Objektif.id
Beranda INTERPRETASI Opini Berontak Pada Mereka adalah Arah Juang Kaderisasi

Berontak Pada Mereka adalah Arah Juang Kaderisasi

Ilustrasi Perlawanan, Foto: Kompasiana.com

Penulis: Hajar 

Sejenak harus kita tinjau ulang apa yang telah diperbuat dalam mengorbankan segala hal demi sebuah capaian yang perlahan-lahan merongrong keharmonisan, sehingga kita plin-plan untuk berbincang. Tak seperti biasa, padahal kita dipertemukan ketika ada kebisingan untuk saling melengkapi.

Namun mengapa akhir-akhir ini, semuanya seperti ribut akan ketenangan, tetapi secara diam-diam timbul semacam ketegangan agar tidak mengenal apa lagi untuk saling mengenang.

Salah satu Komisariat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Kota Kendari, di dalamnya pernah terekam banyak jejak kaki para kader yang menyimpan gagasan dan menuntut keadilan dalam berproses, namun keadilan penyampaian akan ide itu seperti ditunda. Bahkan tidak untuk ditepati melainkan sengaja dikhianati.

Tempat yang seharusnya menjadi sentrum peradaban idealis tumbuh, kini sedang di ambang pengikisan moral. Bagaimana tidak, hal-hal yang begitu pragmatis mulai menjadi nomenklatur baru dalam sistem belajar mengajar hingga berimbas sampai ke akar yang pada akhirnya menjadi sebuah ideologi baru sebagai pedoman untuk menciptakan kader proposal (minim gagasan) yang lebih mementingkan arahan senior yang belum teruji validitasnya ketimbang kejernihan pemikiran dalam melihat problem secara objektif. Sehingga ratusan kader yang menjadi tumbal akibat perbuatan pragmatis para neneor sekarang terlunta-lunta dibanyak tempat dengan harapan hidup yang kian suram.

Di atas hamparan kejahatan itulah protes dan perlawanan dilantunkan. Kader yang merasa dirugikan mencuatkan sikap yang sudah puluhan tahun dipendam, kembalikan proses kaderisasi yang ideal, hancurkan pola pengkaderan yang membelenggu kemerdekaan berpikir setiap kader.

Sistem yang kita pakai sejatinya sudah usang, semakin konservatif. Kita terkadang heran dengan Para neneor ini. terlalu takut kehilangan ritme permainan, padahal mereka yang mengajarkan kita membaca buku-buku teori sosial, konflik sosial, sejarah pemberontakan dan bacaan radikal lainnya.

Seharusnya sesepuh-sesepuh ini bangga dengan hasil produk yang ia ciptakan, artinya mereka berhasil menjadi seorang guru sebab ada pertentangan pikiran yang terjadi. Semua akan menjadi nol resultannya ketika yang diajar (Adinda) tidak lebih maju satu langkah dari yang mengajar (Wakanda). Tetapi terkadang para Wakanda ini selalu menggiring hal-hal yang bejat terhadap adinda-adindanya yang ingin maju satu langkah dari pendahulunya. Lagi-lagi mereka takut kehilangan ritme permainan.

Mengutip apa yang dikatakan ayahanda Lafran pane “kita diajak berHMI bukan untuk diperintah, kita diajak berHMI untuk berpikir dan bergerak. Sebab, diperintah itu adalah ciri kader HMI yang tidak menjaga nilai independensinya.” Olehnya itu, sesungguhnya Kaderisasi adalah proses yang dinamis.

Sudah sepatutnya, guru (wakanda) tidak kaku pada setiap dinamika yang ada. Dunia pendidikan (kaderisasi) selalu mengalami perubahan, begitu juga dengan praksis pendidikan dan proses pembelajarannya. Biarkan subjek pendidikan tumbuh dan berkembang dalam proses pendidikannya. Kakanda tidak untuk memberikan kontrol, tetapi memandu jalannya para adinda mencapai puncak jati diri mereka sendiri.

Dalam banyak kasus, jantung perkaderan hari ini tidak dijadikan sebagai tempat ternak pikiran yang revival. Dan itu sejalan dengan kritik Paulo freire terhadap pola pendidikan, ia mengatakan “Sekolah atau apapun itu yang didalamnya terdapat pola pendidikan (kaderisasi) selama ini hanya menjadi tempat “penjinakan”, yang memanipulasi peserta didik (Para Adinda) agar mereka dapat diperalat untuk melayani kepentingan kelompok yang haus akan kuasa. Seyogianya para wakanda ini sadar, bahwa apabila Tuhan saja yang maha mutlak membiarkan perbedaan dan pertengkaran pikiran tumbuh, maka mereka yang tidak bersifat mutlak jangan memaksakan keyakinannya untuk menolak perbedaan pendapat para kader lain yang ingin menumbuhkan Konsep dan gagasannya berkembang biak.

Seharusnya, Komisariat tidak dilibatkan dalam pusaran konflik berkepanjangan dari berbagai momentum konstelasi yang ada, sebab itu akan menghambat pola kaderisasi yang sudah lama dirawat oleh kader-kader yang mendedikasikan dirinya di dunia perkaderan dengan sungguh-sungguh melalui narasi hingga aksi yang humanistik.

Bagaimana mungkin kita akan belajar secara ideal, seperti yang dimaksud Jurgen Habermas “Proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri, yang mampu mencapai titik kulminasi aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri secara optimal,” Kalau pendidiknya (Senior) selalu merasa paling benar?

Disadari atau tidak bahwa di usia yang tak lagi belia HMI sudah jauh dari kata arah baru berdaya bersama, tentu dengan menelisik berbagai faktor dan indikator dari internal maupun eksternal HMI itu sendiri. 75 tahun, dalam kajian biologis itu bukan lagi usia yang cukup produktif untuk mencapai khita perjuangan idelogis tujuan HMI. Setiap kader akan bertanya sampai dimana resistensi HMI di tahun yang ke 75 ini, apalagi melihat segala polemik yang terjadi dalam tubuh HMI itu sendiri.

HMI mungkin tidak akan pernah menuju arah baru berdaya bersama, ketika pola lama masih menjadi kurikulum unggulan, kemudian menafikan gagasan bermutu para kader militan yang tidak jarang dipatahkan oleh mereka yang disebut neneor dan sejenisnya. Minimal kita banyak belajar dari berbagai peristiwa yang terjadi, paling tidak ada dua variabel yang akan muncul yaitu harapan serta kecemasan, dan Hari ini kecemasan lebih tinggi dari harapan. Ingat, menjaga HMI adalah merawat peradaban moral, mengedepankan nalar kritis intelektual yang sehat.

Sebenarnya Masih banyak yang ingin penulis narasikan, namun sepertinya ini sudah sedikit cukup untuk menggetarkan sebagian kader dengan sepenuh rasa, setengah rasa, bahkan yang sudah mati rasa. Entah, mungkin masih ada kader selain aku yang melihat dua warna itu (Hijau Hitam) perlahan mulai redup.

Penulis adalah mahasiswa aktif Intitut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari.


Eksplorasi konten lain dari Objektif.id

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan

Eksplorasi konten lain dari Objektif.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca