Pilcaleg, Ajang Bagi-Bagi Cuan

Objektif.id

Di tengah hiruk pikuk kota hingga ke pelosok desa,
Terdengar suara-suara riuh.
Pesta demokrasi telah tiba,
Pil Caleg, ajang bagi-bagi cuan...

Janji-janji manis terucap,
Harapan-harapan mulai tumbuh.
Di balik topeng dan jubah, ada wajah yang tertutup,
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan...

Suara-suara mulai berbicara,
Mereka memilih dengan hati dan jiwa.
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan,
Harapan untuk masa depan yang cerah, dan bersinar...

Kotak suara menjadi saksi bisu,
Dari pilihan rakyat yang tak terhenti,
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan,
Siapa yang akan memimpin tanah air kita???

Perubahan di ambang pintu,
Di tengah keramaian dan kegaduhan.
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan,
Harapan untuk Indonesia yang lebih baik....

Demokrasi, suara rakyat,
Di tengah hiruk pikuk dan kebisingan.
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan,
Siapa yang akan menjadi pilihan rakyat???

Demokrasi, suara hati,
Di tengah keramaian dan kegaduhan.
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan,
Siapa yang akan memimpin negeri ini???

Demokrasi, suara keadilan,
Di tengah kebisingan dan keriuhan.
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan,
Siapa yang akan membawa perubahan???

Demokrasi, suara kebenaran,
Di tengah kegaduhan dan kegemparan.
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan,
Siapa yang akan membawa keadilan???

Demokrasi, suara kebebasan,
Di tengah keriuhan dan kegemparan.
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan,
Siapa yang akan membawa kebebasan???

Demokrasi, suara keberanian,
Di tengah kegemparan dan kegaduhan.
Pilcaleg, ajang bagi-bagi cuan,
Siapa yang akan membawa keberanian???

Harapan rakyat, harapan kita semua,
Bukan hanya kata-kata yang diucapkan.
Janji-janji yang telah dilantunkan,
Dan omong kosong yang disampaikan...

Penulis: Rachma Alya Ramadhan
Editor : Muh. Akmal Firdaus Ridwan

Maafkan Diriku

Objektif.id
Maaf...
Maaf...
Maafkan aku...
Hanya itu yang mampu terucap saat ini
Rasa ini seakan tak mau terkubur
Walau telah ku timbun dengan tatapan benci mu...

Biarlah aku berlayar jauh
Meninggalkan kota dan dirimu.
Walau senyummu selalu muncul
Tak apa, aku akan mencoba...

Biarlah angin menjadi saksi rinduku,,
Rinduku yang teramat menyiksa
Senyummu yang selalu muncul
Ragamu yang selalu dipuja....

Aku tak bisa menenggelamkan rasa,,
Aku tak bisa berbicara layaknya penyair
Aku tak bisa berhenti memandang
Aku tak bisa!!!

Tapi biarlah, ia hanya sebatas kata,,
Kata hatiku, yang mengganggumu....

Amolengo, Minggu 7 Jan 2024
Penulis: Maharani 
Editor: Melvi Widya

Sebuah Impian Sang Anak Petani

Objektif.id – Suasana pedesaan yang tenang dan sederhana menjadi latar belakang cerita ini. Di sebuah desa kecil, tinggal seorang anak petani bernama Budi. Budi tumbuh dalam keluarga yang sederhana, di mana ayahnya bekerja keras mempertahankan kehidupan mereka dengan bertani, sedangkan ibunya menjalankan kegiatan rumah tangga sehari-hari.

Sejak kecil, Budi telah bercita-cita menjadi tentara. Setiap kali ada TNI yang bertugas di desa mereka. Budi selalu terpesona dengan pakaian seragam yang gagah, ketegasan gerakan, dan keberanian para prajurit. Ia ingin menjadi seseorang yang dapat melindungi orang-orang yang ia cintai dan memberikan kontribusi nyata untuk negaranya.

Meskipun tak jarang mendapat cemoohan teman-temannya yang menganggap impian tersebut tak realistis, Budi tidak pernah berhenti bermimpi. Ia mendambakan perubahan yang dapat dia satukan dengan kecintaannya terhadap tanah air. Setiap hari, Budi belajar dengan giat dan membaca buku tentang ketentaraan serta berbagai pengetahuan yang dapat mendukung langkahnya ke depan.

Namun, rintangan muncul ketika cerita tentang mimpi Budi menyebar di desanya. Beberapa orang tua dan bahkan teman-temannya menganggap bahwa hidup di depan medan pertempuran adalah pilihan yang tidak bijaksana dan berisiko tinggi. Mereka berpikir bahwa masa depan Budi akan lebih baik apabila ia tetap bertani, mewarisi profesi yang telah menjadi warisan keluarga mereka sejak lama.

Terlepas dari pandangan-pandangan negatif yang ia terima, Budi tidak mengendurkan semangatnya. Ia tetap fokus pada mimpi dan tekadnya untuk menggapai cita-citanya sebagai prajurit TNI yang berdedikasi. Budi menyadari bahwa rencananya tidak akan terwujud begitu saja. Ia belajar untuk mengatasi setiap rintangan yang menghadang di depannya.

Dengan kerja keras dan bimbingan dari beberapa orang yang mendukung impian Budi, ia berhasil mengatasi semua tes dan ujian masuk Akademi Militer. Proses pelatihan di sana tidaklah mudah, tetapi jiwa petani yang kuat dan tekad baja Budi membuatnya tidak menyerah. Ia melewati segala tantangan pelatihan fisik maupun mental dengan penuh semangat dan keteguhan.

Begitu lama berlalu, saat yang ditunggu-tunggu tiba. Budi resmi menjadi seorang perwira TNI yang dihormati. Ia mengabdikan diri untuk menjaga negaranya dan melayani masyarakat dengan dedikasi tinggi. Budi membuktikan kepada semua orang bahwa mimpi bukanlah sekedar bunga tidur. Sang anak petani telah mengubah impiannya menjadi kenyataan.

Dalam kehidupan barunya sebagai prajurit, Budi tetap rendah hati dan memegang teguh nilai-nilai yang telah keluarganya ajarkan. Ia tidak pernah melupakan asal-usulnya sebagai anak petani dan setiap hari libur, ia mengunjungi orang tuanya di desa untuk membantu mereka dalam kegiatan bertani.

Kisah Budi menjadi inspirasi bagi semua orang di desa kecil itu, terutama bagi para anak muda yang memiliki impian-impian besar di masa depan. Ia membuktikan bahwa dengan keberanian, ketekunan, kerja keras, dan penolakan terhadap kata putus asa, apa pun yang ia impikan dapat terwujud.

Sebagai sang anak petani yang sukses mewujudkan impiannya menjadi TNI, Budi juga membuktikan bahwa penting bagi kita untuk tetap memperjuangkan apa yang kita yakini, meskipun banyak rintangan atau pandangan negatif. Hanya dengan tekad yang kuat, kita dapat melampaui batasan-batasan yang mungkin mempersempit jalan menuju impian kita.

Penulis: Muh. Aidul Saputra

Editor: Muh. Akmal Firdaus Ridwan

Melodi Terakhir

Objektif.id – Pagi itu, langit cerah memancarkan sinar matahari yang menyapa desa kecil di pegunungan. Di sebuah rumah kecil di pinggiran desa, hidup seorang anak bernama Melodi. Melodi adalah gadis berusia 8 tahun yang memiliki bakat dalam bermusik. Ia memiliki suara yang indah dan mampu memainkan berbagai alat musik.

Suatu hari, Melodi mendengar kabar bahwa akan diadakan sebuah festival musik di kota besar. Atas dorongan teman-temannya, ia pun memutuskan untuk mengikuti audisi. Dengan tekun, Melodi berlatih menyanyi setiap hari dan memperbaiki keterampilannya memainkan alat musik.

Hari audisi pun tiba. Melodi tampil dengan penuh semangat dan berbakat. Namun, di tengah penampilannya, terdengar suara aneh yang berasal dari dalam tubuhnya. Suaranya yang indah tiba-tiba pecah dan tidak mampu mengeluarkan nada yang benar. Melodi merasa sangat malu dan kecewa, ia ingin lari dari panggung tersebut.

Setelah audisi, Melodi kembali ke rumah dengan perasaan sedih. Ia merasa kehilangan masa depannya dalam dunia musik. Namun, sang ibu datang menghampiri dengan senyuman lembut. Ibu Melodi memberikan sebuah cermin ajaib kepada anaknya.

“Ayahmu dulu juga seorang musisi hebat,” kata ibunya. “Cermin ini adalah warisan dari ayahmu, cermin ini akan menunjukkan kekuatanmu sebagai musisi. Pandanglah dirimu di dalam cermin ini dan dengarkan suara paling dalam hati.”

Melodi mengambil cermin itu dan mulai memandangi dirinya. Ia mendengarkan suara hatinya, yang mengingatkannya pada cinta dan semangatnya dalam bermusik. Dalam hati Melodi, terdapat keyakinan bahwa ia tidak boleh menyerah.

Beberapa minggu berlalu dan kabar tiba-tiba datang menghampiri. Melodi mendapatkan undangan untuk tampil dalam konser akhir festival musik internasional. Suara indahnya yang kerap terngiang di telinga para juri membuat mereka tidak bisa melupakan Melodi.

Pada malam konser, Melodi menaiki panggung dengan percaya diri. Ia memandangi cermin ajaib itu sekali lagi dan mengenang pesan sang ibu. Begitu ia mulai bernyanyi, suaranya menyentuh setiap jiwa yang mendengarkan. Musik yang ia mainkan diiringi oleh lantunan suara ajaibnya. Ia menciptakan harmoni indah yang terdengar sampai ke penghujung kota.

Penonton terpesona melihat penampilan Melodi. Mereka terhanyut dalam melodi yang ia ciptakan dan terkagum-kagum dengan keberanian dan semangatnya. Akhirnya, saat Melodi menyelesaikan lagu terakhirnya, sorak-sorai gemuruh dari penonton memenuhi ruangan.

“Pemenangnya adalah Melodi!” seru sang juri dengan bangga.

Melodi tersenyum bahagia, ia berhasil melampaui kegagalannya di audisi dan mencapai mimpi terbesarnya. Di balik panggung, Melodi mengucapkan terima kasih kepada cermin ajaib dan lantunan suaranya yang penuh semangat. Meskipun menghadapi kesulitan, Melodi tidak menyerah dan berhasil mengelilingi dunia dengan musiknya yang indah.

Akhirnya, Melodi menyadari bahwa tak ada mimpi yang terlalu besar jika tidak memiliki semangat dan keberanian untuk menghadapinya. Ia mengerti bahwa dalam dirinya terdapat kekuatan yang tidak bisa dimatikan oleh kegagalan. Melodi membuktikan bahwa sukses adalah hasil dari ketekunan, keyakinan, dan cinta yang ia miliki dalam bermusik.

Dalam cerita ini, Melodi adalah contoh seorang individu yang menghadapi kegagalan dan kehilangan, tetapi membangun kembali mimpi dan semangatnya. Cerita ini menggambarkan betapa pentingnya memperjuangkan impian kita dan tetap teguh dalam keyakinan diri.

Penulis: Kusmawati

Editor: Melvi Widya

Cerita Anak Nelayan

Objektif.id – Nelayan atau pelaut (sebutan di kampung ku), adalah salah satu pekerjaan yang dominan di tanah tempatku dilahirkan. kecamatan Laonti, kabupaten Konawe Selatan, Desa Ulusawa. Sebagian besar masyarakatnya bergantung pada hasil laut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Jika musim timur telah tiba dimana para nelayan sulit untuk mendapat ikan, maka beberapa orang akan beralih ke mata pencarian lain, misalnya berkebun, pertukangan, dan lain sebagainya.

Aku menjadi anak nelayan sejak kecil. Sebagai anak nelayan bukan berarti tidak pernah mengalami hal yang kurang mengenakkan, apa lagi aku anak perempuan pertama. Anak perempuan seringkali menjadi sasaran utama dalam strata lingkungan sosial masyarakat. Sebagian orang menganggap bahwa perempuan hanya mampu di dapur, di kasur, dan di sumur. Padahal bukan hanya itu, perempuan bisa melakukan lebih dari itu. Bahkan saat ini, perempuan bisa bekerja di kantoran bahkan menjadi seorang pemimpin. Sayangnya, paradigma kuno tersebut masih melekat pada masyarakat desaku sampai saat ini. Sangat umum bagi perempuan sepertiku, jika sudah tamat SMP maupun SMA dianjurkan untuk menikah.

Masyarakat di desa tempatku lahir sering berkata, “Untuk apa sekolah tinggi-tinggi jika hanya menjadi ibu rumah tangga yang pekerjaannya berkutik di dapur”.

Dan syukur alhamdulillah pemikiran orang tuaku berbeda dengan masyarakat di desaku, dan tidak sedikit yang berpendapat kalau punya anak perempuan di minta segera menikah. Orang tuaku sebaliknya, mereka selalu mendukung setiap langkahku. Bahkan, untuk masuk dalam sebuah organisasi.

Bapak pernah berkata kepadaku, “Kuliah Lah yang serius apa lagi kamu anak perempuan pertama papa, cukup kami saja orang tuamu yang buta huruf, kalian jangan, biar tidak sengsara sepertiku”.

Bapak rela menjaminkan tubuhnya di tengah lautan yang begitu jahat, ia rela tertempa badai laut sepanjang siang dan malam. Karena, semua itu ia lakukan hanya untuk menghidupi istri dan 6 orang anaknya.

Penghasilan sebagai seorang nelayan hanya berkisaran ratusan ribu dalam sehari, itupun kalau cuaca laut sedang baik-baik saja. Sedangkan kalau cuaca sedang tidak baik-baik saja kadang ada hasil, kadang juga tidak ada terutama pada musim hujan angin.

Teruntuk anak-anak yang ada di luaran sana apalagi anak dari seorang nelayan, jangan sepelekan pengorbanan bapakmu walaupun itu terlihat sepele di matamu, dia rela mengorbankan tubuhnya ditengah laut yang begitu jahat, dia rela berpanas-panasan, kehujanan, kedinginan bahkan menahan lapar, hanya untuk menyekolahkan kamu.

Selain itu, untuk para remaja khususnya perempuan mari patahkan stigma bahwasannya perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi, ujung-ujungnya juga hanya menjadi ibu rumah tangga, yang hanya bisa di dapur. Mengapa perempuan harus berilmu sekalipun ia akan jadi ibu rumah tangga? perempuan menjadi pintu dakwah pertama bagi anak-anaknya. Oleh Karenanya, jadilah perempuan yang tidak hanya cantik tetapi juga berilmu dan berakhlak baik.

Penulis: Nurhawati

Editor: Melvi Widya

Janji Politik, Antara Harapan Atau Petaka

Objektif.id – Di tepi pemilu, janji manis berderai,, Dari bibir caleg, berlomba-lomba memikat hati. Mereka berjanji akan membawa perubahan, Namun, apakah ini hanya mimpi di siang bolong?

Janji-janji itu terdengar begitu indah,, Seperti lagu yang merdu, membius telinga. Namun, di balik nada-nada itu, Apakah ada kebenaran, atau hanya omong kosong?

Mereka berjanji akan membangun negeri,, Membuatnya lebih baik, lebih adil, dan lebih sejahtera. Namun, apakah mereka benar-benar peduli, Atau hanya ingin memperebutkan kursi?

Mereka berjanji akan memerangi korupsi,, Membuat sistem yang bersih dan transparan. Namun, apakah mereka benar-benar jujur, Atau hanya permainan retorika belaka?

Mereka berjanji akan memperjuangkan rakyat,, Membela hak-hak mereka, dan memberikan keadilan. Namun, apakah mereka benar-benar tulus, Atau hanya ingin mendapatkan suara?

Di tepi pemilu, janji manis berderai,, Seperti hujan yang turun, membasahi tanah. Namun, apakah hujan itu akan membawa kehidupan, Atau hanya akan membuat tanah menjadi licin?

Kita, sebagai rakyat, harus berpikir kritis,, Tidak terbuai oleh janji-janji manis. Kita harus memilih dengan bijaksana, Untuk masa depan negeri yang lebih baik.

Kita harus meminta bukti, bukan hanya janji,, Kita harus meminta tindakan, bukan hanya kata-kata. Kita harus meminta kejujuran, bukan hanya retorika, Untuk memastikan bahwa pemilu ini benar-benar adil.

Di tepi pemilu, janji manis berderai,, Namun, kita harus tetap waspada dan kritis. Karena, di balik janji-janji itu, Ada masa depan negeri yang sedang dipertaruhkan.

Jadi, mari kita dengarkan janji-janji itu,, Namun, jangan lupa untuk meminta bukti. Karena, di balik janji manis di tepi pemilu, Ada tanggung jawab yang harus kita pikul.

Jadi, mari kita pilih dengan bijaksana,, Siapa yang berhak menjadi pemimpin, Untuk memajukan tanah impian ini Bukan hanya omong kosong yang diungkapkan….

Penulis: Rachma Alya Ramadhan

Editor: Muh. Akmal Firdaus Ridwan

Tawa Pahit Kenangan Seseorang

Objektif.id 
Di balik tawa yang riang dan gembira, 
Ada seorang yang hatinya penuh luka. 
Dia tertawa, tapi matanya berbicara, 
Tentang rasa sakit yang tersembunyi di balik senyum.

Dia adalah penopang harapan, 
Tapi di balik senyumnya, ada duka yang mendalam. 
Dia berbagi tawa, tapi dia sendiri yang menangis, 
Menyembunyikan air mata di balik wajah yang riang.

Dia adalah mentor, guru, dan teman,
Tapi dia juga manusia, dengan hati yang bisa terluka. 
Dia berbagi pengetahuan, tapi dia sendiri belajar, 
Tentang kehidupan, cinta, dan rasa sakit yang tak terkira.

Dia adalah seseorang yang selalu ada, 
Tapi dia juga merindukan masa lalu yang telah pergi. 
Dia berbagi cerita, tapi dia sendiri merenung, 
Tentang kenangan yang telah lama berlalu.

Dia adalah pemandu, yang menunjukkan jalan, 
Tapi dia juga merasa tersesat di tengah hutan. 
Dia berbagi petunjuk, tapi dia sendiri mencari, 
Jalan pulang ke masa lalu yang telah hilang.

Dia adalah seseorang, yang selalu tersenyum, 
Tapi di balik senyumnya, ada rasa sakit yang mendalam. 
Dia berbagi tawa, tapi dia sendiri menangis, 
Menyembunyikan air mata di balik tawa yang manis.

Dia adalah pejuang, yang selalu berjuang, 
Tapi dia juga merasa lelah dan ingin beristirahat. 
Dia berbagi semangat, tapi dia sendiri merasa lemah, 
Menyembunyikan kelelahan di balik semangat yang teguh.

Dia adalah seseorang yang selalu berbagi, 
Tapi dia juga merindukan masa lalu yang telah pergi. 
Dia berbagi kenangan, tapi dia sendiri merenung, 
Tentang masa lalu yang telah lama berlalu.

Dia adalah seseorang, yang selalu memberi, 
Tapi dia juga merasa kehilangan dan ingin menerima. 
Dia berbagi kasih, tapi dia sendiri merasa sepi, 
Menyembunyikan kesepian di balik kasih yang tulus.

Penulis: Rachma Alya Ramadhan 
Editor: Muh. Akmal Firdaus Ridwan

Di Balik Gerbang Kampus: Sebuah Awal Menanti

Objektif.id – Di balik gerbang kampus, sebuah awal menanti,,

Langkah pertama di tanah impian, hati berdebar kencang. Tak ada lagi seragam putih abu-abu,Kini warna-warni kehidupan kampus menghampiri…

Buku-buku tebal dan tugas yang tak pernah habis,,

Malam-malam panjang, diskusi tanpa henti. Tapi di sana juga, teman baru dan cerita,,Tawa dan tangis, suka dan duka, semua menjadi satu…

Di balik gerbang kampus, sebuah awal menanti,,

Mimpi-mimpi besar, harapan yang tak terhingga. Kini, aku bukan lagi siswa SMA, Aku adalah mahasiswa, penjelajah dunia baru…

Di balik gerbang kampus, sebuah awal menanti,,

Tantangan dan peluang, semua ada di sini. Aku siap, aku berani, aku akan maju, Karena di balik gerbang kampus, masa depanku menanti…

Di balik gerbang kampus, sebuah awal menanti,,

Aku belajar, aku tumbuh, aku bertransformasi, Dari seorang anak, menjadi seorang pemuda, Dengan semangat yang membara, dan tekad yang kuat…

Di balik gerbang kampus, sebuah awal menanti,,

Aku belajar tentang kehidupan, tentang cinta, dan tentang diri. Aku belajar untuk berjuang, untuk berkorban, dan untuk mencintai, Karena di balik gerbang kampus, aku menemukan diriku…

Di balik gerbang kampus, sebuah awal menanti,,

Aku belajar untuk berani, untuk berdiri, dan untuk berbicara. Aku belajar untuk berpikir, untuk merenung, dan untuk bertindak, Karena di balik gerbang kampus, aku menemukan suaraku…

Di balik gerbang kampus, sebuah awal menanti,,

Aku belajar untuk bermimpi, untuk berharap, dan untuk berdoa. Aku belajar untuk bersyukur, untuk berbagi, dan untuk berkasih sayang, Karena di balik gerbang kampus, aku menemukan hatiku…

Penulis: Rachma Alya Ramadhan

Editor: Muh. Akmal Firdaus Ridwan

Keindahan Alam Semesta

Objektif.id – Keindahan alam semesta begitu memukau,, Langit nan luas begitu bercahaya,, Bintang-bintang gemerlap di angkasa,, Menyaksikan semesta dalam jarak dekapan tangan….

Dari awan putih hingga hijau daun pepohonan,, Berpadu dalam warna keindahan,, Semesta mencurangi dunia dengan ketenangan,, Menyisakan hati yang lapang untuk meditasi….

Puncak gunung yang menelan jiwa,, Lautan biru yang tercipta oleh cinta,, Semua terungkap dalam tampilan ilahi,, Menjahit jalan bagi siapa saja untuk belajar….

Tak ada yang sama di bawah cakrawala,, Hanya keindahan yang menjaga kita bersama-sama,, Kita merasakan lembutnya embun pagi dan kebahagiaan,, Melalui sesuatu yang indah dan penuh rahasia….

Semesta menyaksikan betapa keindahan yang ada di dunia,, Melalui keajaiban yang terus diperlihatkan,, Kita menyadari bahwa kita hanya bagian kecil dari keindahan ini,, Yang berarti kita harus meresapi agar kita bisa mengapresiasi semesta….

Penulis: Nana

Editor: Muh. Akmal Firdaus Ridwan

Kita, Takdir yang Mempertemukan

Objektif.id – Suasana kampus begitu ramai saat hari pertama perkuliahan. Di antara ribuan mahasiswa yang bergegas menuju gedung perkuliahan, ada dua mahasiswa yang tak sengaja bertabrakan di tengah jalan. Mereka saling meminta maaf dengan wajah yang canggung. Pandangan mereka bertemu, dan dalam detik itu pula takdir mempertemukan mereka.

Siapa sangka, mahasiswa laki-laki yang bertubuh tinggi dan berambut hitam lurus itu ternyata bernama Farhan. Sedangkan mahasiswi perempuan itu mendadak jantungnya berdebar tidak karuan yang bernama Aisyah. Mereka sama-sama mahasiswa baru yang memiliki impian besar untuk masa depan mereka.

Mereka memiliki jadwal perkuliahan yang serupa di beberapa mata kuliah. Karena itu, mereka mulai akrab satu sama lain. Mereka sering bertemu di ruang kuliah, perpustakaan, atau di antara anak tangga saat menuju kelas. Percakapan demi percakapan memperkuat rasa kebersamaan mereka.

Waktu berlalu begitu cepat, sudah satu tahun mereka menjadi teman sekaligus sahabat. Farhan dan Aisyah sudah saling mengenal satu sama lain begitu dalam. Mereka saling mendukung di saat sedang down, meraut senyum di saat sedang senang, dan menatap yakin di saat keduanya meragukan kemampuan mereka sendiri.

Namun, pada suatu malam yang hujan, takdir membawa mereka ke momen yang menentukan. Farhan pergi ke kafe tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama untuk belajar, dan Aisyah pun sudah menantinya di meja biasa mereka duduk. Namun, Farhan terlambat. Ia terjatuh dari sepedanya, dan mengalami patah tangan.

Aisyah yang merasa cemas tak bisa menahan diri dan segera berlari ke jalan untuk mencari keberadaan Farhan. Ia menemukan Farhan yang tergeletak di atas jalan.

Aisyah menangis dengan air mata campur hujan, ia memberinya harapan dan mengatakan, “Kau tidak perlu khawatir, Farhan. Aku di sini untukmu, kita bisa mengatasi ini bersama.”

Mereka tersenyum setelah melalui perjalanan panjang yang tak pernah mereka duga sebelumnya. Farhan bertanya kepada Aisyah, apakah ia telah menjadi kekasihnya selama ini.

Aisyah menatap Farhan dengan tegas dan menjawab, “Kita adalah takdir yang saling mempertemukan, Farhan. Lebih daripada sekadar kekasih, kita adalah sahabat sejati yang saling menguatkan dan memperjuangkan mimpi kita.”

Setelah perjalanan yang penuh liku dan ujian, Farhan dan Aisyah lulus dengan predikat terbaik dan meraih impian mereka masing-masing. Mereka mengikat janji untuk terus melangkah bersama, melewati setiap rintangan, dan meraih semua yang mereka impikan dengan tulus dan saling mendukung.

Cinta mereka tak sekadar tentang asmara, tetapi juga tentang ikatan yang kuat sebagai sahabat. Mereka percaya, takdir mempertemukan mereka untuk membantu satu sama lain tumbuh dan berkembang, serta menjadi sosok yang selalu ada di saat bahagia maupun duka. Kehadiran mereka saling melengkapi dan memberi semangat untuk melangkah maju.

Akhir kisah ini bukanlah tentang kesempurnaan hidup mereka, tetapi tentang ketulusan dalam berbagi dan mengasihi. Farhan dan Aisyah adalah bukti hidup bahwa persahabatan sejati bisa menjadi kekuatan yang tak tergoyahkan dalam menghadapi semua perjalanan hidupnya.

Penulis: Nana

Editor: Melvi Widya

Ketua Senat dan Pengagumnya

Objektif.id – Jahar Angkasa Seorang Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa atau senat kampus. Laki-laki itu adalah sosok mahasiswa teladan. Sebagai ketua senat Jahar terkenal karena kepiawaiannya dalam berlagak aneh dan agak kritis sehingga mengundang orang dalam memberikan argumen banyak tentang dia.

Selain itu, Jahar juga menjadikan Gedung Ormawa sebagai salah satu tempat rumah keduanya di kampus sekaligus tempat belajarnya. Ia bahkan sesekali tidak pulang ke rumah dalam beberapa minggu terakhir, karena menghabiskan waktunya di kampus bersama beberapa teman-teman Ormawa yang juga ikut terlibat dalam kegiatan kampus.

Jahar adalah mahasiswa dari prodi Biologi Fakultas Keguruan Universitas Pancasila. Sebagai seorang senat memang tidak sesibuk anggota BEM. Akan tetapi, tetap saja menjadi mahasiswa merangkap anak organisasi bukanlah hal yang mudah. Jahar dituntut untuk bisa mendedikasikan dirinya menjadi mahasiswa yang dapat memberikan contoh baik oleh mahasiswa lainnya. Beberapa kali menjadi pengisi seminar kemahasiswaan juga perwakilan kampus untuk beberapa urusan.

Selain sibuk dengan kuliahnya dan kegiatan kampus. Jahar juga punya teman dekat yang namanya Mia. Mia adalah mahasiswi dari prodi Ekonomi dan Bisnis. Jarang ada yang tau kedekatan mereka. Mereka memiliki hubungan yang cukup akrab walaupun, selama ini Jahar jarang mengajaknya jalan. Mia sendiri adalah junior Jahar di kampus. Awal perjumpaan mereka terbilang cukup berkesan. Saat itu Mia yang merupakan mahasiswi baru  mengikuti serangkaian kegiatan ospek universitas, yang mana Jahar menjadi salah satu panitia pengawas yang mendampingi BEM dalam menjalankan program kerjanya, Pengenalan Lingkungan Kampus atau ospek.

Ketika itu Mia yang sedang duduk di taman menunggu temannya dan kebetulan Jahar lewat sambil menyapa kepada salah satu mahasiswi yang tidak lain adalah Mia. Pada saat itu juga mereka mengobrol satu sama lain. Namun siapa sangka, itu adalah awal dari segalanya.

Sejak kenal dengan Mia, Jahar memang sering dibantu dalam hal apapun, termasuk dalam mengerjakan tugas, begitu juga dengan Mia, karena mereka memiliki hobi yang sama. Mia punya hobi membaca dan sering kali Mia membaca buku-buku milik Jahar, dari situlah mereka saling membantu satu sama lain. Apalagi sekarang ini Mia sementara sedang mendaftar dalam tahap seleksi pertukaran mahasiswa di Thailand. Meskipun, pengumumannya belum keluar. Ia tampak masih bisa tersenyum tipis walau masih ada sesuatu yang mengganjal di kepalanya yang membuatnya gelisah sejak beberapa hari kemarin.

Karena sudah dari dulu, ia sangat ingin mengikuti program pertukaran pelajar di luar negeri. Alasannya, karena ingin mencari suasana baru. Dan kebetulan kampus membuka pendaftaran bagi mahasiswa-mahasiswi yang ingin mengikuti program tersebut dengan berbagai persyaratan seperti IPK dan sudah lulus IELTS.

Alhamdulillah dia berhasil mendaftar dalam program tersebut. Begitupun juga dengan Jahar. Ia juga mendapat tugas dari pihak kampus untuk mengikuti kegiatan kampus diluar kota. Mereka akan sama-sama tidak saling bertemu untuk beberapa bulan ke depan akibat studi yang harus mereka laksanakan masing-masing.

Perpisahan akan mungkin memisahkan kita, tetapi jarak dan waktu akan selalu ada untuk kita bertemu kembali. Ketika kita sibuk meraba perasaan, mempertanyakan apakah itu cinta atau sekedar rasa nyaman, saat itulah kita tidak pernah tahu, kehilangan mungkin saja sedang berada dekat dengan kita.

Penulis: Nining Hastuti

Editor: Muh. Akmal Firdaus Ridwan

Love Silent

Objektif.id – Sudah dua tahun lamanya Helena memendam rasa kepada Ketua OSIS di sekolahnya. Setiap kali melihatnya, hatinya selalu berdebar-debar. Pandangan matanya hanya selalu tertuju pada si Ketos itu. Meskipun begitu, ia tidak berani untuk mengungkapkan perasaannya.

Nama Ketos tersebut adalah Alex seorang yang tampan dan populer di sekolah. Selain menjabat sebagai Ketos Alex juga merupakan salah satu anggota tim basket sekolah dimana timnya dari generasi ke generasi selalu menyandang juara 1 baik tingkat regional maupun nasional.

Suatu hari, entah roh apa yang merasuki Helena hari itu ia bertekad untuk mengungkapkan perasaannya melalui surat yang telah ia tulis semalam suntuk. Ia pun melangkahkan kaki jenjangnya ke taman belakang sekolah karena biasanya taman tersebut dijadikan tempat istirahat Alex setiap habis latihan basket.

Sesampainya di taman, Helena mengedarkan pandangannya dan kemudian menemukan Alex yang sedang membaca buku di salah satu bangku taman. Dengan hati yang berdebar ia pun melangkahkan kakinya menuju ke arah Alex.

Setelah sampai ke hadapan Alex, Helena langsung menyodorkan suratnya. Menyadari ada seseorang di depannya Alex pun mengangkat kepalanya melihat sosok perempuan yang sedang menyodorkan seberkas surat. Sambil tersenyum ramah Alex menerima surat tersebut.

Melihat suratnya diterima tak terhitung seberapa senang perasaan Helena, dengan malu-malu Helena langsung membalikkan badan berniat untuk pergi. Namun, yang tidak disangka tangannya malah ditahan oleh Alex ia kira Alex ingin mengatakan sesuatu padanya ternyata tanpa diduga ketika ia berbalik sebilah pisau langsung hinggap di perutnya.

Alex si psikopat itu terus menghujamkan pisau tajamnya ke perut Helena hingga ia merasakan mules yang menyakitkan. Helena tak pernah terpikirkan bahwa ungkapan perasaannya dibalas dengan yang lebih parah ketimbang penolakan yaitu ia harus meregang nyawa di tangan orang yang ia sukai.

TAMAT

Penulis: Tesa Ayu Sri Natari

Editor: Muh. Akmal Firdaus Ridwan

Rantau

Objektif.id – Sekilas perjalananku yang lelah ada rindu yang menggebu di hati terpancar aroma yang penuh perjuangkan tentang mimpi yang harus tergapai

Akulah si anak rantau Aku datang dari negeri yang jauh hanya sekedar untuk menuntut ilmu, walau banyak rintangan dan derita harus ku hadapi

Kau tak akan pernah tau seberat apa perjuangan anak rantau Aku berjalan sendiri dengan pikirin yang lelah, merindukan sebuah keluarga yang jauh, dan senyuman yang selalu tersentuh di masa kecilku.

Ya senyum ibu dan ayah tercinta, bu apa kabar kau yang jauh, Aku rindu masakanmu dengan tangan yang renta, Aku rindu suara halus mu yang berbisik di telingaku.

Ayah Aku masih mengingat nasehatmu, di mana dulu pernah kau bilang, nak selalu kuatlah kamu menjalani kehidupan yang berat karena tak selamanya kau berada di samping kami, dan sekarang aku telah tau semua jawabannya

Hidup di tanah rantau, tak akan sama hidup di negeri sendiri, inilah perjalananku di tanah rantau, yang penuh derita dan beban pikiran, Atas nama rindu Aku serahkan kepada sang pencipta, semoga perjuanganku di tanah rantau akan membawa berkah di masa depan.

Penulis: La Muliyono

Editor: Muh. Akmal Firdaus Ridwan

Persahabatan Si Miskin dan Si Kaya

Objektif.id – Alkisah terdapat seorang sahabat yang telah bersama-sama sejak kecil. Kedua sahabat ini bernama Rayyan dan Andi. Rayyan yang merupakan seorang anak saudagar kaya, namun memiliki keterbatasan fisik yaitu ia tidak bisa melihat. Sedangkan, Andi hanyalah seorang anak petani yang rajin dan tekun.

Di suatu pagi yang cerah diselingi kicauan burung, Andi terlihat berlari menghampiri sebuah rumah mewah dipertengahan desa. Rumah tersebut tak lain dan tak bukan adalah rumah sahabat kecilnya Rayyan. Tujuan Andi ke rumah berniat mengajak Rayyan belajar bersama dikarenakan keterbatasannya ia diharuskan homeschooling oleh orangtuanya.

“Assalamualaikum, Rayyan ada mang?” Tanya Andi kepada satpam yang berjaga di pos depan rumah Rayyan.

“Iya den, mari silahkan masuk.” Jawab satpam.

Andi bersama dengan satpam melangkah menyusuri rumah yang mewah tersebut menuju kamar sang putra tunggal keluarga itu. Setelah sampai di depan kamar, sang satpam pamit undur diri kemudian Andi pun mengetuk pintu yang berukiran rumit tersebut. Pintu terbuka memunculkan seorang pria yang memegang tongkat untuk menunjang penglihatannya.

“Ray, yuk ikut aku belajar bersama anak-anak!” Seru Andi. Mendengar hal tersebut Rayyan pun menganggukkan kepalanya tanda bahwa ia setuju untuk ikut.

Singkat cerita,,, mereka berdua pun telah sampai ke tempat tujuan. Tempat tersebut ialah sebuah gubuk di pinggir ladang yang memang biasa digunakan oleh anak-anak sekitar untuk belajar maupun mengaji.

“Assalamualaikum adik-adik!” Seru Andi dan Rayyan.

“Waalaikumsalam kak Andi dan kak Rayyan.” Balas anak-anak tersebut.

Tempat itu pun seketika di isi oleh seruan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak-anak kepada Andi dan Rayyan terkait materi yang disampaikan dan masih banyak lagi yang mereka lakukan. Andi pun melihat sahabatnya Rayyan yang sedang bercanda-gurau bersama anak-anak, dalam hati ia berjanji bahwa akan selalu mengukir senyuman digaris wajah sahabatnya itu.

Itulah kisah persahabatan sederhana antara Andi dan Rayyan yang menjadi bahwa status sosial itu tidak penting dalam persahabatan.

TAMAT

Penulis: Tesa Ayu Sri Natari

Editor: Melvi Widya

Aku Merindukanmu Ibu

Objektif.id – Kurang lebih tiga bulan sudah kita tidak bertemu. Rasa hati ini sangat merindukanmu, ingin rasanya aku memelukmu dengan erat. Aku sangat merindukan kasih sayangmu ibu, semoga engkau selalu dalam keadaan sehat walafiat Aamiin.

Ibu, jadilah support system versi terbaik untuk anak perempuan pertamamu, karena rasa kesepian, kesendirian, dan kerinduan adalah hal yang akrab di rasakan oleh anak perempuan yang berada di tanah rantau yang jauh dari orang tua. Saat jauh darimu anakmu ini menyimpan kerinduan yang mendalam tanpa harus bicara langsung kepadamu ibu.

Merantau bukanlah perkara sederhana, jauh dari orang tua adalah hal yang paling sulit dijalani di mana suasana sangat berbeda. Namun, percayalah anak perempuanmu ini yang sedang berjuang di tanah rantau, semakin jauh diriku maka akan semakin dekat dengan ridho mu, namun percayalah kelak anakmu ini akan membahagiakan mu ibu.

Selain ibu yang melahirkan, ibu juga punya frekuensi batin yang kuat dengan anaknya, ibu bisa merasakan apa yang anaknya rasakan. Tiada kesuksesan yang dicapai tanpa pengorbanan, karena aku yakin tidak ada hasil yang menghianati proses. Mandiri adalah pilihan!

Teruntuk ibuku, terimakasih telah mengizinkan anakmu menjadi seorang yang kuat menghadapi dunia. Hanya ibu yang hebat yang merelakan anak perempuannya pergi merantau. Ibuku tahu bahwa sangat berat melepaskan anaknya pergi ke tanah orang. Tapi, disitulah kehebatan ibuku melepas anaknya untuk mendapatkan pengalaman yang lebih banyak guna untuk masa depan anaknya. Aku menyadari bahwa ibuku yang hebat memberi sebuah kepercayaan yang besar kepadaku untuk meraih kesuksesan diluar zona nyaman.

Untuk anak perempuan yang sedang ditanah rantau segala sesuatu yang runtuh mungkin bisa ditata kembali, tapi tidak dengan kepercayaan. Jadi, selama ibu masih ada tolong jangan sia siakan!

Penulis: Nurhawati
Editor: Muh. Akmal Firdaus Ridwan