Menjemput Masa Depan: Seminar Bisnis Inovatif di Era Teknologi 5.0 Dorong Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa

Kendari, objektif.id – Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Manajemen Bisnis Syariah (MBS) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari sukses menyelenggarakan seminar bertajuk “Nuturing Creative Minds for Economics: Membangun Rencana Bisnis Inovatif di Era Teknologi 5.0” yang dilaksanakan di Aula Laboratorium Multimedia IAIN Kendari. Acara ini dihadiri lebih dari 150 mahasiswa dan dari berbagai universitas di Kendari. Pada Sabtu, 14 Desember 2024.

Seminar ini menjadi bukti nyata komitmen HMPS MBS IAIN Kendari dalam mengasah kemampuan mahasiswa untuk menjadi wirausahawan yang tangguh dan inovatif. Diharapkan, seminar ini dapat menginspirasi para peserta untuk berani bermimpi, berinovasi, dan membangun bisnis yang sukses di masa depan.

Ketua HMPS MBS IAIN Kendari, Rabiah Al-Adawiyah Yusuf, mengungkapkan alasan di balik penyelenggaraan seminar ini.

“Kami ingin memberikan edukasi kepada mahasiswa mengenai pentingnya merancang inovasi bisnis yang matang untuk bersaing di dunia bisnis masa depan,” ungkapnya.

Rabiah menekankan bahwa tujuan seminar ini adalah untuk mendorong kreativitas, inovasi, dan jiwa kewirausahaan di kalangan mahasiswa.

“Harapannya, mahasiswa dapat mengimplementasikan materi yang disampaikan dan mengembangkan nilai-nilai produk lokal agar dapat bersaing secara global,” tambah Rabiah.

Seminar ini menghadirkan narasumber inspiratif, Febriyansyah Ramadhan, Founder PT. Insan Mandiri Properti. Dalam pemaparannya, Febriyansyah menekankan pentingnya pemahaman mendalam tentang bisnis.

“Dalam bisnis, problem bukan hanya terjadi di dalam kegiatan, tetapi juga di luar. Semua itu harus kita maklumi,” ungkapnya.

Febriyansyah juga menyoroti bahwa seringkali, pembelajaran bisnis yang didapat tidak cukup mendalam.

“Tidak ada pembelajaran yang lahir dari kebenaran melainkan dari suatu kesalahan. Biasanya, kita harus mengalami kegagalan terlebih dahulu untuk bisa sukses,” jelasnya.

Lagi-lagi Febriyansyah mengingatkan bahwa dalam menjalani bisnis, tantangan dan kegagalan adalah hal yang wajar.

“Jangan heran jika banyak pelaku usaha yang mengalami kebangkrutan di awal. Itu adalah bagian dari proses belajar dalam berbisnis,” tegasnya.

Ia memberikan contoh sederhana: “Misalnya, ketika kita menjual barang, harga yang kita tetapkan bisa saja tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Kita harus belajar dari kesalahan dan terus beradaptasi dengan kondisi pasar.”

Serta Febriyansyah menekankan bahwa pentingnya pemahaman tentang bisnis, bukan hanya hitungan untung rugi, tetapi juga memahami dinamika dan strategi dalam menjalankan bisnis.

“Bisnis bukan hanya tentang angka, tetapi juga tentang memahami kebutuhan pasar, membangun strategi yang tepat, dan terus beradaptasi dengan perubahan,” jelasnya.

Seminar ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru bagi para peserta, sehingga mereka dapat lebih siap dalam menghadapi tantangan dunia bisnis yang semakin kompetitif, terutama di era teknologi 5.0.

Dengan antusiasme yang tinggi dari peserta, seminar ini berhasil menjadi platform diskusi yang produktif.

“Kami berharap kegiatan seperti ini dapat berlangsung secara berkala untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam merancang rencana bisnis yang inovatif,” tutup Rabiah Al-Adawiyah Yusuf.

Seminar ini menjadi bukti nyata komitmen HMPS MBS IAIN Kendari dalam mengasah kemampuan mahasiswa untuk menjadi wirausahawan yang tangguh dan inovatif. Diharapkan, seminar ini dapat menginspirasi para peserta untuk berani bermimpi, berinovasi, dan membangun bisnis yang sukses di masa depan.

Penulis: Rachma Alya Ramadhan

Editor: Maharani

KPUM Tetapkan Metode Semi Offline untuk Pemilma 2024

Kendari, Objektif.id – Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari mengadopsi metode semi offline dalam Pemilihan Mahasiswa (pemilma) tahun 2024. Keputusan ini diumumkan oleh Ketua KPUM, Rahmat, dalam wawancara eksklusif kepada Objektif, Kamis (12/12/2024).

“Untuk metode Pemilma tahun ini, kami akan menggunakan metode semi offline,” ujar Rahmat.

Rahmat menjelaskan bahwa metode semi offline merupakan gabungan antara sistem online dan offline. Dalam penerapan metode ini, proses voting yang sebelumnya dilakukan dengan kertas suara kini digantikan oleh sistem berbasis website Pemilma. Sistem ini diharapkan dapat memberikan pengalaman pemilihan yang lebih efisien sekaligus tetap mempertahankan keabsahan suara.

Dia merinci alur proses pemungutan suara yang telah dirancang. Pertama, calon pemilih diwajibkan hadir secara langsung di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Di sana, mereka harus menunjukkan identitas kepada Panitia Pemungutan Suara (PPS). Setelah identitas diverifikasi, pemilih login ke akun Sistem Informasi Akademik (SIA) mahasiswa mereka untuk mengakses menu Pemilma.

Kemudian, mereka akan menerima token dari petugas PPS yang digunakan untuk membuka akses ke sistem pemilihan. Setelah memilih kandidat atau partai yang diinginkan, pemilih menunjukkan bukti telah memilih kepada PPS dan saksi sebelum meninggalkan TPS.

Keputusan untuk menggunakan metode semi offline ini, lanjut Rahmat, telah melalui proses diskusi dan evaluasi yang matang. Seluruh anggota KPUM mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk kelebihan dan kekurangan metode ini, sebelum mengambil keputusan.

Salah satu keunggulan dari sistem ini adalah efisiensi proses voting dan akurasi data yang tercatat secara langsung di sistem. Namun, Rahmat juga mengakui adanya tantangan dalam memastikan semua suara yang masuk benar-benar berasal dari pemilih yang hadir di TPS.

“Kami memastikan semua suara yang masuk sesuai dengan data mahasiswa yang telah diverifikasi di TPS. Ini salah satu cara kami menjaga integritas dan transparansi pemilihan,” jelas Rahmat.

Selain itu, ia menyebut bahwa sistem semi offline dipilih karena memberikan fleksibilitas dalam mengakomodasi kebutuhan mahasiswa, terutama mereka yang mungkin memiliki kendala teknis saat proses pemilihan berlangsung. Dengan kehadiran fisik di TPS, KPUM juga dapat memastikan proses pemilihan berjalan lancar tanpa adanya kendala signifikan seperti gangguan jaringan internet.

KPUM juga telah menetapkan jadwal resmi untuk pelaksanaan pemilihan. Masa tenang berlangsung selama tiga hari, yaitu pada 13–15 Desember 2024. Pemungutan suara akan dilaksanakan pada 16 Desember 2024, diikuti oleh Kongres Senat Mahasiswa pada 18 Desember 2024. Seluruh tahapan ini dirancang untuk memastikan pemilihan berjalan sesuai prosedur yang berlaku.

Reporter: Khaerunisa & Alisa 

Editor: Hajar

Himbauan Wakil Rektor III IAIN Kendari: Jaga Kondusifitas dan Sukseskan Pemilma 2024

Kendari, Objektif.id – Wakil Rektor III Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari, Dr. Siti Fauziah, M.Pd., menghimbau seluruh mahasiswa dan elemen kampus untuk menjaga kondusifitas dan menyukseskan Pemilihan Mahasiswa (Pemilma) 2024 yang akan berlangsung pada 16 Desember mendatang.

“Kami berharap Pemilma ini berjalan dengan kondusif, aman, lancar, dan menciptakan pemilu damai,” kata Dr. Siti Fauziah.

Himbauan tersebut disampaikan dalam dua bentuk, lisan dan surat himbauan kepada seluruh fakultas dan mahasiswa. Dr. Siti Fauziah berharap semua mahasiswa berpartisipasi aktif dalam Pemilma.

“Gunakan hak suara Anda dengan sebaik-baiknya untuk memilih figur yang akan menjadi penyambung suara maupun aspirasi mahasiswa selama satu tahun menjadi pengurus lembaga kemahasiswaan,” tambahnya.

Dr. Siti Fauziah juga berharap Pemilma berjalan dengan aman, lancar, dan damai, serta dapat menyukseskan visi misi kampus.

“Siapapun yang terpilih, kita akan mendukung program-programnya untuk kepentingan mahasiswa, lembaga, dan menyukseskan visi misi Rektor,” pungkasnya.

Penulis: Zulkarnain

Editor : Maharani

Waktu Makin Mepet, Regulasi dan Sistem Website Tak Searah, KPUM Akui Dilema Cari Solusi

Kendari, Objektif.id – Euforia demokrasi mahasiswa tengah memuncak di IAIN Kendari. Tepatnya pada Kamis, 12 Desember 2024, masing-masing pendukung partai menyaksikan kampanye akbar Pemilihan Mahasiswa (pemilma) yang digelar dengan gegap gempita di pelataran gedung multimedia. Empat partai mahasiswa; Partai Restorasi Mahasiswa (Parma), Partai Pergerakan Demokrasi Mahasiswa Merdeka (Pandawa), Partai Serikat Mahasiswa Islam (Pasmi), dan Partai Student Organization Unbreakable (Soul), menggempur panggung dengan orasi penuh semangat, memamerkan visi-misi mereka untuk merebut hati pemilih.

Namun, di balik gegap gempita itu, ancaman besar membayangi pesta demokrasi mahasiswa karena Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM), sebagai penyelenggara utama, tengah terjepit di antara regulasi yang ketat dan realitas teknis yang sulit. Ketentuan dalam UU Pemilma Pasal 17, yang mewajibkan perhitungan suara dilakukan di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS), menghadirkan tantangan besar bagi KPUM.

Ketua KPUM, Abdul Rahmat, tak segan mengakui peliknya situasi ini. “Sistem dan website kami harus dirombak total jika ingin melakukan perhitungan suara di setiap TPS,” ujarnya dalam wawancara eksklusif, Kamis (12/122024).

Pernyataan ini menyoroti masalah mendasar: sistem penghitungan suara saat ini masih berbasis pada data institut dan fakultas, bukan TPS. Padahal, regulasi jelas-jelas mengharuskan penghitungan suara dilakukan mandiri di setiap TPS.

Sehingga dalam kondisi waktu yang kian mepet, KPUM terus menjalin komunikasi dengan pihak Teknis Informasi dan Pangkalan Data (TIPD) untuk mencari solusi. Sayangnya, jawaban yang diterima tidak memberi angin segar. “Perubahan sistem dimungkinkan, tapi butuh waktu yang lama,” ungkap Rahmat.

Abdul Rahmat juga menyatakan siap mengikuti regulasi yang ada jika ada keberatan dari partai. Namun, ia juga menegaskan bahwa hal itu hanya mungkin dilakukan jika sistem dapat segera diperbarui. “Kami sudah melakukan sosialisasi kepada semua partai terkait regulasi ini,” tambah Rahmat.

Namun, apakah partai-partai benar-benar percaya pada kemampuan KPUM untuk menjalankan regulasi tersebut? Di tengah keraguan yang mengancam kredibilitas pemilma.

Inti dari masalah ini terletak pada teknologi yang digunakan KPUM. Sistem saat ini dianggap tidak memadai untuk mengakomodasi penghitungan suara di setiap TPS. Perubahan sistem memerlukan pembaruan pada database, server, dan infrastruktur website, sebuah proses yang tidak hanya memakan waktu, tetapi juga sumber daya yang besar.

“Saat ini suara yang masuk berdasarkan data institut dan fakultas, bukan dari TPS,” jelas Abdul Rahmat. “Jika sistem tidak diubah, maka mustahil untuk memenuhi regulasi UU Pemilma Pasal 17.” Pernyataan ini memunculkan pertanyaan mendasar: mengapa sistem yang ada tidak dipersiapkan sejak awal untuk memenuhi regulasi yang ada.

Sementara itu, KPUM menyampaikan telah berkoordinasi dengan Wakil Rektor III IAIN Kendari dan pihak TPS untuk mencari solusi. Namun, sejauh mana koordinasi ini membuahkan hasil masih menjadi tanda tanya besar. Hingga kini, belum ada langkah konkret yang diumumkan kepada publik terkait upaya penyelesaian masalah teknis ini.

Pada pemilma IAIN Kendari 2024 sejatinya diharapkan menjadi tonggak demokrasi yang adil dan transparan di tingkat kampus. Namun, harapan ini bisa saja sirna jika tantangan teknis yang dihadapi KPUM tidak segera diatasi. Dengan waktu yang semakin sempit, KPUM harus bergerak cepat atau menghadapi risiko kehilangan legitimasi.

Penulis: Alisa Tri Julela
Editor: Hajar

10 Hari Menuju Pemilma, KPUM Masih Pusing Tentukan Metode Pemilihan

Istimewa

Kendari, Objektif.id – Tersisa 10 hari menjelang pemilihan umum mahasiswa (Pemilma) 2024 di IAIN Kendari, namun KPUM masih diperhadapkan dengan kebimbangan menentukan pelaksanaan teknis pemilihan tahun ini.

Ketua Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM), Rahmat, mengakui bahwa hingga saat ini belum ada kepastian tentang metode pemilihan yang akan digunakan pada pemilihan Senat Mahasiswa (Sema) yang dijadwalkan berlangsung 12 Desember 2024, dan kemudian disusul dengan pemilihan Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) pada 26 Desember 2024.

Kebingungan menentukan metode pemilihan ini terlihat memprihatinkan, mengingat Pemilma adalah agenda tahunan yang mestinya telah dirancang matang jauh hari. Akan tetapi, yang terjadi adalah KPUM tampak terombang-ambing untuk memilih metode apa yang akan digunakan nantinya.

“Kami masih berkomunikasi dengan TIPD dan pihak terkait lainnya untuk menentukan apakah pemilihan dilakukan secara online, semi-offline, atau offline,” ungkap Rahmat pada Senin, (2/12/2024). Sebuah jawaban yang terdengar seperti pengakuan bahwa persiapan dasar Pemilma masih jauh dari kata tuntas.

Bahwa berdasarkan hasil verifikasi berkas partai politik mahasiswa (parpolma) yang dilakukan oleh KPUM, dipastikan lima partai mahasiswa telah lolos untuk bertarung pada kontestasi pemilma tahun ini. Namun, hal itu justru terancam kehilangan atmosfer pertarungan demokratis jika ketidakpastian metode pemilihan menjadi tidak jelas.

Selain itu, Rahmat juga turut menyampaikan bahwa teknis pelaksanaan apapun yang digunakan, masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan.

“Baik online maupun offline, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Tapi yang utama adalah memastikan keadilan dan transparansi tetap terjaga agar kecurangan dan hal-hal merugikan lainnya dapat diantisipasi. Data pun tidak akan kami bocorkan sembarangan,” ucap Rahmat penuh keyakinan.

Pernyataan itu mungkin terdengar menenangkan. Tapi, apakah jaminan ini cukup? Dalam situasi di mana belum ada kejelasan teknis pelaksanaan pemilihan yang ditentukan oleh KPUM.

Ketidakjelasan ini tentunya memicu keresahan. Bagaimana mahasiswa bisa percaya pada proses demokrasi pemilma jika teknis pelaksanaannya saja belum jelas, dengan waktu menuju pemilma yang sangat dekat.

Di sisi lain, Rahmat berpendapat jika antusiasme mahasiswa terhadap Pemilma tahun ini disebut meningkat daripada sebelumnya. “Pergerakan politik mahasiswa semakin berkembang, ini menunjukkan demokrasi di kampus makin baik,” klaim Rahmat.

Namun, bagaimana demokrasi bisa berjalan dengan baik jika transparansi, dan kejelasan teknis menjadi tanda tanya? Oleh karena itu, antusiasme mahasiswa yang meningkat sebagaimana diklaim oleh KPUM, bisa saja berubah menjadi kekecewaan jika KPUM gagal menunjukkan keseriusan dalam menjalankan tugasnya.

Di tengah kendala yang dihadapi KPUM, mahasiswa berharap pemilma 2024 menjadi ajang pembelajaran politik, bukan sekadar rutinitas tahunan. momen politik kampus adalah pembelajaran yang bisa menjadi bekal bagi mahasiswa dalam memahami dan menjalankan demokrasi.

Akan tetapi harapan itu hanya akan menjadi slogan kosong jika KPUM tidak segera menunjukkan kinerja yang jelas dalam waktu yang semakin sempit. Terutama pada hal-hal dasar pelaksanaan pemilma. KPUM harus komitmen membuktikan bahwa Pemilma adalah ajang demokrasi sejati, bukan formalitas yang hanya mengisi kalender tahunan.

Penulis: Khaerunnisa & Alisa (anggota muda)
Editor: Hajar

Musabaqah Al-lughowiyyah Resmi dibuka dan dilanjutkan Dengan Seminar Bahasa

Kendari, objektif.id – Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Pendidikan Bahasa Arab (PBA) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari resmi menyelenggarakan kegiatan seminar kebahasaan sekaligus pembukaan Musabaqah Al-lughowiyyah dengan tema “Bahasa Arab sebagai Kunci Memahami Budaya dan Peradaban Islam” bertempat di Aula Perpustakaan IAIN Kendari, pada Rabu (20/11/2024)

Acara ini dibuka langsung oleh Kepala Prodi Pendidikan Bahasa Arab, Dr. Zulaeha S.ag., M.ag, dalam sambutannya, dia mengapresiasi antusiasme peserta dan panitia dalam menyukseskan Musabaqah Al-lughowiyyah.

“Semoga dengan diadakannya kegiatan ini, maka dapat menjadi wadah untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Arab, mempererat tali silaturahmi, dan menumbuhkan semangat kompetitif yang positif di kalangan peserta”, ungkapnya penuh semangat.

kemudian kegiatan ini dilanjutkan dengan seminar yang dibawakn oleh Dr. H. Muhammad Hasdin Has, LC, M.Th.I, dan Mohammad Dzah Redzan, S.Pd yang dimoderatori oleh Aldi, Serta diikuti oleh ratusan peserta mahasiswa.

Pada penyampaian materinya, Muhammad Hasdin, menekankan pentingnya penguasaan Bahasa Arab sebagai kunci untuk memahami khazanah budaya dan peradaban Islam.

“Bahasa Arab sangat berperan penting sebagai wahana penyampaian ajaran Islam sebagai pemahaman bahasa yang dapat memperkaya wawasan keagamaan dan kebudayaan”
Ungkapnya dengan lugas sehingga gampang dipahami oleh para peserta.

Tak hanya Muhammad Hasdin, Mohammad Dzah Redzan juga, menyoroti penguasaan Bahasa Arab sebagai akses dan peluang untuk mendunia.

” Begitu pentingnya penguasaan Bahasa Arab dapat membuka akses terhadap berbagai kesempatan di dunia internasional, baik di bidang akademik, ekonomi, maupun sosial budaya”. Tuturnya

Selain pemaparan materi yang begitu bermanfaat, seminar ini juga menyediakan makan siang dan kesempatan berelasi dengan para peserta lainnya.

Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para peserta yang hadir. Sehingga dapat tercipta Suasana yang begitu hangat dan interaktif. ditandai dengan diskusi dan tanya jawab yang aktif antara pemateri dan peserta.

Tak luput pula mengenai Musabaqah Al-lughowiyyah tahun ini, yang menawarkan berbagai cabang lomba yang menarik dan menantang. Diantaranya puisi bahasa Arab, pidato bahasa Arab, cerdas cermat, Menyanyi bahasa Arab.

Selain itu, panitia juga menyelenggarakan lomba yang tidak menggunakan bahasa arab. Diantaranya, lomba Debat Ilmiah berbahasa Indonesia serta Badminton, diikuti lebih dari 50 peserta yang berasal dari berbagai sekolah/madrasah.

Dengan beragamnya cabang lomba yang dipertandingkan, Musabaqah Al-Lughawiyah tahun ini diharapkan dapat menjadi ajang yang berkesan dan bermanfaat bagi seluruh peserta.

Sehingga kegiatan ini merupakan bukti komitmen IAIN Kendari dalam meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap Bahasa Arab serta perannya dalam memahami budaya dan peradaban Islam.

Oleh karena itu, kegiatan ini diharapkan dapat menginspirasi para peserta untuk terus belajar dan menguasai Bahasa Arab serta dapat berkontribusi positif bagi kemajuan bangsa dan negara.

Penulis: Aulia Permata Ashar/anggota muda
Editor: Maharani.S

Janji Rektor IAIN Kendari Renovasi RTH Hanya Dimulut

Kendari, Objektif.id – Setahun telah berlalu sejak Rektor IAIN Kendari, Husain Insawan, berjanji akan merenovasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kampus IAIN Kendari, yang membuat harapan mahasiswa pun sempat melambung tinggi saat janji itu dilontarkan. Namun setelah janji itu terucap, yang tersisa hanyalah kekecewaan mendalam.

Sementara itu, RTH yang membentang dari depan perpustakaan hingga gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) awalnya merupakan salah satu sudut favorit mahasiswa. Yang dimana tempat itu sering digunakan untuk melepas penat, belajar, hingga berdiskusi. Akan tetapi ruang tersebut tampak jauh dari kata nyaman. Minim fasilitas dan perawatan, sehingga RTH tak lagi menjadi pelarian yang diidamkan mahasiswa di tengah kesibukan akademik.

Keluh kekecewaan ini muncul karena sebelumnya pihak kampus pernah menjanjikan untuk merenovasi RTH, Seperti menyediakan gazebo, kursi, meja dan fasilitas lainnya. Tetapi kenyataannya, upaya itu hanya omong kosong belaka. Sebab sampai hari ini janji itu tidak terealisasi.

Seperti yang dikatakan oleh Karsa (nama samaran), salah satu mahasiswa aktif semester lima, Prodi Pendidikan Agama Islam, Pada Selasa pagi (19/11/2024), dia mengungkapkan rasa kecewanya terhadap kondisi RTH yang memprihatinkan.

Baginya, keberadaan RTH yang nyaman sangat penting bagi mahasiswa, “saya menginginkan penataan ulang diruang terbuka hijau karna manfaatnya, khususnya dilingkungan kampus bisa sebagai objek tempat diskusi dan perkumpulan mahasiswa. kemudian Pak Rektor pernah janjikan atau dia ucapkan, itu sudah suatu kebijakan, saya setuju dengan penataan ulang tersebut,” jelas Karsa.

Karsa juga berpendapat bahwa Janji yang tidak terealisasikan itu akan menjadi pembohongan publik apabila sesuatu yang sudah dijanjikan tetapi tidak dilaksanakan, “jika dalam kepemimpinan Pak Rektor itu tidak dilaksanakan maka itu bisa dikatakan kebohongan dan jika itu dilaksanakan maka itu kebenaran,” terang Karsa tegas.

Pandangan serupa juga disampaikan oleh Ari (nama samaran), mahasiswa semester tiga Prodi Hukum Tata Negara. Dia menyoroti alasan dibalik keterlambatan renovasi RTH.

“Apakah karena masalah anggaran, birokrasi yang rumit, atau mungkin prioritas lain yang dianggap lebih mendesak? Atau mungkin pihak kampus memang sengaja lalai terhadap janjinya,” katanya, Rabu (20/11/2024).

“Kalau soal pembohongan publik itu belum terlalu jelas menurut saya, namun jika janji ini diabaikan terus menerus tanpa penjelasan hal itu dapat menurunkan kepercayaan civitas akademika terhadap pimpinan,” lanjutnya.

Sementara pada saat itu, secara jelas dan meyakinkan Rektor IAIN Kendari, Husain Insawan, mengatakan melalui wawancara eksklusifnya, bahwa dia akan melakukan penataan di RTH sebagai bentuk pengembangan kedepannya, “Insya Allah kita upayakan untuk dilakukan penataan di ruang terbuka hijau,” tutur Husain, pada Objektif.id Selasa (3/10/2023) lalu.

Tidak hanya itu lanjut Husain, bahwa pihak kampus akan menjadikan RTH ini sebagai salah satu objek wisata pendidikan bagi para mahasiswa, “di sana kita sediakan fasilitas, seperti gazebo atau fasilitas lain yang bisa menambah kenyamanan mahasiswa saat berada ditempat itu. Tahun 2024 kita upayakan ada penataan disana, sehingga mahasiswa menjadikan ruang terbuka hijau itu sebagai tempat diskusi, mungkin juga tempat untuk nyantai,” pungkas Husain dengan bangga, yang saat itu baru terpilih menjadi Rektor IAIN Kendari.

Tapi setahun telah berlalu namun bukti atas janji itu belum terlihat sama sekali bahkan terkesan hanya sekedar omong kosong belaka. Oleh karena itu para mahasiswa merasa kecewa sebab niat pihak kampus untuk memperbaiki kualitas ruang terbuka hijau yang mereka butuhkan tidak terlaksana.

Sampai hari ini mahasiswa bertanya-tanya, mengapa perenovasian belum terlaksana? Apakah Rektor belum berkoordinasi kepada pihak lainnya, seperti yang membidangi sarana dan prasarana yaitu Warek II IAIN Kendari.

Sungguh sangat disayangkan aspirasi mahasiswa yang pernah didukung akan tetapi hari ini menjadi satu penilaian buruk kepada pimpinan karena tidak adanya realisasi yang jelas.

Bagi mahasiswa, RTH bukan sekadar ruang kosong. Tempat itu adalah bagian penting dari kehidupan kampus, sebagai alternatif ruang belajar, berdiskusi, hingga berkumpul bersama teman. Ketiadaan langkah konkret untuk memperbaiki RTH dinilai mencerminkan kampus hanya sering mengobral janji.

Kekecewaan ini seharusnya menjadi peringatan bagi pimpinan kampus. Transparansi dan komunikasi yang jelas diperlukan untuk menjaga kepercayaan civitas akademika. Harapan mahasiswa sederhana, janji renovasi RTH segera diwujudkan. Sebab, kepercayaan adalah pondasi utama dalam hubungan harmonis antara pimpinan dan mahasiswa.

Sampai berita ini diterbitkan, pihak rektorat melalui warek II IAIN Kendari yang membidangi sarana prasarana saat dimintai keterangan untuk menyampaikan pendapat tidak terealisasinya janji Rektor IAIN Kendari, dia mengatakan bahwa, “baiknya wawancarai saja Pak Rektor yang tahu ide gagasannya.” Ucapnya, Rabu (13/11/2024).

Sementara Rektor IAIN Kendari, sangat sulit ditemui sejak isu liputan ini dimulai sampai pada penerbitan tulisan, bahkan saat dihubungi oleh pihak Objektif melalui Via WhatsApp untuk melakukan konfirmasi, tidak ada tanggapan sama sekali.

Penulis: Muh. Dimas Dafid F/anggota muda
Editor: Hajar

Miris! Fasilitas dan Pengelolaan PKM Lantai 2 IAIN Kendari Begitu Memprihatinkan, Bukti Ketidakpedulian Pimpinan Kampus?

Kendari, Objektif.id – Tepat 1 tahun yang lalu, sejak 16 November 2023, saat lembaga kemahasiswaan ramai-ramai menyoroti ketidakpedulian kampus terhadap fasilitas dan pengelolaan gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) lantai 2 Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari, kini kembali memancing perhatian publik kampus.

Sebab gedung yang menjadi sentra dari aktivitas berbagai Unit Kegiatan Khusus (UKK) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dalam menyelenggarakan kegiatan, yang seharusnya menjadi simbol vitalitas dan kreativitas mahasiswa ini, justru dipandang tak layak dan kurang mendukung kegiatan kemahasiswaan. Banyak mahasiswa yang merasa fasilitas serta tata kelola yang tersedia di sana jauh dari kata layak, bahkan jauh dari ekspektasi bagi sebuah institusi pendidikan tinggi.

Keluhan ini muncul kembali ke permukaan setelah pihak kampus sempat melakukan renovasi terbatas. Seperti penyediaan Kursi, meja, dan kipas angin sebagai bentuk perbaikan fasilitas. Tetapi kenyataannya, upaya ini dianggap sekadar solusi sementara yang tak menyentuh akar persoalan secara kolektif.

Sehingga para mahasiswa merasa perubahan ini hanya sekadar menggugurkan kewajiban tanpa keseriusan niat memperbaiki kualitas ruang yang mereka butuhkan, “kondisi gedung PKM sangat memprihatinkan. Kursi dan meja masih kurang, belum lagi soal kebersihan yang sama sekali tak terjaga. Setelah kegiatan, sampah sering kali berserakan di sekitar gedung,” ungkap La Ode Muh. Fazril, Ketua Dansat Menwa IAIN Kendari, melalui wawancara eksklusif dalam pemberitaan Objektif.id pada Kamis, (16/11/2023) lalu. Yang dengan lantang menggemakan suara keresahan seluruh anggota UKK dan UKM di IAIN Kendari.

Fazril, sebagai representasi keluhan kebanyakan mahasiswa, menekankan bahwa pihak lembaga kemahasiswaan menginginkan ada pengelolaan yang ditunjang dengan fasilitas yang bisa mendukung aktivitas mereka, karena faktanya, sering kali lembaga kemahasiswaan harus melangsungkan kegiatan dalam kondisi yang memprihatinkan.

“Kami sangat membutuhkan pengelolaan dan fasilitas yang lebih lengkap dan layak, seperti pendingin ruangan (AC), monitor proyektor, pengeras suara, pencahayaan yang lebih baik lagi, juga cara pengelolaan gedung yang baik. Ini bukan untuk kemewahan, tapi untuk menunjang kegiatan-kegiatan kami, terlebih ketika kami harus menyambut tamu atau narasumber dari luar. Bukan hanya kursi dan meja, kami ingin merasa dihargai di ruangan ini melalui keadaan yang baik,” katanya dengan tegas.

Ironisnya, gedung PKM yang sejatinya dirancang untuk mendukung kegiatan kemahasiswaan justru dirasa menjadi momok menakutkan. Seperti yang diungkapkan oleh Firmansyah (nama samaran), seorang mahasiswa yang kerap terlibat dalam berbagai kegiatan di sana, fasilitas ini bukan hanya mengecewakan, tapi juga sangat menyedihkan.

“Ruangan panas, sarang laba-laba di mana-mana, lantai kotor dan barang-barang tak terpakai berserakan. Setiap kali saya ke sini, rasanya seperti masuk ke tempat pembuangan sampah, seperti bukan gedung PKM tempat mahasiswa melakukan eksplorasi kreatifitasnya,” ucapnya penuh rasa jengkel, Kamis (14/11/2024). Kata-kata Firmansyah mungkin terkesan berlebihan, tetapi begitulah cara ia memukul perasaan mati rasa kampus yang selama ini dia pendam.

Lebih meresahkan lagi, kondisi gedung PKM IAIN Kendari ini menggambarkan sebuah paradoks yang memprihatinkan. Di satu sisi, perguruan tinggi ingin memupuk semangat mahasiswa untuk aktif, kreatif, inovatif, dan menyumbangkan prestasi, tetapi di sisi lain mereka seperti diabaikan ketika menyangkut fasilitas dengan nuansa gedung tak terurus yang tidak mendukung tempat mereka melaksanakan kegiatan itu.

Seharusnya dengan banyaknya keluhan yang muncul, kampus mesti lebih intens memberikan atensi yang nyata dalam persoalan ini. Namun, hingga saat ini, Dr. Nurdin S.Ag, M.Pd sebagai Wakil Rektor II IAIN Kendari yang bertanggung jawab atas sarana dan prasarana kampus masih belum memberikan tanggapan resmi. Padahal, protes ini bukanlah sesuatu yang baru; sudah cukup lama suara-suara mahasiswa mengalir dari gedung PKM, yang semakin hari semakin merasa gedung PKM yang ada dirasa tak layak.

Bahwa perlu diketahui persoalan ini bukan sekadar kurangnya fasilitas dan pengelolaan yang baik, tetapi menyangkut rasa cinta mahasiswa atas ruang yang menjadi tempat mereka berkarya, berkreasi, dan menyalurkan potensi, yang mereka anggap keluhan sudah bertahun-tahun akan tetapi sampai sekarang tidak mendapatkan dukungan kampus untuk menyediakan gedung yang lebih layak.

Jika kampus yang seharusnya menjadi tempat belajar dan bertumbuh tidak memberikan dukungan infrastruktur yang memadai, maka wajar jika mahasiswa selalu melakukan pembangkangan dan perlawanan, karena mahasiswa merasa kampus hanya memandang mereka sebagai angka, bukan sebagai manusia yang membutuhkan ruang ekspresi.

Oleh karena itu, dibalik keluhan ini ada harapan agar pihak kampus mampu melihat gedung PKM sebagai ruang penting bagi perkembangan mahasiswanya. Bukan sekadar soal fasilitas fisik, tetapi soal memberikan ruang yang nyaman untuk berkegiatan. Apakah pihak kampus akan merespons harapan ini, ataukah mahasiswa harus terus bersuara hingga kelelahan? Hanya tuhan yang tahu.

Penulis: Hajar & Wawan Tasriadin/anggota muda
Editor: Tim redaksi

Antusias Fun Run Dies Natalis IAIN Kendari Disambut Meriah Ratusan Peserta dari Berbagai Kalangan

Kendari, Objektif.id — Sabtu pagi 10 November, suasana riuh penuh semangat memenuhi Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari. Sejak fajar menyingsing, kampus telah dipadati ratusan peserta dari berbagai kalangan yang akan mengikuti Fun Run, sebagai puncak acara dalam rangkaian Expo dan Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) yang digelar dalam perayaan dies natalis IAIN Kendari. Kegiatan Fun Run yang berlangsung mulai pukul 05:30 hingga 12:00 siang ini, menjadi momen penutupan Porseni yang ditutup langsung oleh Rektor IAIN Kendari, Prof. Dr. Husain Insawan, M.Ag.

Pada kegiatan ini tidak hanya mahasiswa yang ikut berpartisipasi, tetapi juga masyarakat umum, mulai dari anak-anak hingga orang tua, turut hadir dalam meramaikan acara ini. “Kami sangat antusias, dan tentu saja senang melihat Fun Run ini begitu diminati oleh banyak kalangan,” ungkap Siti Fauziah, Wakil Rektor III, di sela-sela kegiatan.

“Fun Run ini bukan hanya soal olahraga, tetapi juga kesempatan untuk memperkenalkan IAIN Kendari kepada masyarakat luas. Insyaallah, tahun depan kegiatan ini akan kembali diadakan dan diharapkan menjadi agenda tahunan,” tambah Fauziah.

Kegiatan ini tidak hanya menawarkan aktivitas olahraga, tetapi juga kesempatan meraih hadiah utama dan doorprize yang menarik. Dengan itu, kegiatan ini menjadi penyemangat tambahan bagi peserta yang tak henti-hentinya bersorak dan bertepuk tangan selama acara berlangsung.

Salah satu peserta Fun Run, Hakri, membagikan kisahnya setelah menyelesaikan lomba. “Ini pengalaman yang luar biasa. Meskipun melelahkan, kepuasan yang saya rasakan sungguh tidak terbayangkan. Saya sudah berlatih dan mempersiapkan diri selama beberapa minggu untuk momen ini. Bagi saya, ini bukan hanya soal menjadi yang tercepat, tetapi tentang bagaimana kita bisa melampaui batas diri,” ujarnya penuh semangat.

Dengan bangga, Hakri juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah mendukungnya selama lomba berlangsung, “Kalian adalah motivasi yang membuat saya bertahan hingga garis finis. Selamat juga untuk para peserta lain yang telah berjuang dengan luar biasa di lintasan tadi,” tambahnya dengan senyum puas.

Keseruan semakin memuncak saat sesi pembagian hadiah dimulai, dengan para peserta yang larut dalam kegembiraan. Apalagi ditambah penampilan semarak dari mahasiswa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni yang turut mempersembahkan lagu dan penampilan seni sehingga menambah kehangatan dan suasana akrab diantara sesama peserta.

Selain sebagai bentuk perayaan dies natalis, semoga dengan adanya kegiatan ini mampu untuk menginspirasi masyarakat agar menjalankan gaya hidup sehat terutama menjelang bonus demografi pada 2045, Karena sebagai bangsa kita pasti ingin mewujudkan gerakan Indonesia sehat yang siap menyongsong generasi emas nantinya, khususnya di Sulawesi Tenggara.

Pada kegiatan ini tim Objektif.id, mengamati para peserta berlomba dengan semangat dengan energi yang sama, hal ini mencerminkan harmoni dan solidaritas yang diharapkan dapat terus tumbuh. Ini menandakan bahwa Fun Run tidak hanya menjadi ajang olahraga, tetapi juga simbol kebersamaan yang menginspirasi, menggerakkan semangat sehat, dan menguatkan nilai persaudaraan di antara masyarakat Kendari.

Diakhir acara, para peserta pulang dengan hati penuh suka cita, tak hanya karena hadiah yang mereka terima, tetapi juga pengalaman berharga yang tak terlupakan. Dengan demikian, Fun Run di IAIN Kendari ini membuktikan bahwa sebuah kegiatan olahraga dapat menjadi sarana mempererat hubungan antarwarga sekaligus memupuk kebersamaan yang bisa disemarakkan oleh siapa saja, dari semua usia dan latar belakang.

Penulis: Khaerunnisa
Editor: Harpan Pajar

Tips And Trik Sebelum mengikuti Lomba Fun Run

Kendari, Objektif.id – Dalam memeriahkan 10 Tahun Dies Natalis, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari akan menggelar Fun run pada Minggu (10/10/24), besok.

Kegiatan Fun Run dengan menempuh jarak 5 Km ini diadakan secara inklusif untuk setiap orang yang ingin ikut bersenang-senang.

Opsi populer untuk Fun run adalah dengan  jarak tempuh 5 kilo meter (km) yang memungkinkan untuk para pelari berpengalaman maupun pemula.

Bagi kamu yang berniat untuk mengikuti fun run dengan jarak lari 5 km, sebaiknya lakukan persiapan terlebih dahulu agar tidak cedera.

Dilansir dari fithub.id pada (12/2024) berikut beberapa persiapan lari 5 km yang bisa kamu lakukan sebelum mengikuti Lomba Fun Run

1. Tentukan target dan rencana

Menyiapkan diri adalah kunci untuk dapat mencapai tujuan yang kamu inginkan, termasuk menempuh jarak lari 5Km pertamamu.

Saat kamu menanamkan target ini sebagai tujuan yang ingin dicapai, kamu bisa membuat rencana latihan yang sesuai dengan tujuan itu contohnya menu latihan berikut ini.

Kamu bisa menjadwalkan latihan selama 1 minggu. hari pertama dan ketiga gunakan untuk lari atau berjalan selama 30 menit, hari kedua dan keempat gunakan untuk berjalan 30 menit, hari kelima istirahat, hari keenam lari atau berjalan sejauh 5 km, dan hari keenam istirahat atau jalan santai.

2. Cross-training

Pada hari-hari tertentu, lakukan cross-training atau latihan suilang selain berlari. Kamu bisa mengisinya dengan yoga, berenang, atau bersepeda.

Kamu juga dianjurkan melakukan strength training 2-3 kali seminggu di dalam training plan. Tujuan strength training bisa memberikan peningkatan dalam kekuatan otot, efisiensi lari, dan kinerja lari yang lebih baik.

3. Interval training

Interval training adalah latihan singkat dengan upaya yang lebih meningkat. Terkadang, pelari juga menantang dirinya dengan melakukan speed interval atau hill interval.

Bagi pemula, kamu bisa mencari video latihan HIIT atau mengikuti jenis kelas ini di gym untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tubuh.

4. Rest day

Meski kamu sudah memiliki program latihan yang padat menjelang race, ingatlah untuk meluangkan waktu untuk rest day sebelum melakukan Fun Run. Istirahat sama pentingnya dengan latihan karena memberi waktu pada tubuh dan otak untuk memulai dari awal lagi.

5. Lakukan mimic race

Mimic race adalah kesempatan untuk meniru kondisi hari perlombaan dalam sesi latihan. Misalnya, jika perlombaan dilakukan di pagi hari, melakukan beberapa latihan lari di pagi hari agar tubuh sudah terbiasa berlari pada waktu tersebut.

6. Pilih perlengkapan lari

Kenakan perlengkapan yang sudah biasa kamu pakai. Hari perlombaan bukanlah waktu untuk mencoba sepatu atau pakaian lari baru.

Malam sebelum lomba, siapkan sepatu lari terbaik dan pakaian lari yang paling nyaman, beserta nomor dada. Kamu juga bisa membawa makanan ringan atau minuman apa pun ke garis start.

Pikirkan juga aktivitas pasca-race, terutama jika ada selebrasi seperti color run dengan bubuk warna-warni.

Pada kesempatan tersebut, kamu tentu tidak ingin baju kesayanganmu kotor sehingga kamu bisa memilih alternatif pakaian lainnya.

7. Tidur cukup dan sarapan Sebelum Fun Run

Merasa nervous sebelum melakukan rutinitas lari 5k adalah hal yang wajar meski bukan lari 5K pertamamu.

Namun, cobalah untuk melakukan aktivitas yang rileks seperti membaca buku atau nonton film menjelang lomba agar kamu bisa tidur lebih mudah.

Jangan berlari dengan perut kosong, makan menu ringan setidaknya satu jam sebelum race agar perut tidak kram. Pilih makanan yang rendah lemak, protein, dan serat, tapi tinggi karbohidrat.

Itulah berbagai persiapan lari 5K yang biasanya diselenggarakan pada acara fun run. Ingatlah bahwa fun run bertujuan agar kamu bisa berlari dengan perasaan yang senang.

Penulis: Siti Nurminal Faizin/anggota muda
Editor: Red

Enggan Bentuk Satgas, Tanggapan Mahasiswa IAIN Kendari: Kampus Tidak Peduli Terhadap Pencegahan Kekerasan Seksual

Kendari, Objektif.id-Sejumlah mahasiswa IAIN Kendari kini menyuarakan keresahan mereka terhadap kampus yang tidak membentuk satgas kekerasan seksual. Padahal Kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, terutama di kampus, merupakan masalah serius yang memerlukan penanganan tegas secara menyeluruh.

Sementara institusi-institusi pendidikan lain mulai merespon dengan membentuk satuan tugas (satgas) khusus, namun IAIN Kendari justru masih mengandalkan Dewan Etik untuk menangani kasus-kasus kekerasan seksual tanpa membentuk mekanisme pencegahan yang lebih konkret.

Dalam kasus kekerasan seksual, mahasiswa beranggapan bahwa respon berupa penindakan setelah kasus terjadi tidaklah cukup. Salah satu kasus pelecehan seksual yang melibatkan dosen pada 16 November 2020 menjadi sorotan, di mana sejumlah mahasiswi melaporkan pelecehan tersebut.

Ironisnya, menurut laporan para mahasiswa, korban tidak menerima pendampingan psikologis yang layak. Meski pelaku sudah ditindak, namun mahasiswa menilai bahwa pasti ada luka psikis para korban yang tetap menganga. tanpa dilakukan upaya pemulihan dari pihak kampus, mahasiswa menganggap bahwa kampus menutup mata dihadapan wajah kekerasan seksual yang marak terjadi dilingkungan pendidikan.

Dengan kegagalan kampus dalam menyediakan dukungan penuh kepada korban melalui satgas, mahasiswa menilai kampus tidak peduli terhadap isu pencegahan kekerasan seksual. Dan kini telah menuai kritik tajam dari sejumlah mahasiswa, diantaranya mahasiswa Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD), Nurul Azkia, dia berpendapat bahwa kampus perlu memandang masalah ini dari sisi preventif. “Jangan hanya ketika ada kasus baru ada Dewan Etik. Kalau kampus tidak segera membentuk satgas, calon pelaku bisa merasa aman dan bebas melancarkan aksinya,” ungkapnya tegas.

Senada dengan itu, Muhammad Ahsan Tamsri, mahasiswa Fakultas Syariah, dia menganggap bahwa Dewan Etik saja tidak cukup memadai untuk mencegah kejadian serupa, keberadaan Dewan Etik selama ini hanya fokus pada sanksi, bukan pada pencegahan. “Kalau hanya menindak pelaku tanpa melakukan pencegahan dan mengabaikan sebagian hak-hak korban, maka kasus kekerasan seksual tidak akan pernah selesai,” tegasnya. Menurut Ahsan, pembentukan satgas kekerasan seksual akan menunjukkan komitmen kampus dalam memberikan perlindungan dan pengawasan yang ketat.

Mahasiswa lainnya, Muhammad Azhar dari Fakultas Syariah, juga mendukung penuh pembentukan satgas kekerasan seksual di kampus. Menurutnya, tindakan preventif jauh lebih efektif daripada hanya memberikan sanksi. “Lebih baik mencegah daripada mengobati,” kata Azhar yang merasa yakin bahwa regulasi yang ada saat ini belum mampu menangani kekerasan seksual secara efektif sekaligus menunjukkan sikap kampus yang tidak serius melihat isu kekerasan seksual sebagai isu yang sangat krusial.

Sementara itu, menurut Sri Wahyuni, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) menambahkan bahwa lemahnya pendampingan dari Dewan Etik adalah salah satu ketidakpedulian kampus terhadap dampak dari kekerasan seksual. Menurutnya, saat dosen yang terbukti melakukan pelecehan kepada mahasiswa diberhentikan, kampus seharusnya turut menyediakan pendampingan psikologis bagi korban. “Dalam hal ini Perempuan seharusnya jadi prioritas dalam perlindungan kampus,” kata Sri.

Bahkan menurut Ira, teman seangkatan Nurul di Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, kode etik kampus saat ini hanya efektif sebagai sanksi formal, namun belum menyentuh pemulihan psikologis korban. “Kalau kampus terus begini, banyak yang akan merasa tidak aman,” jelas Ira. Ia juga menegaskan bahwa tekanan dari lingkungan sekitar sering kali menambah beban korban, bahkan bisa menyebabkan depresi.

Karena pentingnya pendampingan ini bagi korban, Aulia Rani, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FATIK). Ia berpendapat bahwa kode etik yang ada belum benar-benar berpihak pada korban, karena masih terfokus pada sanksi bagi pelaku tanpa menyediakan dukungan berkelanjutan bagi korban. “Mulai dari kasus mencuat hingga pasca penindakan, korban belum mendapatkan pendampingan seratus persen,” ungkapnya.

Selain itu, Ciang Irawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), mengungkapkan ketidakpedulian kampus terhadap kekerasan seksual mencerminkan pengkhianatan terhadap nilai-nilai Islam yang seharusnya dijunjung tinggi. “Ketidakpedulian secara serius ini menodai nama kampus Islam,” katanya singkat. Pernyataan ini kemudian diiringi dengan kritik Muhammad Isa Amam, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), yang mempertanyakan apakah kode etik kampus benar-benar dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah mahasiswa atau hanya sekadar formalitas. Isa mengungkapkan, “Kasus kekerasan seksual tahun 2021 antar mahasiswa dianggap selesai setelah pelaku ditindak tegas, tapi apa yang dilakukan kampus terhadap korban setelah itu?” ujarnya.

Mahasiswa-mahasiswa ini berharap pembentukan satgas kekerasan seksual bisa mengatasi kekurangan yang ada pada Dewan Etik. Bukan sekadar sanksi, mereka juga menuntut agar pendampingan psikologis bagi korban menjadi bagian penting dari upaya kampus dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman dan nyaman.

Seiring dengan semakin banyaknya seruan dari para mahasiswa, Mereka menginginkan lingkungan kampus yang aman, di mana pendampingan bagi korban juga menjadi prioritas utama. Akankah kampus menunjukkan komitmen nyata dalam melindungi mahasiswa dari kekerasan seksual dengan membentuk Satgas, atau tetap mengandalkan mekanisme Dewan Etik yang selama ini dinilai kurang memadai?

Kampus IAIN Kendari sebagai institusi yang berlandaskan nilai-nilai Islam maka sudah seharusnya memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa semua warganya, terutama kepada para mahasiswi, agar mendapatkan perlindungan yang maksimal dari kekerasan seksual. Mahasiswa IAIN Kendari saat ini menuntut agar pihak kampus tidak sekadar mengandalkan peraturan yang ada di atas kertas, tetapi juga menerapkan kebijakan yang efektif dan berpihak secara penuh kepada korban.

Penulis: Hajar & Fahda Masyriqi/anggota muda
Editor: Tim redaksi

Pembukaan Expo dan Porseni IAIN Kendari Dimeriahkan Ratusan Peserta dari Berbagai Sekolah

Kendari, Objektif.id – Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari resmi menggelar Expo dan Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) pada Jumat, 8/11/2024. Acara ini dibuka langsung oleh Rektor IAIN Kendari, Prof. Dr. Husain Insawan, M.Ag, dan akan berlangsung selama tiga hari.

Sebanyak 651 peserta dari 51 sekolah di Kota Kendari turut berpartisipasi dalam Expo dan Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) di IAIN Kendari. Peserta-peserta ini berasal dari berbagai jenjang pendidikan, termasuk Pondok Pesantren, Madrasah Aliyah (MA) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Ketua panitia Expo dan Porseni, Dr. Sitti Fauziah, M.Pd., yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor III IAIN Kendari, menyampaikan bahwa kegiatan ini dirancang untuk mempererat silaturahmi antar pelajar di seluruh Sulawesi Tenggara. Selain itu, acara ini juga menjadi sarana bagi IAIN Kendari untuk memperkenalkan kampusnya kepada para peserta.

“Tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai ajang silaturahmi antar siswa Madrasah Aliyah dan SMA se-Sulawesi Tenggara, sekaligus untuk menarik minat mereka bergabung di IAIN Kendari”, ujarnya.

Rektor IAIN Kendari, Prof. Dr. Husain Insawan, M.Ag, mengungkapkan harapannya agar Expo dan Porseni ini dapat menjadi agenda tahunan. Menurutnya, kegiatan ini penting untuk dilaksanakan secara rutin, terutama saat momentum peringatan Hari Santri dan Dies Natalis.

Prof. Dr. Husain Insawan, M.Ag., juga menekankan bahwa acara seperti ini tidak hanya memperkuat relasi antara pelajar dan institusi pendidikan di Sulawesi Tenggara, tetapi juga meningkatkan daya tarik IAIN Kendari sebagai kampus yang aktif dalam pembinaan seni dan olahraga, sehingga menarik minat lebih banyak calon mahasiswa di masa mendatang.

“Harapan ke depannya, acara ini akan menjadi kalender rutin IAIN Kendari. Selama ada Hari Santri dan Dies Natalis, kami akan terus melaksanakan kegiatan ini”, ungkapnya.

Expo dan Porseni IAIN Kendari diharapkan tidak sekedar menjadi ajang kompetisi, tetapi juga menjadi wadah bagi para pelajar untuk saling mengenal, berinteraksi, dan mengembangkan bakat di bidang seni dan olahraga.

Reporter: Ilma Yusni/Anggota Muda
Editor: Andi Tendri

Andalkan Kode Etik, IAIN Kendari Diduga Sengaja Tidak Bentuk Satgas Kekerasan Seksual

Kendari, Objektif.id — Aturan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 seharusnya menjadi titik terang bagi dunia pendidikan Indonesia, ditengah lonjakan kasus kekerasan seksual yang semakin meresahkan.

Berdasarkan hasil survei Kemendikbudristek pada tahun 2023, tercatat sebanyak 65 kasus kekerasan seksual terjadi di perguruan tinggi, yang menjadikannya masuk dalam kategori tertinggi dilingkungan pendidikan, dibandingkan dengan sekolah menengah sebanyak 22 kasus dan sekolah dasar 29 kasus.

Seharusnya dengan data kekerasan itu, kampus mesti lebih serius lagi melihat persoalan kekerasan seksual yang terjadi bukan hanya sekadar sebuah permasalahan yang remeh temeh. Dengan demikian, hal ini bisa menjadi pemicu kepada kampus agar melakukan langkah-langkah preventif dalam mencegah kekerasan seksual dilingkungan pendidikan tidak terjadi.

Namun, nampaknya harapan itu belum tersentuh di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari. Alih-alih mengikuti jejak kampus lain yang sudah bergerak, IAIN Kendari lebih memilih bertahan mengandalkan “kode etik,” yang konon sudah cukup kuat untuk menjaga keamanan kampus terhadap kasus kekerasan seksual.

Hal ini disampaikan oleh pimpinan kampus melalui pernyataan Wakil Rektor III IAIN Kendari, Dr. Siti Fauziah, dalam wawancara eksklusifnya kepada objektif.id, dia mengungkapkan bahwa kampus telah menerapkan sanksi berat bagi pelanggar kode etik, termasuk pemecatan dosen, “Kode etik kita bahkan memiliki sanksi berat, yaitu pemecatan bagi dosen yang melakukan pelanggaran berat,” tegas Fauziah saat ditemui diruangan kerjanya pada Kamis, (31/10/2024)

Baginya, kampus tidak bisa membentuk satgas karena masih ada kode etik yang digunakan, “Bagaimana mungkin kita bisa merealisasikan Satgas, jika kita masih mengacu pada kode etik sebagai dasar kita,” tambahnya.

Sementara, diketahui bahwa dewan kehormatan kode etik penanggulan kekerasan seksual yang dibentuk berdasarkan aturan yang ada didalam kode etik, itu terbentuk ketika sudah terjadi kasus kekerasan seksual.

Kalau seperti itu, dimana fungsi pengawasan dan pencegahannya? Belum lagi tidak adanya upaya mitigasi seperti edukasi dan sosialisasi pencegahan secara berkala agar kekerasan seksual tidak terjadi didalam kampus. Dan pada kenyataannya, kode etik tidak memiliki struktur khusus yang memadai untuk menangani dan mencegah kasus seperti ini.

Bahkan dalam kode etik tidak dijabarkan terkait pendampingan khusus yang mengarah pada pencegahan traumatik korban pasca kejadian, yang bisa memicu gangguan psikologis secara serius sampai yang dikhawatirkan berimplikasi pada tingkat gangguan kejiwaan yang parah.

Selain itu, jika pihak kampus masih berpegang teguh pada pembentukan dewan kehormatan etik yang berpedoman dikode etik, pertanyaan skeptisnya adalah, Benarkah cukup hanya mengandalkan kode etik di tengah realitas kasus kekerasan seksual yang sudah pernah terjadi sebelumnya? Apakah kode etik kampus benar-benar efektif bagi para korban? atau hanya sekadar formalitas yang tak pernah cukup melindungi dan mengawal korban?

Karena berdasarkan kasus pencabulan yang pernah terjadi di IAIN Kendari, yakni salah satu kasus pencabulan yang terungkap saat dilaporkan di lembaga kemahasiswaan pada Senin (16/11/2020) lalu, yang juga pernah diliput oleh Objektif.id, Saat itu, puluhan mahasiswi melaporkan tindak pelecehan yang diduga dilakukan oleh seorang dosen. Dan Ironisnya kampus tidak memberikan pendampingan khusus kepada para korban.

Sehingga Ashabul Akram, Koordinator Pusat BEM se-Sultra periode 2024-2025 yang pada 2020 menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Fisika, sekaligus pendamping dan yang membantu mengawal kasus para korban, menyampaikan ketidakpuasannya terhadap respons kampus. “Saya tidak tahu, bahkan tidak melihat pihak kampus mengambil tindakan untuk mengawal atau memberikan pendampingan terhadap para korban,” ujarnya saat memberikan keterangan melalui Via WhatsApp pada Sabtu (02/11/2024).

Ashabul menambahkan bahwa meskipun kode etik kampus mencantumkan perlindungan bagi pelapor, tapi pada penerapannya sering kali tidak dirasakan oleh korban. “Para korban justru dikawal oleh teman-teman aktivis mahasiswa hingga mendapatkan keadilan,” ungkapnya.

Oleh karena itu, pentingnya aturan Permendikbud ini direalisasikan, sebab ada misi besar didalamnya untuk menciptakan kampus yang aman dari kekerasan seksual dengan membentuk Satgas. Yang dimana satgas ini dirancang untuk mengawasi, menangani, dan melaporkan setiap kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus setiap semester.

Permasalahan ini bukan hanya soal administratif belaka, tapi ini soal komitmen moralitas kemanusiaan. Di saat kampus lain mulai mengambil tindakan konkret, IAIN Kendari justru masih berkutat pada aturan yang tidak memberikan kepastian perlindungan dan pendampingan kepada para korban.

Penulis: Hajar86 & Fahda Masyriqi/anggota muda

Editor: Tim redaksi

Demi Pilkada Yang Demokratis, Ketua HMI Komisariat Ibnu Rusyd IAIN Kendari Himbau ASN Bersikap Netral

Kendari, Objektif.id – Kontestasi demokrasi saat ini tengah menghangat di seluruh pelosok negeri, termasuk di jazirah Sulawesi bagian Tenggara, yang tidak lama lagi akan memasuki musim Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada tahun 2024, yang tentu sangat menarik antusiasme yang tinggi kepada setiap elemen masyarakat untuk mempersiapkan diri dalam menyukseskan pesta demokrasi yang akan datang.

Bahwa pada pilkada tahun 2024 ini, nantinya akan melibatkan berbagai jenjang kontestasi politik, mulai dari provinsi, kabupaten, dan kota, sehingga intensitas atmosfer demokrasi terasa semakin tinggi. Apa lagi dengan ragam perkembangan politik yang setiap waktu berubah dengan begitu dinamis.

Namun dalam menyambut pesta demokrasi yang akan diselenggarakan pada 27 November mendatang, tak terkecuali Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Ibnu Rusyd IAIN Kendari yang tidak hanya sekadar menyambut pesta demokrasi ini sebagai momen pemilihan pemimpin semata, akan tetapi masih senantiasa Istiqomah menyampaikan kesadaran kritisnya tentang pentingnya menjaga netralitas, terutama di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kepala desa.

Sehingga sebagai organisasi mahasiswa, HMI Komisariat Ibnu Rusyd menegaskan komitmennya untuk mengawal jalannya Pilkada 2024 agar menjadi ruang demokrasi yang sehat dan adil.

Hal itu kemudian disampaikan oleh Ketua Umum HMI Komisariat Ibnu Rusyd, Al-Izar, dalam keterangannya kepada Objektif.id yang menekankan pentingnya netralitas ASN dan kepala desa dalam Pilkada mendatang.

“Sebagai organisasi kemahasiswaan, kami tidak hanya diam mengamati dari jauh. Kami akan melakukan pemantauan dan memastikan bahwa ASN tetap menjaga netralitasnya. Ini demi memastikan bahwa Pilkada tahun 2024 berjalan sesuai asas demokrasi yang benar,” ungkap Al-Izar.

Menurutnya, ASN memegang peran vital dalam menciptakan pemilu yang demokratis dan adil. “perlu diketahui, netralitas ASN merupakan salah satu landasan utama dalam mewujudkan pemilihan dengan tetap berlandaskan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”, katanya.

Bagi Al-Izar, netralitas ASN menjadi bagian dari pilar utama dalam menciptakan suasana pemilihan yang damai. “ASN tidak boleh terlibat politik praktis, apalagi menjadi alat atau perpanjangan tangan pihak-pihak tertentu yang akan mencederai esensi dari demokrasi itu sendiri, yang nanti akan menimbulkan kegaduhan diruang publik”, ujarnya dengan tegas.

Sebagai mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) IAIN Kendari periode 2022-2023, Al-Izar menambahkan bahwa betapa pentingnya untuk memastikan proses pilkada yang adil tanpa ditunggangi kepentingan yang akan merusak prinsip-prinsip demokrasi.

Olehnya Itu, dia menginginkan agar ada keterlibatan aktif masyarakat secara kolektif, dalam memastikan Pilkada yang berintegritas. “Kami ingin ada partisipasi publik dalam mengawal pilkada ini menjadi pesta demokrasi yang sehat dan bersih dari praktik-praktik pembangkangan nilai-nilai demokrasi itu sendiri”, tambahnya.

Selain itu, Al-Izar juga menyampaikan harapannya agar semua pihak, termasuk para calon kepala daerah, tim sukses, dan simpatisan, untuk bisa saling menghormati.

Bahwa pertarungan politik bukan hanya tentang siapa yang menang atau kalah, tetapi bagaimana proses tersebut dapat menciptakan iklim politik yang sehat dan damai.

“Tantangan politik kita bukan soal siapa yang terpilih dan tidak , tetapi juga bagaimana kita memastikan bahwa proses demokrasi ini bisa berjalan dengan damai dengan memahami apa yang boleh dan tidak boleh kita lakukan”, pungkas Al-Izar.

Dengan pesan moral yang disampaikan Al-Izar tentang netralitas ASN seharusnya itu menjadi perhatian secara serius kepada seluruh masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dalam membangun iklim demokrasi yang bebas dari kepentingan kelompok tertentu.

Penulis: Hajar86 & Aulia Permata Ashar/anggota muda
Editor: Tim redaksi

Simposium Demokrasi dan Politik oleh SEMA Syariah IAIN Kendari: Membangun Nalar Kritis Mahasiswa

Kendari, Objektif.id – Suasana berbeda terasa di Aula Mini Perpustakaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari pada Senin (28/10/2024). Pagi itu, lebih dari 150 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kendari tampak antusias menghadiri Simposium Hukum, Demokrasi, dan Politik yang diselenggarakan oleh Senat Mahasiswa (Sema) Fakultas Syariah IAIN Kendari.

Para peserta yang hadir berasal dari beberapa kampus di Kendari, seperti Universitas Halu Oleo, Universitas Muhammadiyah, Universitas Sulawesi Tenggara, dan STIE 66.

Bahwa kehadiran mereka tidak hanya untuk mendengarkan, tetapi juga berpartisipasi dalam diskusi yang bertujuan menajamkan nalar kritis sebagai pemilih muda, yang nantinya akan menjadi generasi penting dalam dinamika politik yang terus berkembang.

Pada simposium kali ini Sema Syariah mengangkat tema “Restorasi Demokrasi: Eksistensi Kedaulatan Rakyat dalam Menentukan Arah Sulawesi Tenggara.” Tema ini dianggap sangat relevan dengan Pilkada serentak yang akan digelar pada 27 November mendatang, yang mana pemilih muda akan memainkan peran penting dalam menentukan pemimpin yang membawa aspirasi masyarakat luas.

Selain antusiasme dari mahasiswa, simposium ini juga dihadiri oleh Prof. Dr. Kamaruddin, Dekan Fakultas Syariah, yang menyampaikan pentingnya kegiatan semacam ini dalam situasi demokrasi yang kian dinamis.

Menurutnya, restorasi demokrasi adalah hal yang perlu untuk dipahami oleh mahasiswa agar mereka tidak hanya cerdas dalam teori tetapi juga bijak dalam praktik politik nyata.

“Mahasiswa diharapkan memahami demokrasi secara komprehensif, terutama dalam menghadapi pemilihan serentak yang akan datang,” tegas Prof. Kamaruddin, yang menekankan pentingnya peran mahasiswa sebagai generasi yang akan menjadi pemimpin masa depan.

Sementara itu, ditempat yang sama Muhammad Ikbal, sebagai Ketua Sema Fakultas Syariah, menjelaskan bahwa acara ini bukan sekadar kegiatan akademik biasa. Baginya, simposium ini adalah wadah untuk mengajak mahasiswa lebih kritis dalam melihat realitas politik, terutama ketika mereka akan menggunakan hak pilihnya.

“Sebagai masyarakat, kita harus bijak dalam memilih pemimpin yang bisa membawa Sultra ke arah yang lebih sejahtera. Menggunakan hak politik secara baik dan benar sangat penting,” kata Ikbal, penuh semangat.

Dalam kegiatan ini para peserta juga merasakan manfaat terutama dalam menambah pemahaman mereka tentang demokrasi menjelang pemilihan serentak pada November mendatang.

Hal itu disampaikan oleh Fiqih, sebagai mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Kendari, dia mengungkapkan bahwa simposium ini memberikan wawasan baru yang sangat relevan dengan konteks pilkada.

“Ilmu yang kami dapatkan sangat bermanfaat. Materi yang disampaikan membuat kami lebih jeli dalam memilih pemimpin untuk lima tahun ke depan pada pilkada serentak nanti,” katanya dengan penuh semangat.

Harapannya, mahasiswa tidak hanya mampu menjadi pemilih yang cerdas, tetapi juga agen perubahan dalam kehidupan politik yang lebih sehat dan bertanggung jawab di masa depan.

Dengan adanya simposium ini semoga bukan hanya menjadi ruang diskusi, tetapi juga memantik kesadaran kritis di kalangan mahasiswa Kendari, tapi juga sebagai jembatan bagi mahasiswa untuk belajar memahami demokrasi yang sesungguhnya di tengah hiruk-pikuk politik yang kadang membingungkan.

Penulis: Aril Saputra & Indra Rajid (anggota muda)
Editor: Andi Tendri