kali menambah beban korban, bahkan bisa menyebabkan depresi.

Karena pentingnya pendampingan ini bagi korban, Aulia Rani, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FATIK). Ia berpendapat bahwa kode etik yang ada belum benar-benar berpihak pada korban, karena masih terfokus pada sanksi bagi pelaku tanpa menyediakan dukungan berkelanjutan bagi korban. “Mulai dari kasus mencuat hingga pasca penindakan, korban belum mendapatkan pendampingan seratus persen,” ungkapnya.

Selain itu, Ciang Irawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), mengungkapkan ketidakpedulian kampus terhadap kekerasan seksual mencerminkan pengkhianatan terhadap nilai-nilai Islam yang seharusnya dijunjung tinggi. “Ketidakpedulian secara serius ini menodai nama kampus Islam,” katanya singkat. Pernyataan ini kemudian diiringi dengan kritik Muhammad Isa Amam, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), yang mempertanyakan apakah kode etik kampus benar-benar dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah mahasiswa atau hanya sekadar formalitas. Isa mengungkapkan, “Kasus kekerasan seksual tahun 2021 antar mahasiswa dianggap selesai setelah pelaku ditindak tegas, tapi apa yang dilakukan kampus terhadap korban setelah itu?” ujarnya.

Mahasiswa-mahasiswa ini berharap pembentukan satgas kekerasan seksual bisa mengatasi kekurangan yang ada pada Dewan Etik. Bukan sekadar sanksi, mereka juga menuntut agar pendampingan psikologis bagi korban menjadi bagian penting dari upaya kampus dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman dan nyaman.

Seiring dengan semakin banyaknya seruan dari para mahasiswa, Mereka menginginkan lingkungan kampus yang aman, di mana pendampingan bagi korban juga menjadi prioritas utama. Akankah kampus menunjukkan komitmen nyata dalam melindungi mahasiswa dari kekerasan seksual dengan membentuk Satgas, atau tetap mengandalkan mekanisme Dewan Etik yang selama ini dinilai kurang memadai?

Kampus IAIN Kendari sebagai institusi yang berlandaskan nilai-nilai Islam maka sudah seharusnya memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa semua warganya, terutama kepada para mahasiswi, agar mendapatkan perlindungan yang maksimal dari kekerasan seksual. Mahasiswa IAIN Kendari saat ini menuntut agar pihak kampus tidak sekadar mengandalkan peraturan yang ada di atas kertas, tetapi juga menerapkan kebijakan yang efektif dan berpihak secara penuh kepada korban.

Penulis: Hajar & Fahda Masyriqi/anggota muda
Editor: Tim redaksi

Andalkan Kode Etik, IAIN Kendari Diduga Sengaja Tidak Bentuk Satgas Kekerasan Seksual

Kendari, Objektif.id — Aturan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 seharusnya menjadi titik terang bagi dunia pendidikan Indonesia, ditengah lonjakan kasus kekerasan seksual yang semakin meresahkan.

Berdasarkan hasil survei Kemendikbudristek pada tahun 2023, tercatat sebanyak 65 kasus kekerasan seksual terjadi di perguruan tinggi, yang menjadikannya masuk dalam kategori tertinggi dilingkungan pendidikan, dibandingkan dengan sekolah menengah sebanyak 22 kasus dan sekolah dasar 29 kasus.

Seharusnya dengan data kekerasan itu, kampus mesti lebih serius lagi melihat persoalan kekerasan seksual yang terjadi bukan hanya sekadar sebuah permasalahan yang remeh temeh. Dengan demikian, hal ini bisa menjadi pemicu kepada kampus agar melakukan langkah-langkah preventif dalam mencegah kekerasan seksual dilingkungan pendidikan tidak terjadi.

Namun, nampaknya harapan itu belum tersentuh di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari. Alih-alih mengikuti jejak kampus lain yang sudah bergerak, IAIN Kendari lebih memilih bertahan mengandalkan “kode etik,” yang konon sudah cukup kuat untuk menjaga keamanan kampus terhadap kasus kekerasan seksual.

Hal ini disampaikan oleh pimpinan kampus melalui pernyataan Wakil Rektor III IAIN Kendari, Dr. Siti Fauziah, dalam wawancara eksklusifnya kepada objektif.id, dia mengungkapkan bahwa kampus telah menerapkan sanksi berat bagi pelanggar kode etik, termasuk pemecatan dosen, “Kode etik kita bahkan memiliki sanksi berat, yaitu pemecatan bagi dosen yang melakukan pelanggaran berat,” tegas Fauziah saat ditemui diruangan kerjanya pada Kamis, (31/10/2024)

Baginya, kampus tidak bisa membentuk satgas karena masih ada kode etik yang digunakan, “Bagaimana mungkin kita bisa merealisasikan Satgas, jika kita masih mengacu pada kode etik sebagai dasar kita,” tambahnya.

Sementara, diketahui bahwa dewan kehormatan kode etik penanggulan kekerasan seksual yang dibentuk berdasarkan aturan yang ada didalam kode etik, itu terbentuk ketika sudah terjadi kasus kekerasan seksual.

Kalau seperti itu, dimana fungsi pengawasan dan pencegahannya? Belum lagi tidak adanya upaya mitigasi seperti edukasi dan sosialisasi pencegahan secara berkala agar kekerasan seksual tidak terjadi didalam kampus. Dan pada kenyataannya, kode etik tidak memiliki struktur khusus yang memadai untuk menangani dan mencegah kasus seperti ini.

Bahkan dalam kode etik tidak dijabarkan terkait pendampingan khusus yang mengarah pada pencegahan traumatik korban pasca kejadian, yang bisa memicu gangguan psikologis secara serius sampai yang dikhawatirkan berimplikasi pada tingkat gangguan kejiwaan yang parah.

Selain itu, jika pihak kampus masih berpegang teguh pada pembentukan dewan kehormatan etik yang berpedoman dikode etik, pertanyaan skeptisnya adalah, Benarkah cukup hanya mengandalkan kode etik di tengah realitas kasus kekerasan seksual yang sudah pernah terjadi sebelumnya? Apakah kode etik kampus benar-benar efektif bagi para korban? atau hanya sekadar formalitas yang tak pernah cukup melindungi dan mengawal korban?

Karena berdasarkan kasus pencabulan yang pernah terjadi di IAIN Kendari, yakni salah satu kasus pencabulan yang terungkap saat dilaporkan di lembaga kemahasiswaan pada Senin (16/11/2020) lalu, yang juga pernah diliput oleh Objektif.id, Saat itu, puluhan mahasiswi melaporkan tindak pelecehan yang diduga dilakukan oleh seorang dosen. Dan Ironisnya kampus tidak memberikan pendampingan khusus kepada para korban.

Sehingga Ashabul Akram, Koordinator Pusat BEM se-Sultra periode 2024-2025 yang pada 2020 menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Fisika, sekaligus pendamping dan yang membantu mengawal kasus para korban, menyampaikan ketidakpuasannya terhadap respons kampus. “Saya tidak tahu, bahkan tidak melihat pihak kampus mengambil tindakan untuk mengawal atau memberikan pendampingan terhadap para korban,” ujarnya saat memberikan keterangan melalui Via WhatsApp pada Sabtu (02/11/2024).

Ashabul menambahkan bahwa meskipun kode etik kampus mencantumkan perlindungan bagi pelapor, tapi pada penerapannya sering kali tidak dirasakan oleh korban. “Para korban justru dikawal oleh teman-teman aktivis mahasiswa hingga mendapatkan keadilan,” ungkapnya.

Oleh karena itu, pentingnya aturan Permendikbud ini direalisasikan, sebab ada misi besar didalamnya untuk menciptakan kampus yang aman dari kekerasan seksual dengan membentuk Satgas. Yang dimana satgas ini dirancang untuk mengawasi, menangani, dan melaporkan setiap kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus setiap semester.

Permasalahan ini bukan hanya soal administratif belaka, tapi ini soal komitmen moralitas kemanusiaan. Di saat kampus lain mulai mengambil tindakan konkret, IAIN Kendari justru masih berkutat pada aturan yang tidak memberikan kepastian perlindungan dan pendampingan kepada para korban.

Penulis: Hajar86 & Fahda Masyriqi/anggota muda

Editor: Tim redaksi

Demi Pilkada Yang Demokratis, Ketua HMI Komisariat Ibnu Rusyd IAIN Kendari Himbau ASN Bersikap Netral

Kendari, Objektif.id – Kontestasi demokrasi saat ini tengah menghangat di seluruh pelosok negeri, termasuk di jazirah Sulawesi bagian Tenggara, yang tidak lama lagi akan memasuki musim Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada tahun 2024, yang tentu sangat menarik antusiasme yang tinggi kepada setiap elemen masyarakat untuk mempersiapkan diri dalam menyukseskan pesta demokrasi yang akan datang.

Bahwa pada pilkada tahun 2024 ini, nantinya akan melibatkan berbagai jenjang kontestasi politik, mulai dari provinsi, kabupaten, dan kota, sehingga intensitas atmosfer demokrasi terasa semakin tinggi. Apa lagi dengan ragam perkembangan politik yang setiap waktu berubah dengan begitu dinamis.

Namun dalam menyambut pesta demokrasi yang akan diselenggarakan pada 27 November mendatang, tak terkecuali Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Ibnu Rusyd IAIN Kendari yang tidak hanya sekadar menyambut pesta demokrasi ini sebagai momen pemilihan pemimpin semata, akan tetapi masih senantiasa Istiqomah menyampaikan kesadaran kritisnya tentang pentingnya menjaga netralitas, terutama di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kepala desa.

Sehingga sebagai organisasi mahasiswa, HMI Komisariat Ibnu Rusyd menegaskan komitmennya untuk mengawal jalannya Pilkada 2024 agar menjadi ruang demokrasi yang sehat dan adil.

Hal itu kemudian disampaikan oleh Ketua Umum HMI Komisariat Ibnu Rusyd, Al-Izar, dalam keterangannya kepada Objektif.id yang menekankan pentingnya netralitas ASN dan kepala desa dalam Pilkada mendatang.

“Sebagai organisasi kemahasiswaan, kami tidak hanya diam mengamati dari jauh. Kami akan melakukan pemantauan dan memastikan bahwa ASN tetap menjaga netralitasnya. Ini demi memastikan bahwa Pilkada tahun 2024 berjalan sesuai asas demokrasi yang benar,” ungkap Al-Izar.

Menurutnya, ASN memegang peran vital dalam menciptakan pemilu yang demokratis dan adil. “perlu diketahui, netralitas ASN merupakan salah satu landasan utama dalam mewujudkan pemilihan dengan tetap berlandaskan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”, katanya.

Bagi Al-Izar, netralitas ASN menjadi bagian dari pilar utama dalam menciptakan suasana pemilihan yang damai. “ASN tidak boleh terlibat politik praktis, apalagi menjadi alat atau perpanjangan tangan pihak-pihak tertentu yang akan mencederai esensi dari demokrasi itu sendiri, yang nanti akan menimbulkan kegaduhan diruang publik”, ujarnya dengan tegas.

Sebagai mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) IAIN Kendari periode 2022-2023, Al-Izar menambahkan bahwa betapa pentingnya untuk memastikan proses pilkada yang adil tanpa ditunggangi kepentingan yang akan merusak prinsip-prinsip demokrasi.

Olehnya Itu, dia menginginkan agar ada keterlibatan aktif masyarakat secara kolektif, dalam memastikan Pilkada yang berintegritas. “Kami ingin ada partisipasi publik dalam mengawal pilkada ini menjadi pesta demokrasi yang sehat dan bersih dari praktik-praktik pembangkangan nilai-nilai demokrasi itu sendiri”, tambahnya.

Selain itu, Al-Izar juga menyampaikan harapannya agar semua pihak, termasuk para calon kepala daerah, tim sukses, dan simpatisan, untuk bisa saling menghormati.

Bahwa pertarungan politik bukan hanya tentang siapa yang menang atau kalah, tetapi bagaimana proses tersebut dapat menciptakan iklim politik yang sehat dan damai.

“Tantangan politik kita bukan soal siapa yang terpilih dan tidak , tetapi juga bagaimana kita memastikan bahwa proses demokrasi ini bisa berjalan dengan damai dengan memahami apa yang boleh dan tidak boleh kita lakukan”, pungkas Al-Izar.

Dengan pesan moral yang disampaikan Al-Izar tentang netralitas ASN seharusnya itu menjadi perhatian secara serius kepada seluruh masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dalam membangun iklim demokrasi yang bebas dari kepentingan kelompok tertentu.

Penulis: Hajar86 & Aulia Permata Ashar/anggota muda
Editor: Tim redaksi

Diduga Terjadi Persekongkolan Jahat Soal Pungli Presma, Kantor Sema Dema IAIN Kendari Disegel

Kendari, Objektif.id – Pada siang hari yang cerah, tanggal 18 Oktober 2024, suasana di kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari mendadak berubah tegang.

Sekelompok mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Peduli Kebijakan Kampus (Amuk), melakukan aksi demontrasi yang dimulai dari gedung Rektorat, hingga menuju ke area kantor Senat Mahasiswa (Sema) dan Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) untuk melakukan penyegelan.

Aksi dan penyegelan ini merupakan puncak dari kemarahan dan kekecewaan yang membara akibat dugaan pungutan liar (pungli) yang melibatkan Presiden Mahasiswa (Presma), yang dinilai tidak ditangani dengan serius oleh Ketua SEMA, Apriansyah.

Mahasiswa yang terlibat dalam aksi itu merasa bahwa Apriansyah telah gagal menjalankan tanggung jawabnya sebagai pengawas lembaga kemahasiswaan. Alih-alih mengambil tindakan tegas, Apriansyah terlihat diam, seolah menutup mata terhadap tindakan Presma yang merugikan hak-hak kemahasiswaan sekaligus membuat citra kampus menjadi buruk.

Kecurigaan semakin meningkat ketika diketahui bahwa Apriansyah dan Presma berasal dari partai mahasiswa yang sama, Partai Integritas Mahasiswa (Pintas).

Di partai tersebut, Presma menjabat sebagai ketua, sementara Apriansyah mengisi posisi sekretaris jenderal. Hubungan yang begitu dekat ini menimbulkan dugaan kuat adanya kolusi antara keduanya.

Aliansi Peduli Kebijakan merasa bahwa dugaan kolusi ini tidak hanya melanggar etika, tetapi juga mencederai moralitas kepemimpinan di lingkungan kemahasiswaan. Mereka menilai, seharusnya para pemimpin organisasi mahasiswa menjaga integritas, transparansi, serta profesionalisme dalam menjalankan amanah yang telah diberikan.

Di tengah kerumunan aksi, Idul, seorang mahasiswa yang menjadi koordinator lapangan, dengan lantang berbicara di hadapan peserta aksi.

“Ini bukan sekadar soal penyegelan ruangan,” katanya dengan tegas. “Ini adalah bentuk kekecewaan kami terhadap lembaga kemahasiswaan yang sudah tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Mereka seharusnya menjadi pengawas, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.”

Dengan penuh emosi, Idul melanjutkan bahwa lembaga kemahasiswaan yang semestinya menjadi corong suara mahasiswa kini tidak lagi bisa diandalkan.

“Kami menuntut mereka bertindak sesuai aturan yang berlaku. Dugaan pungli ini tidak bisa dibiarkan begitu saja,” tambahnya, sembari meneriakan “hidup mahasiswa, panjang umur perlawanan”.

Kejadian ini sontak menarik perhatian pihak rektorat. Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, dalam tanggapannya, menyebutkan bahwa tindakan dugaan pungli yang dilakukan oleh Presma sangat bertentangan dengan regulasi yang ada baik secara institusi internal IAIN maupun secara perundang-undangan.

“Kami di rektorat sangat menyesalkan kejadian ini,” ujarnya. “Pungli bukan hanya melanggar aturan kampus, tapi juga hukum pidana. Kami minta SEMA segera mengusut kasus ini dan mengambil tindakan tegas. Jika benar terbukti, sanksi harus dijatuhkan tanpa pandang bulu”, tegasnya dengan menunjukkan ekspresi yang serius.

Namun, sampai sore hari, kantor Sema dan Dema masih tertutup tanpa tanda-tanda kehidupan dari dalamnya. Upaya Tim Objektif untuk menghubungi Apriansyah dan Presma tak membuahkan hasil.

Kasus ini tidak hanya menjadi perbincangan hangat di kampus, tetapi juga membuka ruang diskusi yang lebih luas tentang pentingnya transparansi dan tanggung jawab di dalam lembaga kemahasiswaan.

Peristiwa ini mesti menjadi catatan penting ditengah hiruk-pikuk aktivitas akademik, mahasiswa kini harus secara kritis menyadari bahwa kepemimpinan di organisasi mereka tidak sekadar tentang program atau kegiatan, tetapi juga soal menjaga amanah, integritas, dan nama baik institusi yang mereka cintai.

Penulis: Hajar86 dan Nurminal Faizin/anggota muda
Editor: Tim Redaksi

IAIN Kendari Dinilai Abaikan Keluarga Wisudawan: Pelayanan Buruk, Kebahagiaan Terenggut?

Kendari, Objektif .id – Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari kali ini menggelar wisuda di dalam kampus, yang akan terselenggara selama,Rabu – kamis, 16 – 17 Oktober 2024. Namun, pada wisuda kali ini alih-alih menjadi kebanggaan secara kolektif bagi keluarga wisudawan nyatanya justru menimbulkan kekecewaan.

Sebab Wisuda, yang semestinya menjadi momen sukacita bagi seluruh keluarga, malah dinilai buruk karena minimnya fasilitas yang disediakan, dalam hal ini tidak adanya monitor luar gedung pelaksanaan wisuda.

Wisuda ke XIII ini digelar di Gedung Ballroom Multimedia IAIN Kendari, yang kemudian dalam prosesi pelaksanaannya dibayang-bayangi oleh satu masalah krusial: keterbatasan kapasitas ruang yang sempit membuat pihak kampus dengan ringan tangan membatasi jumlah pendamping wisudawan hanya dua orang.

Umumnya, memang hanya orang tua yang diizinkan masuk, sementara sanak saudara lainnya, yang juga ingin berbagi momen penting ini, terpaksa menunggu di luar dengan hati gelisah.

Akan tetapi karena tidak adanya layar monitor yang disediakan diluar, pihak Keluarga merasa kecewa karena mereka yang selama ini mendukung perjuangan akademik para wisudawan kini dipaksa menelan kenyataan pahit: tidak semua bisa menyaksikan langsung puncak perjuangan tersebut.

Seperti yang disampaikan salah satu sanak keluarga wisudawan, Wahyuni, yang dengan antusias ingin menyaksikan langsung wisuda kerabatnya, namun dia kecewa berat. “Wisuda ini momen yang sangat penting, tapi kami tidak diberi kesempatan melihatnya. Kenapa tidak ada layar monitor di luar ruangan? Di kampus lain mereka menyediakan, tapi di sini? Tidak ada!”, ungkapnya dengan nada kecewa, Rabu (16/10/2024).

Padahal wisuda bukan sekadar seremonial akademik; bagi sanak keluarga, ini adalah momen kebahagiaan yang seharusnya bisa dirasakan bersama. Namun, kampus seakan lupa bahwa wisuda adalah lebih dari sekadar pengumuman kelulusan.

Senada dengan itu, Aditya Radika juga merasakan kekecewaan serupa. Dia tidak bisa masuk untuk melihat istrinya diwisuda, ia merasa dipinggirkan di saat yang seharusnya menjadi hari yang paling membahagiakan. “Wisuda adalah momen tak tergantikan, terutama bagi kami yang punya pasangan. Ini sangat mengecewakan, seolah kami tak dianggap,” keluhnya dengan raut wajah yang kehilangan semangat.

Seharusnya, solusi sederhana seperti menempatkan monitor di luar ruangan dapat menjadi jembatan bagi sanak kerabat yang terpaksa menunggu. Tetapi, sayangnya, itu pun luput dari perhatian pihak kampus. Tidak adanya monitor membuat keluarga yang menunggu di luar hanya bisa menebak-nebak apa yang sedang terjadi di dalam, kehilangan momen yang mungkin tak akan terulang seumur hidup.

Dengan keluhan tersebut, semakin memperlihatkan betapa abainya IAIN Kendari dalam memahami esensi dari wisuda sebagai perayaan bersama. Seperti tidak tersedianya monitor sebagaimana yang dikeluhkan oleh sanak keluarga wisudawan.

Menanggapi keluhan tersebut, Direktur Pascasarjana IAIN Kendari hanya bisa menyatakan bahwa masalah ini sudah “dibahas”. Sebuah jawaban yang dingin dan klise, ketika kebahagiaan keluarga dipertaruhkan, apa cukup sekadar pembahasan tanpa tindakan nyata? Sebab telah dibahas dalam rapat sebelumnya, soal mengenai perlengkapan monitor untuk menayangkan prosesi wisuda.

Akan tetapi pernyataan terkait pembahasan penyediaan monitor itu, justru berbanding terbalik dengan keluhan sanak keluarga serta fakta yang terjadi di lapangan. Bahwa memang tidak ada monitor yang tersedia.

Sementara itu, panitia perlengkapan, yang menolak disebut namanya, dengan gamblang menyatakan bahwa mereka hanya bekerja dengan apa yang disediakan.

Lalu, siapa yang bertanggung jawab atas pelayanan wisuda yang dinilai gagal oleh keluarga wisudawan? Siapa yang akan memastikan bahwa di masa depan, keluarga para wisudawan sudah bisa menikmati fasilitas yang memadai tanpa ada keluhan lagi?

Meski begitu, panitia mencoba meyakinkan jika pihak kampus menyampaikan bahwa di masa mendatang, fasilitas akan diperbaiki.

“Bukan hanya monitor, Insya Allah ke depannya juga akan disediakan tempat khusus bagi keluarga agar mereka bisa menyaksikan prosesi wisuda secara langsung,” ujar perwakilan panitia dengan kata-kata yang semoga tidak terdengar hanya sebagai penghiburan belaka atau tepatnya sebagai bahasa penenang.

Apakah janji tersebut akan ditepati? Atau ini hanya sekadar janji kosong untuk meredam gelombang kekecewaan? Hanya waktu yang bisa menjawab. Yang jelas, momen berharga bagi keluarga para wisudawan kali ini tidak mereka rasakan karena tidak menyaksikan prosesinya secara langsung. Tentu ini harus menjadi atensi secara khusus bagi pihak kampus.

Penulis: Hajar86 dan Dimas/Anggota muda
Editor: Andi Tendri

Mandulnya Menajemen Anggaran DEMA IAIN Kendari: Bendahara Umum Hanya Jadi Nama Pajangan

Kendari, Objektif.id – Masalah transparansi dalam pengelolaan anggaran di Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari kembali menjadi sorotan.

Belum usai masalah anggaran Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) yang diduga pungli. Kali ini, beredar informasi bahwa Ketua Dema IAIN Kendari, Ibnu Qoyyim tidak memberikan kuasa kepada Bendahara Umum Irna untuk memegang anggaran.

Isu itu, mencuat dari pernyataan salah seorang pengurus DEMA-I yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan bahwa Bendahara Umum, yang seharusnya memegang kendali atas anggaran lembaga, justru tidak pernah diberikan akses untuk mengelola dana.

“Iya betul Presma (Ibnu Qoyyim) sendiri yang sampaikan kepada kami pada saat rapat pengurus pada Minggu (13/10) lalu” ujar salah satu pengurus kepada awak media, Selasa (15/10).

Ketua DEMA-I, Ibnu Qoyyim, mengakui adanya “kecacatan” dalam internal pengurus DEMA. Ia mengonfirmasi bahwa ia memang tidak memberikan wewenang kepada bendahara untuk memegang anggaran.

“Memang betul saya tidak memberikan anggaran kepada bendahara, dan ini memang salah satu kecacatan yang terjadi di internal kami,” kata Ibnu Qoyyim tanpa ragu.

Namun, Ibnu berdalih bahwa setiap proses pengeluaran anggaran selalu dilaporkan kepada bendahara. Ia juga menegaskan bahwa anggaran akan diberikan pada saat kegiatan tertentu saja.

“Setiap kegiatan, saya laporkan pengeluaran dan pemasukan kepada bendahara. Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, hal ini sudah biasa terjadi,” tambahnya.

Konyolnya, Ibnu membeberkan terkait anggaran yang tidak di pegang oleh bendahara akan ia berikan ketika akan di laksanakan kegiatan.

“Terkait itu akan kita berikan nanti pada saat kegiatan selanjutnya dan anggaran tersebut tidak akan saya sentuh,” pungkasnya, Minggu (13/10).

Repoter: Anggun (Anggota Muda)

Editor: Redaksi

Drama Sabotase Ala DEMA IAIN Kendari, Konflik atau Miskomunikasi?

Kendari, Objektif.id – Drama politik kampus kembali mengudara, kali ini lagi-lagi datang dari panggung DEMA IAIN Kendari.

Katanya sang aktor utamanya, Ibnu Qoyyim, Presiden Mahasiswa sekaligus Ketua Partai Integritas Mahasiswa (Pintas), dikabarkan menambah bumbu konflik dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Muhammad Arya Saputra.

Dengan jurus andalannya, Ibnu diduga “mengambil alih” peran Sekjen tanpa mengikuti prosedur baku. “Ah, ini semua cuma miskomunikasi,” kata Ibnu, seolah konflik besar hanya urusan salah kirim chat.

Yang lebih menarik, Arya Saputra mendapati dirinya terdepak dari grup WhatsApp Pengurus. Tentu saja, ini bukan grup gosip biasa, melainkan ruang diskusi formal.

Tapi Ibnu punya alasan ciamik: “Kantor DEMA disegel tanpa sepengetahuan saya.” Alasan yang mungkin bisa masuk nominasi dalih terbaik tahun ini.

Surat rapat pun katanya tiba-tiba muncul tanpa sekjen tahu-menahu. Ini yang disebut “evaluasi kinerja”, atau lebih tepatnya: evaluasi bagaimana mengelola konflik secara efektif tanpa komunikasi.

Mahasiswa IAIN Kendari kini terbelah antara dua kubu: satu kubu sibuk mencari kebenaran di balik segel misterius, yang lain menikmati drama internal ini sebagai hiburan kampus tanpa tiket masuk.

Di tengah riuh sampah ini, mungkin ada baiknya mengingat bahwa organisasi mahasiswa bukan sekadar panggung drama personal, melainkan wadah aspirasi. Atau setidaknya, begitulah teorinya.

Begitu, kawan-kawan mahasiswa, selamat menyaksikan episode berikutnya. Tetaplah waspada, karena segel kantor bisa datang kapan saja, dan tanpa pemberitahuan lebih dulu.

Penulis: Indra Rajid ( Anggota Muda)

Editor: Tim Redaksi

Potongan Anggaran HMPS IAIN Kendari: Klarifikasi Presma Dibantah Pihak Bank, Pungli Terungkap?

Kendari, Objektif.id – Presiden Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari, Ibnu Qoyyim, memberikan klarifikasi terkait tudingan pungutan liar (pungli) terhadap anggaran beberapa Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS).

Dalam wawancara eksklusif, Ibnu mengakui adanya pemotongan anggaran, namun ia berdalih bahwa potongan tersebut berasal dari biaya administrasi bank.

“Benar memang ada pemotongan anggaran HMPS. Jadi terkait pemotongan anggaran HMPS itu bukan dari DEMA sendiri tetapi memang betul ada uang admin. Terkait dengan HMPS kenapa dia pemotongan anggarannya agak besar karena kemarin itu bukan satu atau dua HMPS kita tarikan tetapi banyak HMPS dan jumlahnya itu hampir Rp 200 juta,” ujar Ibnu saat ditemui di Kantor DEMA IAIN Kendari pada Minggu (13/10/2024).

Ibnu menjelaskan bahwa jumlah potongan tersebut berbeda-beda, antara SEMA-I dan HMPS, tergantung jumlah anggaran yang dicairkan.

“Jadi anggaran SEMA-I, itu terpotong Rp 80 ribu, dengan jumlah anggaranya itu Rp 50 juta sedangkan HMPS saya tarik hampir Rp 200 juta,” jelas Ibnu.

Lebih lanjut, ia juga membeberkan alasan terkait mengapa ada pemotongan anggaran yang tidak dilakukan dibeberapa HMPS lain, dikarenakan kondisi dirinya yang sedang sakit.

“Pemotongannya itu di teler Bank, jadi kenapa kemudian ada beberapa HMPS yang terpotong karena saat itu saya sedang sakit dan memang posisi oprasi mata dan saat itu didesak oleh ketua-ketua HMPS untuk dicairkan anggarannya, kemudian anggarannya saya cairkan dengan admin masing-masing Rp.183.000. dan dibulatkan menjadi Rp.200.000, atas kesepakatan ketua-ketua HMPS,” ungkapnya Ibnu.

Kendatipun demikian, dari hasil penelusuran objektif.id mengungkap fakta yang berbeda. Saat mendatangi kantor Bank BNI Cabang Lepo-lepo, tempat pencairan anggaran dilakukan, pihak bank justru membantah adanya potongan biaya administrasi seperti yang disebutkan oleh Ibnu.

“Kalau ada penarikan sebesar Rp200 juta, jumlah yang diterima pas Rp200 juta tanpa ada potongan,” jelas teller di Bank BNI, Rezki pada Senin (14/10/2024).

Pernyataan ini diperkuat oleh keterangan petugas keamanan, Aril, yang menjelaskan prosedur pencairan dana hanya memerlukan formulir kecil dan tanda tangan.

“Prosedur pencairan hanya perlu kwitansi penarikan dan tanda tangan yang cocok. Tidak ada biaya tambahan, apalagi pengecekan mata atau scanning seperti yang diklaim,” tambah Aril.

Tentunya penjelasan dari pihak bank ini memunculkan kontradiksi dengan pernyataan yang disampaikan oleh Ibnu. Jika benar tidak ada potongan biaya administrasi dari pihak bank, maka alasan yang diberikan oleh Ibnu terkait pemotongan anggaran perlu ditinjau kembali. Tuduhan pungli terhadap anggaran mahasiswa kini semakin mengemuka.

Klarifikasi dari presiden mahasiswa yang mengaitkan potongan anggaran dengan kondisi kesehatannya juga menimbulkan tanda tanya, terutama karena pihak bank menegaskan bahwa proses pencairan tidak memerlukan pemeriksaan khusus yang melibatkan kesehatan seperti yang disampaikan Ibnu.

Diberitakan sebelumnya, Minggu (13/10/2024) beberapa HMPS IAIN Kendari salah satunya HMPS Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), HMPS Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), dan HMPS lainnya, mengalami pemotongan anggaran yang diduga dilakukan oleh Presiden Mahasiswa IAIN Kendari, Ibnu Qoyyim.

Pemotongan anggaran tersebut sebesar Rp 200.000 dari total dana Rp 10.000.000 yang seharusnya mereka terima.

Ketua HMPS KPI, Fadli, menyatakan kecewa dengan pemotongan tersebut, yang ia nilai sebagai pungutan liar dengan dalih biaya administrasi.

Fadli menegaskan bahwa dana yang seharusnya diterima sebesar Rp 10.000.000, namun hanya diberikan Rp 9.800.000.

“Pada saat itu Presiden Mahasiswa Ibnu Qoyyim yang dia berikan itu sebanyak Rp. 9.800.000 saat itu saya kaget, dan saya tanya sisanya (Rp. 200.000). itu kemana lalu dia jawab ‘sisanya itu seperti HMPS lainnya uang tersebut masuk sebagai pajak atau biaya admin’,” ujar Fadli, saat dihubungi tim objektif.id, Minggu (13/10/2024).

Senada dengan itu, Ketua HMPS BPI, Mulki Alwali, juga mengkritik pemotongan dana yang ia nilai tidak wajar. Ia menegaskan bahwa pemotongan sebesar Rp 200.000 tanpa alasan yang jelas terindikasi sebagai pungli.

“Untuk alasan dipotongnya anggaran untuk biaya admin dan saya rasa untuk potongan 200.000 terlalu besar jumlahnya,” ujarnya.

Sumber lain dari HMPS PGMI, yang meminta namanya tidak disebutkan, mengungkapkan hal serupa. Dana yang diterima hanya Rp 9.800.000 dengan alasan pemotongan untuk biaya administrasi, namun tanpa penjelasan rinci.

Penulis: Faiz (Anggota Muda)

Editor: Tim Redaksi

Kelestarian Lingkungan Desa Sama Subur Diambang Jurang Akibat Aktivitas PT OSS, Ketua SEMA FASYAH IAIN Kendari Angkat Bicara

Motui, Objektif.id – Ketua SEMA Fakultas Syariah (FASYAH) IAIN Kendari Muhammad Ikbal menyoroti dampak kerusakan lingkungan dari aktivitas PT Obsidian Stainless Steel (OSS) terhadap masyarakat Desa Sama Subur, Kecamatan Motui, Kabupaten Konawe Utara. Pada, Selasa (23/7/2024)

Sebelumnya, PT Obsidian Stainless Steel adalah anak perusahaan dari Xiangyu Group dan Delong Group, yang bergerak dalam bidang peleburan nikel dan pembuatan baja tahan karat yang berpusat di DKI Jakarta dan tersebar di beberapa daerah di Sulawesi Tenggara.

Ikbal mengungkapkan kekhawatirannya tentang dampak negatif yang timbul akibat perusahaan tersebut. Dengan banyaknya warga Desa Sama Subur yang datang berkeluh kesah kepadanya.

“Kebetulan saat ini saya sedang melakukan program KKN reguler ke Desa Sama Subur dan ternyata selama berada di tempat ini banyak masyarakat mengeluhkan tentang aktivitas PT OSS yang menyebabkan tempat budidaya ikan mereka tercemar terlebih mereka mayoritas bekerja sebagai petambak ikan,” ungkapnya

Lanjut, ia juga menyerukan agar pihak PT OSS segera melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam hal ini Corporate Social Responbility (CSR). Jika tidak, maka akan dikenai sanksi sesuai dengan UUPT No. 40 Tahun 2007 Pasal 74 ayat (3) Jo PP No. 47 Tahun 2012 yang berbunyi “perseroan yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Ketgam: Kondisi perairan sungai warga Desa Sama Subur saat ini. Foto: Ist.

Selain itu, Ikbal juga meminta dengan tegas kepada pimpinan DPRD Kabupaten Konut untuk segera mencarikan solusi masyarakat melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP).

“Kemarin, saya mengunjungi kantor DPRD kabupaten Konawe Utara atas izin dari kepala Desa dan Ketua BPD untuk mewakili aspirasi seluruh masyarakat namun, setibanya di sana, tidak ada satupun anggota DPRD yang hadir, oleh karena itu, saya titipkan surat permintaan RDP ini ke KTU,” tuturnya

Sementara itu, Salah satu warga setempat, Abdul Waris membenarkan bahwa semenjak adanya PT OSS ini kualitas ikan mereka mengalami penurunan yang signifikan.

“Dampaknya sungguh merugikan kami, yang mana pertumbuhan ikan budidaya kami menjadi tidak seperti dulu lagi,” jelasnya

Ketgam: Kondisi tempat budidaya ikan warga Desa Sama Subur saat ini. Foto: Ist.

Di sisi lain, Kepala Bagian Tata Usaha (KTU) DPRD Kabupaten Konut, Hasbullah, akan memberikan informasi lanjutan terkait surat rekomendasi yang diberikan.

“Ketika sudah ada keputusan dari pimpinan mengenai ketetapan waktu untuk RDP, maka saya akan segera menginformasikan karena ini merupakan masalah yang serius,” pungkasnya

 

Penulis: Novasari
Editor: Redaksi

Wakil Ketua II SEMA IAIN Kendari Soroti Dugaan Penyimpangan Dana Desa di Tinakin Laut

Kendari, Objektif.id – Wakil Ketua II Senat Mahasiswa IAIN Kendari, Muh. Alhafizh, menyoroti tindakan masyarakat yang melakukan penyegelan terhadap kantor desa Tinakin Laut, kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Laut, Sulawesi Tengah.

Menurutnya, tindakan penyegelan ini dilakukan sebagai bentuk kritik masyarakat atas dugaan penyalahgunaan dana desa yang dilakukan oleh aparatur desa.

“Penyalahgunaan dana desa bertentangan dengan hukum karena melanggar Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2014, apabila terbukti adanya penyalahgunaan dana desa, pihak yang bertanggung jawab dikenai sanksi sesuai hukum yang berlaku,” Kata Alhafizh. Selasa, (10/7/2024)

Ia juga menekankan kepada pemerintah desa untuk transparansi dan akuntabilitas terkait penggunaan dana desa kepada masyarakat untuk mencegah penyalahgunaan. Sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.

“Kepercayaan bagaikan perekat yang mengikat pemerintah dan masyarakat untuk menjaga efektivitas hukum dan ketertiban sosial, oleh karena itu, Pemerintah desa perlu membuka saluran komunikasi yang efektif kepada masyarakat,” ungkapnya

Lanjut, Alhafizh meminta kepada Pemda Banggai Laut untuk tidak hanya fokus pada pembangunan fisik, tetapi juga memperhatikan aspek pengelolaan keuangan desa.

“Bupati Banggai Laut harus mengevaluasi kinerja pemerintah desa untuk memastikan bahwa dana desa digunakan dengan tepat sasaran buat kepentingan masyarakat,” tegasnya

Selain itu, ia juga berharap pemerintah daerah dan desa harus menjunjung tinggi supremasi hukum demi terwujudnya tatanan kehidupan masyarakat yang sejahtera.

“Dengan adanya kerjasama dan transparansi, serta akuntabilitas oleh para aparatur daerah dan desa maka, kabupaten Banggai Laut dapat membangun desa-desa yang maju dan sejahtera,” pungkasnya

Sebagi informasi, dikutip dari cyber-nasional.com bahwa masyarakat desa Tinakin Laut telah melakukan aksi unjuk rasa sebanyak lima kali berturut-turut sejak 2013-sekarang terkait dugaan penyelewengan anggaran DD dan ADD sebesar Rp420 juta yang dilakukan oleh kepala desa Tinakin Laut.

 

Penulis: Tesa Ayu Sri Natari 
Editor: Redaksi

Polemik Beasiswa Konawe: HIPMAKAP Desak Pemda Tinjau Ulang Kebijakan

Kendari, Objektif.id – Kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Konawe terkait penyaluran beasiswa bagi mahasiswa asal Konawe yang berkuliah di Jakarta menuai protes dari Himpunan Pelajar Mahasiswa Kecamatan Kapoiala (HIPMAKAP). Senin, (8/7/2024)

Ketua Umum HIPMAKAP, Madan Kurniawan, menyampaikan kekecewaannya terhadap kebijakan tersebut yang dinilai diskriminatif.

“Kebijakan ini sangat tidak adil bagi kami yang juga berstatus sebagai mahasiswa asal Konawe. Kami yang berkuliah di Kendari seolah diabaikan oleh pemerintah daerah, padahal kami sama-sama berasal dari sana,” Kata Madan. pada Sabtu, (6/7)

Ia menekankan bahwa Pemda Konawe dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Konawe harus memperlakukan semua mahasiswa sama rata tanpa memandang tempat mereka menempuh pendidikan.

“Kami ingin mendapatkan kesempatan yang sama seperti mahasiswa lain, mengingat wilayah kami memiliki perusahaan mega industri yang berkontribusi besar terhadap APBD Kabupaten Konawe, sayangnya kami tidak merasakan manfaatnya sama sekali,” ungkapnya

Selain itu, Madan juga mengkritik penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) bidang pendidikan yang merugikan mahasiswa di Kendari.

“Untuk itu, kami mohon kepada Bupati Konawe tidak memandang sebelah mata mahasiswa Konawe di Kendari, terutama yang berada pada sekitar perusahaan, kami juga berhak mendapatkan perhatian khusus terhadap sumber daya di wilayah kami,” tegasnya.

Terakhir, Ia meminta adanya perubahan kebijakan yang lebih inklusif dan adil, serta perlu adanya perhatian yang setara bagi seluruh mahasiswa asal Konawe.

“Kami adalah bagian dari Kabupaten Konawe dan berhak mendapatkan perlakuan yang setara,” pungkasnya

 

Penulis: Tesa Ayu Sri Natari 
Editor: Redaksi

HMI Komisariat Abu Ubaid IAIN Kendari Gelar Dialog Kritis, Soroti Kesenjangan Integritas dan Tantangan Harmonisasi Kampus

Kendari, objektif.id – HMI Komisariat Abu Ubaid, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari, menggelar dialog progresif dengan tema “Independensi Perjuangan Mahasiswa Keharusan Universal Melawan Arogansi dan Komersialisasi dilingkungan Pendidikan”.

Kegiatan ini dilaksanakan di pelataran FEBI IAIN Kendari dengan menghadirkan provokator aktivis. pada Jum’at, (05/7/2024)

Ketua HMI Komisariat Abu Ubaid, Fahmi Ilman mengatakan dialog tersebut berangkat dari adanya kesenjangan integritas di antara lembaga kemahasiswaan, institusi kampus, serta dosen dan mahasiswa di IAIN Kendari.

“Ada beberapa peristiwa yang terjadi di lingkungan kampus IAIN Kendari yang menggambarkan kesenjangan itu, dan tentu hal ini sangat disayangkan serta menjadi PR kita bersama sebagai,” Kata Fahmi saat diwawancarai melalui via WhatsApp.

Fahmi, juga berharap agar integritas kampus IAIN Kendari dapat diperkuat untuk menciptakan lingkungan yang kokoh dalam ukhuwah islamiyah, serta mampu diimplementasikan oleh seluruh mahasiswa dan dosen di kampus tersebut.

Selanjutnya, Aktivis mahasiswa IAIN Kendari, Wahyudin Wahid mengungkapkan, bahwa civitas akademika kampus tidak kritis terhadap isu-isu yang merugikan banyak orang. Dia menyoroti bahwa orientasi dosen dan kampus saat ini lebih fokus pada percepatan akreditasi dan reputasi institusi daripada pengembangan pemikiran kritis mahasiswa.

“Lingkungan kampus, terdiri dari dosen dan mahasiswa yang mana dituntut untuk berpikir kritis ironisnya malah kebalikannya karena telah terjebak iming-iming dan doktrin dosen sehingga mereka terkungkung dalam ketakutan untuk menyuarakan pendapat,” ungkapnya

Selain itu, dia juga menekankan pentingnya mahasiswa kritis terhadap budaya dan nilai kampus. Dan menegaskan bahwa Al-Qur’an dan hadits adalah sumber kebenaran utama dalam civitas akademika.

Selaras dengan hal tersebut, Presiden Mahasiswa IAIN Kendari, Ibnu Qoyyim menuturkan bahwa lembaga kemahasiswaan baik ditingkat fakultas maupun institut berperan penting dalam mengatasi kendala mahasiswa.

“Jika di masa depan kalian menemukan kendala di fakultas atau institut, ikuti alur penyelesaian yang tepat, laporkan kepada lembaga kemahasiswaan di tingkat fakultas terlebih dahulu, Jika tidak terselesaikan, baru beralih ke tingkat institut, Namun, kalau tidak mendapatkan solusi apapun bahkan melalui jalur alternatif maka bakar saja ini kampus,” tuturnya

Sementara itu, Koordinator BEM Se-Sultra, Ashabul Akram, membeberkan Pemantapan teknis di IAIN Kendari menjadi kunci untuk mencapai keberlanjutan institusi dan pentingnya kepemilikan barang dan jasa oleh kampus untuk mendukung keberlangsungan operasional kampus.

“Dalam pembahasan teknis IAIN Kendari, pemantapan fasilitas seperti aula menjadi sorotan utama, perlu digarisbawahi bahwa tanggung jawab pemantapan ini terletak pada pemerintah, jadi ini menunjukkan adanya dua aspek penting dalam pembahasan teknis, yaitu substantif dan administratif,” bebernya

Di sisi lain, Ketua Umum Oasis Sultra, Danang Saputra menjelaskan harmonisasi kampus menjadi kunci utama dalam menghadapi tantangan politik dan rekonsiliasi antar faksi. Dia juga menggarisbawahi pentingnya membangun solidaritas sosial untuk memperkuat ikatan emosional dalam tatanan sosial kampus.

“Kampus ini dapat dianalogikan sebagai miniatur masyarakat negara, di mana seluruh elemen, termasuk mahasiswa, profesor, dan dosen, saling berinteraksi dan berkontribusi untuk menciptakan lingkungan akademik yang harmonis,” tutupnya.

 

Penulis: Rachma Alya Ramadhan 
Editor: Redaksi